Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli pun mengatakan bahwa keputusan pengangkatan Ahok sebagai bos perusahaan pelat merah bakal menyusahkan Presiden Jokowi.
"Saya bingung, Pak Jokowi cari masalah baru. Masalah udah banyak ditambahin lagi karena nunjuk Ahok," kata Rizal Ramli di Jakarta, Jumat, 15 November 2019.
Akan tetapi, segala keputusan dirampungkan. Pada tanggal 25 November 2019, Ahok dilantik menjadi Komisaris Utama PT Pertamina yang berfungsi mengawasi kinerja direktur utama.
Bagi penulis, keputusan Erick Thohir adalah langkah berani mengeksekusi instruksi Presiden Jokowi ditengah badai penolakan yang terus menghembus. Ia tidak gentar menghadapi kritik dari berbagai pihak atas keputusan tersebut.
Mungkinkah Jokowi merasa penolakan tersebut hanyalah angin lalu? Tidak membahayakan? Saat ini, badai penolakan terhadap Ahok menjadi reda meski terakhir kali sempat meniup angin Komut rasa Dirut.
Belum lama menjadi Komisaris Utama PT Pertamina, Jokowi mengungkapkan calon kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru dan Ahok disebut sebagai salah satu kandidat yang akan bersaing dengan beberapa nama.
"Kandidat memang banyak. Satu, Pak Bambang Brodjonegoro; dua, Pak Ahok; tiga, Pak Tumiyana; empat, Pak Azwar Anas," kata Jokowi.
Meski belum rampung, bagi penulis, ini adalah cara cantik Jokowi menggandeng kembali Ahok dalam pemerintahannya. Jika kita cermati dari awal pengangkatan menjadi Komisaris Utama PT Pertamina, sebetulnya ada game yang sedang dimainkan oleh Jokowi.
Pertama, Sebelum diangkat menjadi Komut PT Pertamina, nama Ahok diumumkan sebagai salah satu kandidat pemimpin anak BUMN tanpa menyebut spesifik jabatan dan perusahaan yang akan dipimpin.
Kedua, mulai ada bocoran bahwa Ahok akan menjadi Direktur Utama PT Pertamina dengan alasan untuk membersihkan mafia-mafia di perusahaan tersebut.
Ketiga, Ahok yang digadang-gadang akan menduduki kursi direktur utama akhirnya tidak terjadi, malah Ahok diangkat menjadi Komisaris Utama PT Pertamina.