Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Luli, Wadah Penyimpanan Air Minum Suku Dawan (Timor)

31 Januari 2020   08:30 Diperbarui: 31 Januari 2020   15:06 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil screenshot dari film dokumenter tentang Boti. Youtube/Watchdoc Image

Luli adalah teknologi tradisional untuk pengambilan dan penyimpanan air minum yang hampir punah.

Pada saat ini, mayoritas masyarakat Suku Dawan di pedalaman Pulau Timor menggunakan jerigen untuk mengambil air minum di lembah maupun di gunung. Saya tidak tahu berapa banyak suku di pedalaman Indonesia yang masih mengambil air di gunung dengan metode yang sama seperti orang Dawan tapi saya yakin ada beberapa suku yang demikian.

Pada umumnya, jerigen terbuat dari bahan plastik dengan ukuran yang bervariatif. Mulai dari ukuran satu liter hingga dua puluh liter. Penggunaannya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing orang.

Jerigen juga dapat digunakan sebagai pengganti botol air minum. Rata-rata digunakan oleh para petani yang bekerja di kebun. Alasannya adalah ukuran yang cukup besar dapat menampung air minum yang cukup banyak dan membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk habis.

Akan tetapi, jauh sebelum kehadiran wadah penyimpanan air minum yang terbuat dari plastik dan lain sebagainya seperti yang kita kenal saat ini, masyarakat Suku Dawan di Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah memiliki wadah penyimpanan air minum. Masyarakat Dawan menamainya Luli (bahasa Dawan).

Luli terbuat dari batang pohon bambu atau bambu betung (bambu yang berukuran besar). Bambu betung banyak dikenal oleh orang Asia Tenggara. Aceh mengenalnya dengan sebutan Trieng Betong, Jawa mengenalnya dengan sebutan Pereng Petong dan beberapa daerah lainnya dengan sebutannya masing-masing.

Sedangkan Suku Dawan mengenal bambu betung dengan sebutan petu atau petuk. Khususnya di kampung saya lebih akrab dengan sebutan petu.

Sebelum bambu betung dipotong, hal-hal yang harus diperhatikan adalah usia bambu betung. Usia bambu menentukan kualitas, semakin tua bambu tersebut maka penggunaannya pun cukup lama. Begitupun sebaliknya, jika bambu muda yang digunakan maka penggunaannya hanya dalam waktu sekejap.

Parang dan linggis merupakan alat-alat yang digunakan dalam pembuatan Luli. Parang digunakan untuk memotong bambu dan membersihkannya sedangkan linggis digunakan untuk melubangi batang bambu atau penutup ruas-ruasnya. Pada kasus-kasus tertentu, misalkan bambu tua yang sangat keras, pemotongannya menggunakan kapak.

Potongan bambu yang disediakan untuk pembuatan Luli dengan ukuran panjang 1,5 meter hingga 2 meter. Akan tetapi, zaman dahulu masyarakat Dawan belum mengenal sistem pengukuran tersebut sehingga ukurannya dilihat dari ruas bambu. Biasanya, pembuatan Luli membutuhkan 3-4 ruas bambu dengan diameter 3-4 inci atau dapat digenggam dengan kedua tangan.

Kemudian salah satu ujung bambu dilubangi dengan linggis yang akan berfungsi sebagai mulut wadah (Luli). Besarnya disesuaikan dengan diameter bambu. Penutupnya menggunakan daun-daun atau sabut kelapa.

Lalu sambungan ruas di antara pangkal dengan mulut Luli dilubangi dengan menggunakan linggis. Agar lebih rapi, sambungan ruas bagian dalam harus dipastikan dilubangi dengan baik dan hampir rata dengan diameter bambu.

Penggunaannya memang rumit, Luli yang sudah terisi dengan air dipikul di salah satu bahu dengan kemiringan tertentu. Hal ini sangat penting agar air yang ada tidak merembes keluar melalui tutupan yang hanya menggunakan daun-daun atau sabut kelapa.

Hasil screenshot dari film dokumenter tentang Boti. Youtube/Watchdoc Image
Hasil screenshot dari film dokumenter tentang Boti. Youtube/Watchdoc Image
Luli yang digunakan untuk pengambilan air di gunung memiliki ukuran yang lebih besar daripada Luli yang digunakan sebagai botol air minum.

Ibu saya pernah bercerita bahwa pada zaman kerja rodi, para orang tua dari Suku Dawan membawa Luli dengan air yang sudah diisi dengan tongkol jagung atau likaf (dalam bahasa Dawan). Saat mereka hendak minum, tongkol jagung dikeluarkan dan dihisap. Tujuannya adalah mencegah pemborosan air karena tidak akan diizinkan oleh pihak Belanda untuk mengambil air minum pengganti.

Saat ini, hanya satu-satunya desa yang menggunakan Luli sebagai tempat penyimpanan air minum adalah Desa Boti (Bagian Suku Dawan yang belum tersentuh dengan modernisasi). Saya lebih memilih menyebut Desa Boti bukan Suku Boti karena Boti merupakan bagian dari Suku Dawan, khususnya Sub Suku Amanuban. Kehidupan sehari-hari orang Boti adalah pelestarian kehidupan sehari-hari orang Dawan yang hampir punah.

Luli adalah salah satu peralatan teknologi tradisional yang seharusnya dilestarikan dan mungkin dimodifikasi. Bukan hanya menjadi Luli tetapi menjadi botol-botol air minum berukuran mini dan gelas-gelas miniatur yang menarik, sekaligus mengurangi penggunaan plastik yang berlebihan.

Salam!!!

Mauleum, 31 Januari 2020
Neno Anderias Salukh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun