Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

"Permainan Cantik" Airlangga di Balik Mundurnya Bamsoet

4 Desember 2019   05:28 Diperbarui: 4 Desember 2019   20:04 4297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bamsoet mundur dari bursa pencalonan ketua umum Partai Golkar. Apakah ini adalah langkah cerdik Airlangga Hartarto?

Pada tanggal 18 Juli 2019, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendeklarasikan diri sebagai calon ketua umum Partai Golkar periode 2019-2024 untuk bersaing dengan beberapa nama termasuk Petahana, Airlangga Hartarto.

Pasca pendeklarasian dirinya sebagai calon ketua umum Golkar, saya tidak ragu menyebutnya sebagai pesaing berat Airlangga Hartarto dalam perebutan kursi ketua umum Partai Golkar.

Baca: Bambang Soesatyo, "Calon Kuat" Ketua Umum Partai Golkar

Dukung terhadap pria yang akrab disapa Bamsoet ini datang dari berbagai elemen. Dalam internal partai, Bamsoet memiliki masa yang cukup untuk mengalahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Jokowi dan Luhut Panjaitan pun merupakan sosok dibalik pendeklarasian Bamsoet sebagai calon ketua umum Golkar. Pertemuan Bamsoet dan Luhut sebelum deklarasi merupakan bukti yang patut dicurigai.

Persaingan perebutan kekuasaan Golkar terus memanas. Masing-masing kubu mulai bekerja melakukan kampanye untuk memenangkan jagoan mereka.

Akan tetapi, tensi yang sempat memanas tersebut menurun ketika ada negosiasi untuk perebutan kursi ketua MPR. Masing-masing partai mulai mempersiapkan kadernya untuk maju sebagai calon ketua MPR.

Ahmad Basarah dari PDI-P, Gerindra mengusung Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat dari NasDem, Jazilul Fawaid dari PKB, Hidayat Nur Wahid dari PKS, Zulkifli Hasan dari PAN, Syarief Hasan dari Demokrat dan Arsul Sani dari PPP sedangkan Airlangga Hartarto mengusung Bambang Soesatyo.

Setelah melalui berbagai negosiasi, Bambang Soesatyo resmi dipilih secara aklamasi untuk menduduki kursi MPR. Momentum ini dinilai oleh publik bahwa akan menjadi akhir dari kompetisi dengan Airlangga dalam memperebutkan kursi Ketua Umum Partai Golkar karena diduga adanya kesepakatan politik yang telah disepakati bersama. Hal tersebut disimpulkan dari kata-kata Bamsoet yang mengatakan bahwa tidak ada lagi persaingan antara dirinya dengan Airlangga.

"Saya ingin mengatakan tidak lagi persaingan, kita sudah selesai," kata Bamsoet di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10), seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL.

Bagi kebanyakan orang, jabatan Ketua MPR yang diberikan kepada Bamsoet disebut-sebut sebagai kesepakatan antara Airlangga dan Bamsoet agar Bamsoet tak maju menjadi calon Ketum Partai Golkar.

Akan tetapi, tak disangka persaingan tersebut hanya mati suri. Pada awal bulan November persaingan ini kembali mencuat setelah Bamsoet dikabarkan ingin mempertimbangkan maju kembali sebagai kandidat Ketum Golkar.

Bagi penulis, Persaingan yang kembali muncul ini adalah akibat dari penolakan terhadap kubu Bamsoet yang masuk ke Kantor DPP Partai Golkar saat ingin menyelenggarakan Rapat Pleno pada Rabu (4/9) lalu.

Ya, penolakan yang dilakukan oleh Airlangga membuat para pendukung Bamsoet geram. Dilansir dari CNN Indonesia, Loyalis Bamsoet, Nusron Wahid mengatakan bahwa penolakan ini merupakan sebuah hal yang tragis.

Padahal, kedatangan para pendukung Bamsoet hanya untuk meminta konfirmasi dari Airlangga dan Sekjen Partai Golkr Lodewijk Freidrich Paulus terkait Rapat Pleno yang belum juga digelar oleh pengurus pusat.

Sakit hati dan kekecewaan tersebut membakar semangat para pendukung Bamsoet untuk terus berjuang memperebutkan kursi pimpinan partai beringin ini. Adu mulut terus-menerus terjadi antara loyalis Airlangga dan Bamsoet.

Para pendukung Bamsoet mengatakan bahwa tidak ada perjanjian atau kesepakatan antara Airlangga dan Bamsoet terkait dengan pencalonan ketua umum partai Golkar. Hal yang disepakati adalah kesediaan Bamsoet memimpin MPR dan mendukung kebijakan Airlangga dalam pelaksanaan Munas.

"Sedangkan yang kami Tim Bamsoet pahami tentang kesepakatan antara Bamsoet dan Airlangga, di mana Bambang Soesatyo bersedia ditugaskan oleh Partai Golkar untuk menjadi Ketua MPR RI dan mendukung kebijakan ketua umum untuk melaksanakan Munas pada bulan Desember 2019 nanti," kata juru bicara Bamsoet, Sirajuddin Wahab melalui keterangan tertulis.

Di sisi lain, para pendukung Airlangga menilai pendapat para pendukung Bamsoet sebagai upaya penggiringan opini karena memang benar bahwa ada kesepakatan antara Airlangga dan Bamsoet soal kursi ketua umum Partai Golkar. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan ada komitmen dari Bamsoet untuk mendukung Airlangga.

Persaingan ini dinilai mengancam keutuhan dan persatuan Partai Golkar. Situasi politik pun akan mengancam situasi nasional. Karena itu, para senior Golkar mengambil langkah-langkah penting untuk menurunkan tensi persaingan ini.

Tanggal 03 Desember 2019, Bamsoet menyatakan mundur dari persaingan perebutan kursi ketua umum. Bamsoet mundur dari bursa pencalonan pasca pertemuannya bersama Luhut dan Airlangga di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

"Maka dengan semangat rekonsiliasi yang kita sepakati bersama demi menjaga soliditas dan keutuhan Partai Golkar, maka saya pada sore ini menyatakan tidak meneruskan pencalonan sebagai kandidat Ketua Umun Partai Golkar periode 2019-2024," kata Bamsoet.

Selain alasan tersebut di atas, Bamsoet memberikan alasan tambahan mengapa ia mundur dari bursa pencalonan. Ia mengatakan bahwa ada nasihat dari para elite politik Golkar yang ia pertimbangan.

Bagi penulis, keputusan Bamsoet mundur adalah keputusan yang sangat sulit. Jika sebelumnya Airlangga tidak mengusulkan Bamsoet untuk memimpin MPR maka mungkin sangat mustahil Bamsoet mundur dari persaingan perebutan ketua umum.

Inilah strategi Airlangga Hartarto yang patut diacungi jempol. Jika hati Bamsoet merujuk pada kekuasaan maka ia mampu menjinakkan hati Bamsoet dengan pemberian kursi kekuasaan MPR.

Lagi pula, setelah era Airlangga di Golkar dan era Bamsoet di MPR maka saya pikir Bamsoet akan mengambil alih kursi ketua umum Golkar. Saya yakin bahwa, inilah kata-kata harapan yang bisa diberikan oleh para elit Politik Golkar kepada Bamsoet sehingga akhirnya ia mengatakan mundur dari bursa pencalonan.

Salam!!!

Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat; Lima; Enam; Tujuh; Delapan;

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun