Alu Mama bukan hanya tentang seni tapi ada nilai yang sangat penting dibalik penggunaannya oleh laki-laki Suku Dawan (Timor)
Ada banyak aksesoris yang digunakan oleh masyarakat Suku Dawan (Timor) dalam berpakaian adat. Pada umumnya, aksesoris perempuan berbeda dengan aksesoris laki-laki.
Tentunya, perbedaan-perbedaan aksesoris tersebut menunjukkan bahwa tidak ada aksesoris tanpa arti atau makna. Semua yang digunakan diyakini sebagai simbol laki-laki atau perempuan.
Misalnya masyarakat Papua penggunaan koteka dan rok rumpe, tas noken, kalung dari gigi anjing dan sebagainya memiliki makna tersendiri.
Selain itu, ada pakaian adat Jawi Jangkep dari Jawa Tengah dengan berbagai macam aksesorisnya yang digunakan oleh kaum pria.
Pada artikel ini, saya akan membahas tentang "Alu Mama", salah satu aksesoris paling penting bagi laki-laki Suku Dawan (Timor).
Alu Mama terdiri dari dua kata yaitu Alu dan Mama. Alu berarti tas atau saku tergantung pada konteks pembicaraan, saku baju atau celana bisa disebut sebagai alu dan tas pun bisa disebut dengan Alu.
Sedangkan Mama berasal dari kata Mamat yang berarti sirih, pinang, kapur dan tembakau. Kadang kala tanpa tembakau pun tetap disebut sebagai Mamat sehingga Mamat lebih identik dengan sebutan Sirih-Pinang.
Berdasarkan arti Alu dan Mama di atas maka secara harafiah, Alu Mama berarti Tas Sirih-Pinang. Dalam Alu Mama terdapat sirih, pinang, kapur yang diisi dalam "kalat", tembakau dalam "Tiba".
Akan tetapi, kadang kala dibuat dari kain tenunan tak bermotif. Motifnya terbuat dari susunan mute/muti (manik-manik) sedangkan bibir dan tali tas dipasang susunan Noin Muti (uang perak atau logam putih).
Oleh karena itu, untuk membedakan kedua jenis Alu Mama ini, Alu Mama yang menggunakan logam putih disebut sebagai Aul Noni. Aul berasal dari kata Alu sedangkan Noni berarti uang, tapi ini merujuk pada uang perak atau logam putih yang digunakan.
Perlu diketahui bahwa Noni tidak berarti isi dalamnya adalah uang atau logam putih. Isinya adalah sirih pinang sebagaimana fungsinya. Hanya saja, penyebutan ini untuk memudahkan bayangan orang lain terhadap Alu Mama bahwa yang digunakan bukan sekedar Alu Mama biasa.
Biasanya, Alu Mama dibuat oleh ibu-ibu. Khususnya untuk perempuan lajang harus mampu membuat Alu Mama sebagai salah syarat menikah. Meskipun, kadangkala beberapa orang membuat dengan desain yang lebih menarik untuk dijual.
Akan tetapi pada umumnya, Aul Noni-lah yang digunakan dalam upacara-upacara adat karena memiliki nilai estetika yang lebih tinggi dibandingkan dengan Alu Mama tanpa Mute/muti dan Logam Putih.
Nah, Alu Mama bukan sekedar dipajang sebagai sebuah seni berpakaian tetapi merupakan simbol laki-laki Suku Dawan. Esensialnya sirih pinang dalam upacara-upacara adat harus dimiliki oleh semua orang apalagi laki-laki yang menduduki tempat tertinggi dalam urusan-urusan adat.
Kadang sulit bagi kita, untuk membedakan seseorang yang telah menikah dan belum menikah. Tidak serta-merta kondisi fisik menjadi faktor utama untuk menilai seseorang.
Ada yang telah menikah, statusnya sudah menjadi orang tua tetapi facenya masih muda. Ada yang belum menikah tapi kadang kala terlihat lebih tua.
Umur pun tidak dapat dijadikan sebagai standar ukuran. Apakah seseorang telah menikah? Kadang, ada yang sudah berkepala empat tapi memilih untuk tetap melajang atau menjalani takdir hidup alyas jomblo. Hehehe
Hal yang paling rumit adalah mengetahui status seseorang yang sudah bertunangan atau sudah melepas statusnya sebagai bujangan. Jika tidak ada pengakuan dari dirinya atau publikasi darinya maka yang pastinya kita tidak akan tahu.
Akan tetapi, Alu Mama yang digunakan laki-laki Suku Dawan (Timor) merupakan tanda khusus yang dapat dijadikan sebagai simbol seorang laki-laki telah melepas statusnya sebagai bujangan.
Saat seorang laki-laki belum bertunangan, penggunaan Alu Mama tidak diwajibkan kecuali upacara-upacara adat. Akan tetapi,
Pada saat seorang laki-laki sudah mulai bertunangan, ia diwajibkan memiliki Alu Mama.
Artinya bahwa ia berproses menjadi dewasa dalam sistem sosial budaya. Karakternya harus menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang sudah berkeluarga (tua) sehingga memiliki peran penting dalam sistem sosial.
Alasannya adalah Mamat bukan hanya tentang upacara-upacara adat tapi Mamat merupakan bahan pemersatu dan komunikasi bagi masyarakat Suku Dawan.
Laki-laki yang memegang kendali dalam sistem sosial budaya Suku Dawan harus menjadi figur yang komunikatif dan mampu mempersatukan semua elemen masyarakat. Apalagi statusnya bukan lagi anak-anak tapi sebagai orang tua.
Seorang laki-laki yang pada dasarnya sudah melepas status bujangannya tapi tidak menggunakan Alu Mama akan dijudge sebagai anak kecil oleh masyarakat. Bahkan, akan ditegur oleh orang-orang yang lebih tua darinya.
Selain itu, masyarakat sekitar akan mempertanyakan tunangannya. Bagi masyarakat Dawan, jika perempuan tidak memberikan Alu Mama berarti ia belum siap menikah.
Oleh karena itu, Alu Mama harus dimiliki oleh laki-laki Suku Dawan yang sudah berada di gerbang pelaminan. Sayangnya, banyak orangtua yang tidak menggunakan Alu Mama yang dibuat dari kain tenunan lagi, mereka lebih memilih membeli tas-tas yang dijual di toko.
Salam!
Kupang, 09 Februari 2020
Neno Anderias Salukh
Wajib Baca: Mengenal Mamat, Budaya Orang Timor Makan Sirih Pinang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H