Ditambah dengan dua sumber berbahasa Indonesia dari Andreas A Yewangoe berjudul Pendamaian dan Asnath N. Natar berjudul perempuan Indonesia Berteologi Feminis Dalam Konteks. Kedua sumber inipun ditulis oleh orang dari luar Pulau Timor.
Tentunya, kualifikasi para peneliti dan kualitas jurnal tidak diragukan lagi. Tetapi, perlu referensi dari penulis dengan kualifikasi sebagai orang yang lahir sebagai Atoin Meto yang pastinya memiliki dasar pengetahuan yang cukup dalam menulis sebuah hasil penelitian.
Seperti Sastra Lisan Dawan yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (1993) dengan dua orang penulisnya Samuel Nitbani dan Homer Lifeto atau buku-buku sejenisnya yang bagi saya cukup menyajikan dengan baik-baik Sastra-Sastra Lisan Suku Dawan.
Penelitian-penelitian yang dilakukan pada zaman dahulu pun pastinya memiliki kekurangan. Belum lagi, riset yang dilakukan terbatas pada satu wilayah dan berujung pada sebuah kesimpulan.
Kualifikasi peneliti benar-benar diperhatikan karena fenomena minimnya penutur dalam masyarakat Dawan bisa menjadi kebuntuan yang baru dalam penelitian-penelitian etnografi yang dilakukan oleh para peneliti dari luar daerah termasuk luar negeri.
Belum lagi, pengambilan sampel atau data yang dilakukan tidak diambil secara acak atau berpusat pada satu teritori yang memungkinkan terjadinya kecenderungan pengkajian menurut perspektif segelintir orang yang tidak mewakili populasi. Bahkan lebih parah jika pengkajiannya cenderung menurut perspektif budaya peneliti.
Kemungkinan-kemungkinan ini sering terjadi sehingga referensi yang diambil untuk dijadikan sebagai sebuah definisi atau kesimpulan tidak serta-merta dicantumkan tetapi harus melalui sebuah kualifikasi yang meyakinkan.
Kesalahan penulisan definisi Suku Dawan menurut Wikipedia dan KBBI bukan hanya menjadi lelucon serius tetapi juga menjadi tamparan keras kaum muda yang cenderung meninggalkan budaya dan tidak tertarik mendengarkan penuturan orang tua tentang sejarah dan budaya menjadi tantangan tersendiri.
Tentunya apresiasi kepada Kompasianer Herman Efrianto Tanouf sebagai Atoin Meto yang melihat dan menyadari kesalahan penulisan ini sehingga menjadi bahan konsumsi publik, kemudian pihak-pihak yang berkepentingan dalam editor Wikipedia dan KBBI memperbaiki kesalahan tersebut.Â
Kemudian menjadi alarm bagi anak muda yang menyandang gelar Atoin Meto untuk memelihara budaya dan memahami sejarah serta asal-usulnya.
Salam!