Predikat Negara Maju adalah kebijakan yang tidak objektif tetapi harus disyukuri
Setelah sekian lama, akhirnya Indonesia menjadi negara maju di mata dunia setelah Office of the US Trade Representative (USTR) Amerika Serikat (AS) mengeluarkan Indonesia dari daftar Developing and Least-Developed Countries.
Predikat 'negara maju' yang disematkan kepada Indonesia membuat banyak orang terkejut, terutama kami yang berdomisili di desa. Pasalnya, predikat tersebut sangatlah tidak objektif dengan kondisi dan situasi di pedalaman.
Dalam artikel penulis sebelumnya, penulis membuka data pendapatan per kapita Indonesia dan angka kemiskinan yang sejatinya masih jauh dari kategori negara maju.
Baca selengkapnya: Menyoal Kebijakan AS yang Mengkategorikan Indonesia sebagai Negara Maju
Tentunya, ada pesimisme dan optimisme dari penulis tentang kebijakan AS ini. Artinya penulis tidak pesimis secara berlebihan (hyperpessimist) atau sebaliknya optimis secara berlebihan (hyperoptimist).
Akan tetapi, pada tulisan penulis sebelumnya, lebih banyak memuat pesimisme penulis. Mengkritisi kebijakan AS yang tidak objektif dalam pengambilan kebijakan.
Meski demikian, Indonesia dicabut dari daftar negara berkembang merupakan kebijakan yang patut disyukuri. Meminjam komentar dari kompasianer Luhut Simor, "negara tidak perlu lagi dikasihani dunia Internasional alias berlindung dibalik Negara Berkembang (Developng Countries) untuk mendapatkan Hibah, tetapi saatnya, negara effort untuk mandiri dan mengurus diri sendiri."
Negara dipaksa untuk bekerja ekstra (keras) untuk menghadapi konsekuensi dari predikat tersebut. Misalnya pengurangan bantuan fasilitas, bea dan pajak barang yang akan dikenakan tarif tinggi dan bunga utang yang akan lebih tinggi dibandingkan dengan negara masih dalam status Official Development Assistance (ODA).
Kerja keras Indonesia didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang mayoritas ditopang oleh faktor domestik. Menurut pengamat ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia mayoritas ditopang oleh faktor domestik sehingga tidak terlalu terpengaruh dengan kontribusi ekonomi internasional.