Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa yang Harus Dilakukan terhadap Guru?

25 November 2019   13:04 Diperbarui: 26 November 2019   07:29 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Magazine

Jika anda adalah guru, orang tua atau siapapun anda yang pernah dididik oleh guru, luangkan waktu anda sejenak untuk membaca artikel ini sebagai peringatan hari guru.

Guru Di Mata Hirohito

Ketika dua kota di Jepang Hiroshima dan Nagasaki dihancurkan oleh tentara sekutu dengan dua buah bom atom, Jepang seakan lumpuh tak berdaya. Pasalnya pemboman yang terjadi pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 menewaskan 129.000 dan 226.000 orang, tidak sedikit juga mereka yang terluka akibat kebakaran dan cedera hebat menyusul ke liang kubur, penderita akibat radiasi pengeboman pun tak terhitung jumlahnya.

Para tentara Jepang berlari ketakutan, mereka menghadap Kaisar Hirohito untuk menyembunyikannya karena bagi mereka satu-satunya kekuatan yang masih tersisa adalah ''Dewa Matahari Hirohito".

Hirohito memikirkan hal yang tidak mereka pikirkan. Hirohito tidak memikirkan dirinya bagaimana ia bisa selamat dari gempuran sekutu, Hiroshima dan Nagasaki yang telah hancur dan Tokyo yang hanya menyisakan istana.

"Berapa jumlah guru yang tersisa?" Hirohito tiba-tiba bertanya kepada para prajuritnya.

Ditengah kebingungan, para prajurit masih bersikeras untuk menyelamatkan Hirohito tanpa guru-guru yang Hirohito maksud. Mereka berpikir bahwa Hirohito membutuhkan guru untuk selamat adalah hal yang tidak masuk dalam akal sehat manusia.

Oleh karena itu, Hirohito mulai menjelaskan maksud dan tujuannya ia menanyakan guru-guru yang masih tersisa. Saya bayangkan, jika gaya berbicara Hirohito seperti raja-raja yang terdapat dalam beberapa film kerajaan, kira-kira kata pertama yang ia keluarkan seperti ini.

"Diam," mungkin dengan nada yang tinggi dan mata yang tak berkedip melihat para prajuritnya satu persatu. Lalu ia melanjutkan dengan intonasi yang perlahan tetapi membakar semangat para tentaranya.

"Kita telah jatuh, karena kita tidak belajar. Kita kuat dalam perang dan strategi perang. Tapi kita tidak tahu bagaimana mencetak bom yang sedahsyat itu. Kalau kita semua tidak bisa belajar bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan dari guru yang masih tersisa di pelosok kerajaan ini, karena sekarang bagi mereka kita akan bertumpu, bukan pada pasukan-pasukan," tegas Hirohito.

Bayangkan, begitu pentingnya seorang guru di mata Hirohito. Di saat tidak ada yang memikirkan nyawa mereka; di saat tidak ada yang mempedulikan mereka; di saat tidak ada yang menanyakan keberadaan mereka, Hirohito memikirkan mereka; mempedulikan mereka dan menanyakan keberadaan mereka.

Hirohito tahu bahwa hanya guru yang bisa mengembalikan kehancuran Jepang; hanya guru yang bisa membangkitkan kembali Jepang; hanya guru yang bisa membuat Jepang kokoh dan membalas peristiwa kelam itu.

Setelah itu, Jepang tidak membuat sebuah pembalasan kejam yang bisa dicatat dalam sejarah, mereka hanya terus belajar bersama guru-guru yang sempat trauma dengan peristiwa berdarah itu.

Guru demi guru dihasilkan, teknisi demi teknisi diciptakan seiring berjalannya waktu. Kini, Jepang yang sempat merayap itu menjelma sebagai salah satu negara dengan teknologi paling maju di dunia.

Kita merasakan itu. Saat ini saya sedang menggunakan motor Honda milik Jepang, ada teman-temana saya menggunakan motor Suzuki dan Yamaha milik Jepang dan mungkin para pembaca. Bahkan, ketiga jenis ini menguasai pasar sepeda motor di Indonesia bahkan dunia. Selain itu, mesin-mesin mobil seperti Toyota, Izusu dan sebagainya menguasai pasar dunia.

Menurut cerita dari beberapa orang yang sempat mengenyam studi di Jepang, orang Jepang memiliki karakter yang sangat baik dibandingkan dengan orang Indonesia. Bukan berarti karakter orang Indonesia tidak baik. Salah satu hal yang jarang terjadi di Indonesia adalah hampir tidak ditemukan barang-barang orang lain hilang meskipun barang itu terjatuh di tengah jalan. Pasti orang yang mengambilnya akan mengembalikan kepada pemilik.

Begitu luar biasanya seorang Hirohito, membentuk Jepang dari guru-guru sisa pemusnahan menjadi sebuah negara yang begitu maju secara teknologi dan karakter. Bagi saya, guru-guru tersebut adalah arsitektur terbaik dalam sejarah Jepang.

Guru di mata beberapa negara Eropa saat ini

Jika ada orang di sekitar kita menanyakan negara manakah yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia, bagi saya semua orang akan menyebut negara-negara Norwich seperti Finlandia. Sistem pendidikan di negara yang terletak di ujung Benua Eropa ini berbeda dengan negara-negara lain.

Guru adalah nomor satu dalam sistem pendidikan Finlandia. Bahkan, menurut beberapa catatan, Finlandia merupakan salah satu negara yang menjadikan profesi guru sebagai profesi dengan gaji tertinggi. Karena mereka hanya memilih orang-orang terbaik untuk menjadi guru dan menerapkan kecintaan membaca kepada warganya sejak dini.

Jerman, selain menyediakan pendidikan gratis, salah satu negara tercanggih di bidang otomotif ini menjadikan guru sebagai profesi yang istimewa. Pemerintah memberikan gaji yang tinggi kepada guru, berkisar dari 86 juta-106 juta rupiah.

Terlepas dari pendapatan negara yang cukup besar, alasan utama Jerman mengutamakan guru adalah pentingnya pendidikan bagi orang Jerman.

Guru tidak menuntut dihargai tapi wajib dihargai

Gaji yang tinggi tidak sebanding dengan pengorbanan seorang guru. Gaji hanya untuk mensejahterakannya bukan membayar apa yang ia kerjakan. Guru tidak bisa dihargai dengan uang, emas, perak dan apa pun itu karena tidak satupun yang memiliki nilai jual melampaui perjuangan dan ketulusan seorang guru.

Siapa yang sangat peduli dengan kita atau anak kita untuk menguras pikirannya mengajarkan hal yang "tidak berarti baginya" jika ia mau berpikir egois. Mungkin anda berpikir, anda bisa mengajarinya, saya mohon untuk Anda memikirkannya selama satu bulan sebelum membantah pernyataan saya.

Beberapa orang berpikir bahwa mengerjakan tugas mereka sungguh-sungguh karena uang. Saya hanya ingin memberikan contoh guru-guru honorer di pedalaman yang mengabdi tanpa syarat rupiah. Mereka mewakili pengorbanan seorang guru.

Guru seharusnya diperlakukan layaknya raja (bukan berarti menyembah). Namun, perkembangan dunia menggeser status guru yang harus dihormati dan dihargai.

Baru-baru ini di Manado, seorang siswa memilih membunuh gurunya yang menegurnya karena merokok. Salah satu bukti dan contoh bahwa guru seakan kehilangan otoritas untuk dihargai, dihormati dan "ditakuti".

Baru setahun saya menjadi guru, saya menemukan rata-rata siswa zaman sekarang kurang menghargai dan menghormati guru. Berbicara dengan guru layak teman sejawat, saya tidak bermaksud membuat tembok pemisah antara guru dan murid tapi status guru dan siswa tidak ada dalam relasi antara guru dan murid.

Saya tidak tahu apakah saya dan teman-teman guru tidak mampu menunjukkan otoritas sebagai seorang guru atau apakah ada faktor lain yang menyebabkan seperti pola asuh orang tua dalam lingkungan keluarga dan pengaruh lingkungan.

Akan tetapi, saya yakin bahwa tiga faktor penyebab ini bertalian erat dalam pembentukan karakter siswa dalam memperlakukan guru.

Ironisnya bukan hanya siswa, ada beberapa orang tua siswa pun tidak menghargai guru. Saya menyaksikan teman saya diperlakukan seperti itu. Hanya karena siswa tidak memahami apa yang teman guru saya sampaikan, ia menyampaikan hal yang membakar amarah orang tuanya.

Teman saya dikatain bodoh, paksa diri menjadi guru padahal teman saya sudah berjuang beberapa tahun untuk memanusiakan anaknya. Ironis sekali.

Saya tidak tahu dengan kondisi sekolah ditempat lain, apakah guru masih memiliki tempat yang istimewa? Jika saat ini, otoritas guru tergeser maka tidak semata-mata kita menyalakan faktor lain. Guru harus merefleksi diri.

Saya harus mulai dari pertanyaan mengapa harus jadi guru? Kalau pertanyaan mengapa harus jadi guru ditujukan kepada saya, saya tidak langsung menjawabnya, saya ingin bercerita terlebih dahulu. Dulu, ketika baru masuk kuliah, banyak yang menyarankan saya untuk masuk ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tapi saya memilih menolaknya dengan alasan saya tidak mampu menjadi seorang guru karena guru bukan hanya sekedar mengajar matematika atau fisika dan sebagainya tapi guru bagaimana memanusiakan manusia.

Pendeta Sthepen Tong menyebut guru sebagai Arsitek Jiwa. Ia diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk memegang sebuah kuas dengan cat untuk mengukir masa depan dan karakter seorang anak. Jika ia tidak menggunakannya dengan baik, gambar yang dihasilkan akan menjadi kacau dan tidak memiliki arti.

Juga, ibarat tukang kayu yang mengukir sebuah patung dari sepotong kayu bulat. Ia harus menggunakan alat pemahat dengan penuh hati-hati untuk menghasilkan sebuah ukiran yang akan memiliki nilai estetika yang tinggi.

Jika ia salah membuatnya, ia harus berjuang untuk membuat ukiran yang baru meski masih menggunakan kayu yang sama. Ukuran dan model akan berubah. Semakin banyak ia melakukan kesalahan, kayu itu hanya bisa digunakan sebagai kayu bakar. Berguna tapi nilainya berubah jauh dari tujuan awal pembuatannya.

Sama dengan murid yang guru arsiteki, jika ada kesalahan dalam mendidiknya, masa depan dan karakter anak tersebut akan bobrok. Bahkan, ia tidak akan dianggap dalam lingkungan masyarakatnya.

Waduh, saya sepertinya guru yang hebat, menulis ini tanpa beban, seolah-olah saya adalah guru yang paling sempurna. Tidak, saya baru belajar menjadi guru dan ini refleksi saya dan kita bersama.

Susah menjadi guru. Maju kena mundur kena. Ibarat peribahasa "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari". Pertama mendengar peribahasa ini, saya bilang apakah tidak ada peribahasa lain yang lebih sopan? Akan tetapi setelah memahaminya, saya pikir ini adalah peribahasa yang tepat.

Apa yang dilakukan oleh guru tidak sepenuhnya dilakukan oleh siswa. Siswa hanya berusaha mendekati kesempurnaan. Misalnya kita memberikan skor 1-10 untuk sebuah perilaku, jika guru melakukan dengan nilai 10 maka siswa akan mampu melakukan nilai 9.

Akibatnya jika guru itu bobrok, siswanya akan lebih bobrok; Jika gurunya porno makanya muridnya akan jadi bintang porno; jika gurunya pemarah maka muridnya akan jadi preman jalanan. Kira-kira begitu jika dilihat dari sisi karakter.

Alangkah sulitnya jadi guru. Dari sisi kegiatan belajar mengajar, guru harus menyiapkan diri secara ekstra untuk memberikan yang terbaik. Jujur, kadang kala saya lalai dalam hal ini karena tidak sanggup. Apalagi saya mengajar di kampung. Saya tidak bermaksud merendahkan tapi kemampuan bernalar anak-anak di kampung masih rendah. Soal ini harus ada pembahasan khusus karena penyebabnya cukup kompleks.

Hari ini mengajar, besok anak-anak lupa. Mengajar ulang, besoknya lupa lagi. Begitu-begitu saja. Saya manusia, kadang lalai dalam persiapan karena saya menganggap melakukan hal-hal yang sudah lazim tapi toh tidak ada perubahan.

Dari hal tersebut di atas kita harus sadar bahwa semua orang bisa menjadi guru tapi tidak semua orang bisa menjadi guru yang professional (benar-benar guru). Oleh karena itu, bagaimana pun guru harus berjuang menjadi guru yang profesional karena mati hidupnya sebuah negara ada ditangan guru. Guru adalah sosok penting yang membawa manusia dari kegelapan menuju terang.

Advayataraka Upanishad Ayat 16 berbunyi "The syllable gu means darkness, the syllable ru, he who dispels them, Because of the power to dispel darkness, the guru is thus named."

Guru adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mengusir kegelapan ketidaktahuan. Kira-kira maknanya demikian seperti itu.

Oleh karena itu, Guru harus mengembalikan otoritas guru yang sudah tercipta secara alamiah sejak dulu agar guru dihargai dan dihormati serta diperlakukan istimewa.

Lalu bagaimana dengan orang tua? Apa yang harus dilakukan terhadap guru. Ingat, seorang guru memiliki anak untuk ia didik tapi ia menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengarsiteki masa depan anak anda. Perlakukalah guru secara terhormat. Hargailah guru yang membuang waktu kesenangannya demi anak anda. Hirohito adalah contohnya, ia meninggalkan status kekaisarannya untuk mengangkat guru-guru menjadi orang nomor satu di Jepang. Sebuah penghargaan yang luar biasa untuk dicontohi.

Salam !!!

Selamat Hari Guru,

Mauleum, 25 November 2019

Neno Anderias Salukh

Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun