Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penggiat Budaya | Pekerja Sosial

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nu'u, Dongeng (Bukan Sekedar Penghibur) Suku Dawan di Timor

15 Februari 2020   00:30 Diperbarui: 15 Februari 2020   06:05 1535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekas kaki Legenda Moa Hitu di Mnela Puilin, Manufui, Amanatun Selatan | Dokumen akun Facebook Amanatun.com

Dalam mitologi Hawaii , Nu'u adalah seorang lelaki yang membangun bahtera tempat ia lolos dari Air Bah . Dia mendaratkan kapalnya di atas Mauna Kea di Big Island. Bagaimana dengan Nu'u Suku Dawan (Timor)? 

Dongeng merupakan salah satu bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu Kejadian Luar Biasa (KLB) yang penuh imajinasi atau khayalan (fiksi) sehingga dianggap oleh masyarakat sebagai suatu hal yang tidak benar-benar terjadi.

Dongeng adalah bentuk sastra lisan atau cerita yang disampaikan secara turun-temurun dari generasi ke generasi yang berfungsi untuk mendidik dan juga menghibur.

Biasanya dongeng bercerita tentang hal-hal gaib (mite), kepahlawanan (sage), binatang (fabel), peristiwa asal-usul (legenda), cerita humor (jenaka), cerita menghibur (pelipur lara) dan cerita khiasan (perumpamaan).

Asal-usul dongeng sangat tidak jelas dan membingungkan sehingga pencarian akar dongeng hanya menghasilkan sebuah hipotesis sementara bahwa dongeng tertua di dunia adalah kisah tentang pandai besi dan setan.

Alkisah, si pandai besi menjual jiwanya pada setan agar bisa menjadi pandai besi paling hebat di dunia sekaligus dengan sebuah kekuatan supernatural yang baru. Menurut perkiraan para ahli, kisah ini sudah dituturkan sejak 6.000 tahun lalu (Zaman Perunggu)

Di Indonesia, bahkan untuk membuat sebuah hipotesis sementara tentang dongeng sangat tidak bisa. Pasalnya, mayoritas budaya sastra masyarakat Indonesia adalah 'sastra lisan'.

Meski demikian, hampir semua suku di Indonesia memiliki dongeng yang tidak berbeda jauh dengan negara-negara lain. Hal ini dibuktikan oleh dua peneliti dari Sumatera Selatan, Ratu Wardarita dan Guruh Puspo Negoro.

Mereka pernah membandingkan kesamaan tema dan struktur antara dongeng Jaka Tarub dari Indonesia dan Tanabata dari Jepang. Meski para peneliti menemukan perbedaan sosial dan kepercayaan, kesamaannya disebut terletak pada tema dimana terjadi pernikahan antara manusia dan bidadari.

Suku-suku di Indonesia juga memiliki kesamaan dongeng. Misalnya Sulawesi memiliki dongeng tentang keturunan puak tertentu tak boleh menyantap ikan hiu (mangiwang) karena leluhurnya dulu diselamatkan oleh hiu.

Dongeng yang sama dari Suku Banjar, keturunan puak tertentu tak boleh menyantap ikan pari karena leluhurnya diselamatkan oleh ikan pari (koreksi kalau saya salah).

Tema dongeng Sulawesi dan Suku Banjar ini sama dimana ada puak tertentu yang garis keturunannya berasal dari ikan, meskipun ikannya berbeda.

Suku Dawan di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga memiliki dongeng seperti daerah dan negara-negara lain. Dongeng tersebut disebut dengan sebutan Nu'u (dalam bahasa Dawan).

Nu'u adalah salah satu dari sekian sastra lisan Suku Dawan yang diceritakan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Ada juga yang menyebutnya sebagai cerita rakyat yang dapat dikisahkan oleh siapa saja.

Nu'u juga disebut sebagai cerita biasa yang diceritakan setiap hari sebagai pengisi waktu senggang, sebagai selingan, iseng-iseng dan teman perjalanan. Nu'u juga menjadi cerita menarik dalam beberapa acara gotong royong seperti ikat jagung di lopo, menunggu jenazah, dan sebagainya.

Seperti dongeng pada umumnya, terdapat Nu'u jenis fabel seperti kisah Asu ma Maloebibi (Anjing dan Burung Bangau). Kisah yang melukiskan persahabatan seekor anjing dan seekor bangau yang berakhir selamanya.

Selain itu, kisah Moa Hitu adalah salah satu Nu'u jenis legenda. Moa Hitu adalah manusia raksasa penakluk bumi yang meninggalkan jejak kakinya di salah satu batu di Mnela Puilin, Desa Manufui, Amanatun Selatan.

Akan tetapi, kisah legenda Moa Hitu ini dianggap sebagai sebuah Nu'u berbentuk mite karena keperkasaannya menaklukkan bumi.

Baca: Mitos Ini adalah Cara Orang Timor Melindungi Diri dari Gempa Bumi

Dan masih banyak Nu'u yang tidak dapat disebutkan satu persatu seperti Nu'u Nifu Supul (Legenda Danau Supul), Nu'u Tubu Timau (Legenda Gunung Timau), Nu'u Feot Nua (Legenda Dua Perempuan), Nu'u Feot Hitu (Legenda Tujuh Perempuan), Nu'u Fatu Atoni (Legenda Fatu Atoni) dan masih banyak Nu'u lainnya.

Karena dianggap sebagai dongeng maka Nu'u juga mengandung lima unsur intrinsik yaitu tema, alur, penokohan, latar, amanat. Akan tetapi, dalam Buku Sastra Lisan Dawan menyebut Nu'u sebagai sebuah proses tiga dimensi yang meliputi waktu, penokohan dan peristiwa.

Artinya bahwa Nu'u selalu diawali dengan kalimat pada zaman dahulu dengan tokoh-tokohnya adalah manusia atau binatang, kadang kala Dewa dengan karakter tokoh antagonis maupun protagonis maupun keduanya yang mewarnai Nu'u menjadi kisah yang menarik.

Meski demikian, alur Nu'u sangat jelas. Ada pengenalan tokoh dan hubungan antar tokoh. Timbul permasalahan, masalah semakin meningkat dan penyelesaian masalah dan akhir dari nasib tokoh-tokoh dalam Nu'u.

Tema dan amanat pun jelas. Misalnya tentang persahabatan anjing dan burung bangau yang berakhir karena kejahatan dibalas dengan kejahatan dan contoh-contoh lainnya.

Nu'u bukan sekedar penghibur, oooo....o sayang.

Ya. Nu'u bukan sekedar penghibur. Banyak orang yang bisa menuturkan Nu'u tetapi tidak semua masyarakat Suku Dawan disebut sebagai penutur atau pencerita (Anu'ut atau Anu'ub yang berarti Penutur Nu'u dalam bahasa Dawan).

Ibu saya adalah seorang Anu'ub. Sejak saya kecil hingga saat ini, ibu saya masih memiliki kemampuan menyajikan Nu'u dengan penuh penghayatan dan emosional. Gaya penuturannya membuat hubungan saya dengannya cukup dekat.

Memang, adalah hal yang wajar seorang anak dekat dengan orang tuanya. Akan tetapi, membandingkan kedekatan saya dengan ibu dan ayah, saya lebih dekat dengan ibu karena selalu menyajikan cerita yang menarik dan membuat air mata saya berulang-ulang membasahi pipi saya (seorang lelaki).

Saya tahu banyak cerita Nu'u dan bisa menuliskannya tetapi tidak mampu menceritakannya dengan intonasi, tempo dan irama yang tepat untuk menghibur orang lain. Atau mungkin setelah saya menjadi tua? Tidak ada jaminan untuk dipercayai.

Namun, Anu'ub tidak hanya sebatas menyajikan cerita dengan menarik tetapi tentang penguasaan sejarah dan ada istiadat. Lagipula, ada jenis Nu'u yang disebut dengan 'tonis pah' yang berkaitan erat dengan kebenaran sejarah dan hukum adat.

Orang yang bisa menuturkan 'tonis' (Natoni) adalah Atonis yang menguasai kebenaran hukum adat dan sejarah daerah dan asal-usul klan-klan Suku Dawan disekitarnya.

Untuk urusan ini, ayah saya adalah jagonya. Ia tidak banyak menuturkan Nu'u yang menghibur tetapi cerita-cerita sejarah dan kebenaran-kebenaran hukum adat selalu ia ceritakan. Saat ini, saya menulis banyak budaya di Kompasiana tidak terlepas dari peran ayah dan ibu saya.

Dulu masyarakat Suku Dawan di Pulau Timor menyelesaikan sengketa tanah dengan cara 'tonis pah', Nu'u yang menceritakan kebenaran sejarah untuk membenarkan yang benar.

Hukumnya maut. Kebenaran sejarah dan hukum adat Suku Dawan tidak dapat dimanipulasi demi kepentingan pribadi. Atonis yang memanipulasi sejarah akan meninggal dunia.

Ayah saya pernah berjuang menuturkan kebenaran dalam sebuah sengketa tanah di wilayah Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kebenaran membawa ayah saya menang melawan manipulasi sejarah. Hukum itu terbukti, mereka yang memanipulasi sejarah meninggalkan dunia.

Selain Anu'ub, ada jenis Nu'u yang hanya diceritakan pada musim-musim tertentu. Misalnya Nu'u yang hanya diceritakan menjelang jagung menguning.

Nu'u jenis ini selalu berakhir tragis dengan tokoh utama harus meninggalkan dunia. Lalu, Anu'ub akan menutur layaknya mengucapkan mantra agar kematian tokoh dalam cerita Nu'u ini tidak sia-sia tetapi memberi dampak pada pertumbuhan dan perkembangan jagung mereka.

Rupanya, hak tersebut didasarkan pada filosofi atau Nu'u (legenda) tentang jagung yang berasal dari pengorbanan seorang manusia untuk menghidupi orang Dawan.

Selain menghibur, tujuan cerita ini adalah untuk mempercepat pertumbuhan jagung dan lebih dari itu jagung cepat menguning. Menariknya, Nu'u sejenis ini dilarang diceritakan setelah upacara bakar jagung (tun pena).

Bagi penulis, cerita ini benar-benar menghibur bagi anak-anak. Pasalnya, tradisi 'tun pena' adalah istimewa bagi anak-anak yang diizinkan sebagai orang pertama yang mengkonsumsi jagung muda lebih dulu dari orang tuanya.

Tentunya, kebahagiaan anak-anak akan berlipat ganda setelah mendengar hiburan Nu'u, mereka diberi sebuah harapan bahwa tradisi 'tun pena' akan segera dilakukan.

Akan tetapi, ending Nu'u jenis ini yang selalu berakhir tragis dan membuat pendengar selalu menangis seperti saya juga dapat diartikan sebagai bentuk berkabung atas pengorbanan seorang anak menjadi makanan (jagung) untuk kelangsungan hidup masyarakat Suku Dawan.

Salam!!!

Oeekam, 15 Februari 2020
Neno Anderias Salukh

Referensi:

1. Buku Sastra Lisan Dawan (Departemen Pendidikan)

2.  Sejarah Dongeng: Dari Zaman Perunggu hingga Era Digital (tirto.id)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun