Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konsekuensi Tradisi "Kawin Lari" Suku Dawan (Timor)

10 April 2020   19:16 Diperbarui: 10 April 2020   19:40 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panasmat, uang perak yang memiliki peran penting dalam tradisi kawin lari | dokumen Neno Anderias Salukh

Zaman dahulu, perempuan diculik dan dilarikan menggunakan kuda oleh beberapa tokoh adat yang diutus oleh pihak laki-laki. Sedangkan beberapa dekade terakhir, laki-laki diizinkan untuk ikut dengan menggunakan alat transportasi seperti sekarang ini.

Biasanya, perempuan dan laki-laki sudah menyiapkan segala sesuatu termasuk taktik meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan salah seorang pun. Kalaupun salah satu keluarga tahu, ia adalah orang yang menyetujui kawin lari tersebut.

Terhitung sejak perempuan diculik, empat hari kemudian salah satu tokoh adat diutus untuk datang memberitahukan kepada orang tua dan keluarga perempuan sebagai bentuk pengakuan bahwa anak perempuan mereka dilarikan oleh salah satu keluarga mereka.

Orang yang memutuskan untuk melakukan kawin lari adalah orang yang siap secara materil karena konsekuensi dari kawin lari adalah membayar belis yang cukup besar.

Bagi orang Dawan, tradisi kawin lari adalah tindakan yang menurunkan harkat dan martabat orang tua dan keluarga. Artinya kawin lari 'memalukan' bagi masyarakat Dawan atau dengan kata lain tindakan tidak terpuji.

Berbeda dengan menikah sesuai dengan tahapan adat yang sebenarnya, harkat dan martabat orang tua terangkat, pujian mengalir dari segala kalangan kepada perempuan karena laki-laki menikahinya dengan terhormat.

Oleh karena itu, pertama, pihak laki-laki harus membayar belis "Kianok ma Nkalnok" atau "Pisu Loe Meno Amnahas" karena telah membuat orang tua dan keluarga perempuan lelah, masuk keluar hutan, lapar dan haus mencari keberadaan anaknya setelah hilang dari rumah.

Hal ini sedikit kontradiktif dengan dengan apa yang saya ceritakan sebelumnya bahwa orang tua dan keluarga perempuan sudah tahu kemana anak mereka pergi dan sejatinya orang tua dan keluarga tidak mencari keberadaan anak mereka tetapi hal ini dilakukan sebagai sebuah simbol adat.

Tahapan selanjutnya adalah laki-laki harus membayar belis "Na fufu ma na mnais" sebagai bentuk memperbaiki nama baik orang tua dan keluarga karena menculik anak gadis mereka secara tidak langsung memperlakukan mereka seperti anak kecil atau merendahkan mereka seperti orang yang tak terpandang.

Berikut salah satu contoh bahasa adat yang disampaikan pada saat pemberian belis "Na fufu ma na mnais"

"U uba u leu ko ma seni u leu ko, es am tekes nane maut he u knino ko ma u knao ko nalalit te u aiti ko ma u latan ko neu me noni in tunan ma bauk noni in tunan" (dalam beberapa dialek, U menggunakan Au yang berarti saya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun