Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dulu, Perempuan Suku Dawan (Timor) di Antara Didikan dan Intimidasi

28 Mei 2020   08:15 Diperbarui: 28 Mei 2020   08:13 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan perempuan menuju sebuah eksistensi di ranah publik seperti yang kita saksikan saat ini tidak luput dari kisah pahit yang memilukan. Sebagai generasi milenial harus mengakui bahwa asam garam budaya patriarki tak seasam dan tak seasin Generasi X dan Baby Boomers, apalagi generasi yang terlahir pada zaman The Great Depression atau yang dikenal dengan Generasi Tradisionalis.

Tetapi aroma budaya patriarki masih tercium hidung dan rasa asam-asinnya masih melancarkan aliran liur Generasi Milenial. Bahkan di beberapa budaya, Generasi Z dan Alpha masih mencicipi sisa asam garam kehidupan patriarki meskipun tak seasam dan seasin yang dirasakan Generasi Milenial.

Status perempuan dalam sistem budaya patriarki adalah warga kelas dua yang kehadirannya sebatas pendukung sedangkan laki-laki diposisikan sebagai warga kelas satu yang memiliki kendali penuh terhadap kehidupan perempuan.

Umumnya, perempuan diterima dalam sistem sosial sebagai "pembantu" hanya untuk memenuhi hasrat laki-laki. Tak peduli naluri perempuan menerimanya atau tidak, tiga kata yang distereotipkan pada perempuan adalah sumur, dapur dan kasur.

Budaya Patriarki Suku Dawan (Timor)

Suku Dawan di Pulau Timor menganut sistem budaya patriarki yang menempatkan laki-laki Dawan sebagai pemegang kendali dalam sistem sosial budaya dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan warisan properti dari keluarga.

Memang filosofi Ibu bagi Kehidupan yang disematkan kepada perempuan Dawan menunjukkan bahwa perempuan Dawan memiliki peran central dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, laki-laki Dawan harus mengakui bahwa tanpa perempuan mereka tak bisa melakukan apa-apa.

Baca: Mengulas Status Perempuan sebagai Ibu bagi Kehidupan Suku Dawan Timor

Namun, pada prakteknya posisi perempuan Dawan masih menjadi pihak yang inferior. Kesimpulan ini dibuat setelah penulis mewawancarai beberapa orang tua yang hidup di zaman The Great Depresion.

Wawancara ini hanya untuk memastikan pengalaman saya sebagai saksi hidup para perempuan Dawan generasi milenial dididik oleh orang tua yang besar dalam budaya patriarki.

Perempuan Dawan antara Didikan dan Intimidasi

Perempuan yang rawan kekerasan seksual dididik keras oleh para orang tua termasuk tokoh-tokoh adat untuk terhindar dari berbagai bentuk kekerasan seksual apalagi yang dapat mengakibatkan kehamilan.

Zaman usia saya baru beranjak remaja, saya menyaksikan larangan para orang tua di kampung saya kepada perempuan untuk tidak tertawa terbahak-bahak atau berlebihan dalam mengekspresikan sesuatu yang lucu.

Perempuan hanya diperbolehkan untuk tertawa kecil dengan jarak frekuensi sekecil mungkin atau sebatas tersenyum agar tidak terdengar di telinga orang lain.

Bukan hanya itu, perempuan dilarang bersiul-siul, perempuan dilarang berbicara terlalu ekspresif, perempuan dilarang berbicara dengan nada suara yang keras. Bahkan, alat-alat tenunan perempuan tidak diperbolehkan berbunyi pada saat menenun.

Perempuan yang melanggar larangan-larangan tersebut dianggap memberikan kode khusus atau isyarat kepada laki-laki. Bahkan, perempuan tersebut dicap publik sebagai perempuan yang tak bermoral.

Larangan tersebut hanya untuk mencegah perempuan hamil di luar nikah. Bagi orang Dawan, resiko hamil dill luar nikah adalah memalukan karena kawin tidak sesuai dengan prosedur dan peluang laki-laki tak bertanggungjawab atas kehamilan perempuan lebih besar.

Ironisnya hanya perempuan yang mendapat didikan seperti ini sedangkan laki-laki memiliki kebebasan berekspresi. Hal ini penulis ibaratkan seperti sistem pertanian dan peternakan orang Dawan. Tanaman dilindungi dengan pagar sedangkan ternak dilepas yang sesekali dapat menembus pagar untuk merusak tanaman.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perempuan Dawan pada zaman dahulu ada di antara didikan dan intimidasi. Mau dibilang didikan juga tidak, mau dibilang intimidasi juga tidak. Kalau harus disebut sebagai didikan, seharusnya berlaku adil bagi laki-laki.

Salam!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun