OTT terhadap Wahyu Setiawan bukan hanya sebagai bukti racun dalam pesta demokrasi tetapi juga membuka tabir anggota legislatif kita
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengejutkan publik. Pasalnya, Tindakan Wahyu Setiawan menerima suap untuk penetapan anggota DPR-RI terpilih 2019-2024 dari PDIP ini dianggap mencederai demokrasi di Indonesia.
Menurut Wakil Ketua KPKÂ Lili Pintauli Siregar, OTT KPKÂ yang menyeret komisioner KPUÂ ini dilakukan setelah KPKÂ mendapat informasi adanya transaksi dugaan permintaan uang dari Wahyu kepada Agustiani Tio Fridelina yang disebut sebagai orang kepercayaan Wahyu.
Seperti dilansir dari alinea.id, Wahyu menerima sejumlah uang dari permintaan dana operasional sebesar Rp900 juta untuk menetapkan Harun Masiku, kader PDIP sebagai pengganti antar waktu (PAW) almarhum Nazarudin Kiemas, Caleg Terpilih periode 2019-2024.
***
Indonesia sempat menjalani masa suram dalam dunia demokrasi selama lebih dari tiga dekade. Dibawah kepemimpinan Soeharto, prinsip otoriter mempengaruhi semua lembaga negara.
Demokrasi, paham yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara seakan tidak terasa lagi. Akibatnya, ketidakadilan terhadap kemanusiaan menjelma sebagai sebuah paham yang mesti dianut.
Suara rakyat yang dipercaya sebagai suara Tuhan tak didengar. Tak ada satupun yang mampu menyuarakan suara rakyat. Tahun 1998, reformasi pelengseran pemerintah yang otoriter dan penuntutan penegakan demokrasi berhasil dilakukan. Salah satunya tujuannya untuk menghilangkan prinsip otoriter di bumi Indonesia. Itu yang harus dipegang oleh legislatif, wakil rakyat yang dipercaya menyuarakan aspirasi masyarakat.
Untuk menghasilkan seorang wakil rakyat yang baik maka harus melalui sebuah proses yang baik pula. Karena itu, dibentuklah sebuah lembaga yang dipercaya menyelenggarakan pesta demokrasi yang jujur dan adil.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), demikianlah nama yang disepakati untuk memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil. Hal tersebut merupakan faktor yang sangat penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas yang mampu menyuarakan aspirasi rakyat bukan duduk, diam, dengar dan pulang.
Komisi yang beranggotakan akademisi, peneliti dan birokrat (selain politisi) ini diharapkan memiliki integritas moral (jujur dan adil) dan membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat.