Sirih dan pinang bukan hanya untuk keperluan makan semata tetapi sebagai bahan pemersatu dan bahan memulai komunikasi yang selalu disuguhkan kepada tamu pada awal pertemuan dan sebaliknya, tamu menyuguhkan kepada tuan rumah.Â
Biasanya, sirih dan pinang yang akan dimakan adalah yang diberikan tamu atau tuan rumah sebagai bentuk penghargaan terhadap pemberian tersebut.
Baca:Â Menegenal Mamat, Budaya Orang Timor Makan Sirih Pinang
Bukan tidak mungkin, sirih dan pinang menjadi media penyebaran virus corona. Misalnya seseorang yang positif corona memberikan sirih dan pinang ke orang lain, akan menyentuhnya terlebih dahulu yang memungkinkan virus melekat pada pinang atau sirih dan menular kepada orang lain.
Oleh karena itu, makan sirih pinang tidak dilarang jika sirih dan pinang diambil sendiri dari pohonnya bukan dari hasil pemberian orang lain atau membeli. Hanya budaya memberi satu sama lain harus ditiadakan untuk sementara waktu selama pandemi corona.
Sebagai anak yang lahir dari orangtua yang berdagang sirih pinang dan juga salah satu generasi milenial yang mencintai budaya sadar bahwa imbauan ini merugikan para pedagang sirih pinang dan juga makna makan sirih pinang sebagai bahasa pemersatu akan hilang dalam beberapa waktu. Tetapi lebih baik mundur daripada maju dan jatuh atau mati.
Memang meninggalkan budaya cium hidung dan makan sirih pinang yang sudah menjadi napas hidup masyarakat NTT sangatlah sulit tetapi harus dipatuhi karena larangan ini hanya bersifat sementara selama pandemi corona.Â
Lagipula, tidak mencium hidung atau tidak saling memberikan sirih pinang bukan berarti membenci satu sama lain atau usaha menghilangkan budaya tetapi menyelamatkan kehidupan manusia sebagai pelaku-pelaku budaya.
Yakinlah! Bibir kita akan kembali merah dengan sirih dan pinang yang mempersatukan kita dalam sebuah pelukan dan cium hidung rindu selama pandemi corona.
Salam!!!
Neno Anderias Salukh