Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bagaimana Citra Milenial Pasca Mundurnya Belva dan Taufan?

25 April 2020   04:50 Diperbarui: 25 April 2020   05:22 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial | ANTARA FOTO / WAHYU PUTRO A via Kompas.com

Baru-baru ini, kompasianer Kholil Rokhman menulis artikel bahwa demi nama baik milenial, Andi Taufan sebaiknya mengundurkan diri. Kenyataannya, bukan hanya Andi Taufan sendiri tetapi bersama Belva Devara yang mengundurkan diri terlebih dahulu. Bagaimana dengan citra milenial saat ini?

Di tengah penanganan pandemi Covid-19 yang sudah menginfeksi ribuan orang di Indonesia, dua orang Staf Khusus Presiden, Adamas Belva Devara dan Andi Taufan mundur dari jabatannya.

Belva yang juga menjabat sebagai CEO Ruang Guru mengundurkan diri setelah terpilihnya Ruang Guru sebagai mitra program Kartu Prakerja menuai kritik.

Sedangkan Andi Taufan yang merupakan pemilik PT. Amartha Mikro Fintek mengundurkan diri setelah muncul polemik surat berkop Sekretariat Kabinet yang ditandatanganinya kepada para camat se-Indonesia untuk mendukung relawan dari PT. Amartha dalam penanganan Covid-19.

Keputusan yang diambil oleh Belva dan Taufan setidaknya menjawab tuntutan publik yang menilai bahwa ada unsur kepentingan dalam penerapan program kerja pemerintahan Jokowi sehingga mengundurkan diri adalah jalan terbaik yang harus ditempuh.

Lagipula mengundurkan diri tidak akan merusak citra personal Belva dan Taufan daripada diberhentikan oleh presiden berpotensi merusak citra mereka di depan publik. Juga, dugaan konflik kepentingan yang dinilai merusak citra milenial perlu pengunduran diri sehingga reputasi publik terhadap kaum milenial tidak berubah.

Baca: Demi Nama Baik Generasi Milenial, Kakak Taufan Sebaiknya Mundur?

Akan tetapi, mundurnya Belva dan Taufan dinilai oleh Alvin Nicola, salah satu peneliti Transparency International Indonesia (TII) tidak cukup untuk menyelesaikan masalah dugaan konflik kepentingan dalam pemerintahan Jokowi.

Menurutnya, Belva dan Taufan perlu mempertanggungjawabkan dugaan konflik kepentingan tersebut. Misalnya mekanisme lelang mitra Kartu Prakerja yang akhirnya menjadikan Ruang Guru milik Belva sebagai salah satu mitra kerja.

"Stafsus yang sudah mundur perlu membuka data, proses, dan mekanisme lelang yang sudah dilalui bersama lembaga pengadaan terkait agar transparan karena dari penelusuran kami proses lelang berjalan cukup tertutup," kata Alvin.

Lalu, bagaimana dengan citra milenial setelah mundurnya Belva dan Taufan? Apakah keputusan mengundurkan diri yang dilakukan oleh Belva dan Taufan sudah memperbaiki nama baik milenial?

Berbeda dengan milenial di negara maju, milenial di negara berkembang seperti Indonesia adalah sebuah optimisme atau sebuah harapan menatap masa depan negara. Bahwa, milenial bukan hanya tentang pekerjaan berbasis teknologi tetapi ada harapan dalam upaya pemberantasan korupsi.

Pemerintah menyadari hal tersebut sehingga pada pemerintahan kali ini, kaum milenial diberikan jam terbang khusus di bidang pemerintahan untuk mempersiapkan diri menguasai kabinet secara perlahan.

Staf Khusus presiden yang didominasi oleh kaum milenial dinilai sebagai batu loncatan menuju kursi kabinet suatu saat nanti. Dibalik hal tersebut ada harapan untuk memangkas birokrasi yang berbelit dan rumit serta memerangi praktek-praktek korupsi yang merugikan negara.

Belva dan Taufan mundur tapi meninggal bekas luka yang mestinya dihilangkan. Bagaimanapun luka yang membekas akan menyimpan memori dan kenangan pahit. Milenial yang sejatinya merupakan optimisme negara berkembang kini berubah menjadi sebuah pesimisme.

Staf Khusus adalah batu loncatan. Bukan menuju kabinet untuk memperbaiki birokrasi dan memerangi mafia-mafia di negeri ini tetapi menuju sebuah laba atau keuntungan yang diperoleh perusahaan mereka sendiri.

Publik bisa mengatakan bahwa mereka mundur tapi sudah mendapatkan jatah. Mengundurkan diri bukan sebuah problem, intinya perusahaan mereka sudah mengambil bagian dan mengambil keuntungan dalam program kerja pemerintah.

Oleh karena itu, menurut penulis keputusan mengundurkan diri yang dilakukan oleh Belva dan Taufan belum menjamin nama baik milenial di mata publik. Harapan itu sirna dan optimisme itu berubah jadi pesimisme. Kemanakah arah dan tujuan negara ini?

Salam!!!

Referensi: Satu; Dua;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun