Begitupun sebaliknya, saya cenderung berpikir negatif terhadap para pejabat negara lainnya yang mengangkat isu ini bahwa mereka cenderung menebar fitnah untuk membunuh karakter orang lain.
Memang beberapa dugaan korupsi sebelum pembuktian akhirnya terbukti benar seperti kasus PT Garuda dan desa-desa fiktif yang menelan myliaran rupiah dari uang negara. Akan tetapi, dugaan adalah sebuah hal yang kebenarannya masih diragukan atau masih mungkin.
Oleh karena itu, polemik PT Asabri akan berbuntut panjang dan berpeluang memperpanjang rasa tidak percaya publik kepada upaya pemberantasan korupsi.
Meskipun sudah ditepis oleh Dirut, dugaan ini harus benar. Tidak bisa tidak. Pasalnya, jika hal tersebut tidak dibuktikan maka akan muncul dugaan kongkalikong di lingkup pemerintah itu sendiri.
Meskipun tidak dibuktikan, opini publik terlanjur digiring oleh pejabat-pejabat negara dan Dirut Asabri sendiri. Lagipula, BUMN Indonesia yang dicap sedang sakit. Pertamina, Garuda dan Jiwasraya adalah buktinya.
Rasa tidak percaya terhadap BUMN seolah-olah berubah menjadi sebuah stigma bahwa setiap BUMN dengan skandalnya tersendiri, seakan tidak ada BUMN yang benar atau dipercaya mengelola keuangan negara.
Seharusnya, jika benar ada indikasi korupsi, Dirut Asabri tidak melakukan konferensi pers bahwa uang yang dikelola oleh Asabri masih dalam taraf aman terkendali. Atau, para pejabat negara diam atau jangan semena-mena menuduh.
Kasus Wahyu Setiawan dengan PDI-P yang menguak menyempitnya ruang gerak KPK semakin menyakinkan publik yang ragu dengan UU KPK yang baru. Bagaimana mungkin publik tidak berpikir gila jika pada akhirnya Asabri yang dikuasai oleh militer dan aparat tidak dibuktikan oleh pihak yang menuduh bahwa terjadi korupsi.
Memang duet Erick Thohir dan Sri Mulyani patut diacungi jempol dalam membongkar beberapa skandal. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, drama-drama gila bakal dilakonkan.
Salam!!!
Neno Anderias Salukh