Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menunjuk tujuh orang baru yang menjadi Staf Khusus Kepresidenan (SKP). Di beranda Istana Merdeka, Jokowi mengumumkan nama-nama tersebut yang mana semuanya mewakili kaum milenial.
Dewi Indahsari Tanjung, CEO dan Founder Creativepreneur merupakan Jebolan sarjana Academy of Arts di San Fransisco yang baru berusia 23 tahun.
Adamas Belva Syah Devara, double degree magister lulusan Harvard dan Stanford yang merupakan Pendiri Ruang Guru berusia 29 tahun.
Ayu Kartika Dewi, pendiri dan mentor lembaga Sabang Merauke 1000 anak bangsa berusia 36 tahun.
Angkie Yudistia, penyandang disabilitas (difabel tunarungu) yang mendirikan Thisable Enterprise, usianya 32 tahun.
Gracia Billy Yosaphat Membrasar, Pemuda asal Papua yang pernah meraih beasiswa kuliah di Oxford dengan usia 31 tahun.
Aminuddin Ma'ruf, Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII berusia 33 tahun Dan Andi Taufan Garuda, Pendiri Lembaga Keuangan Amartha  dengan usia 32 tahun.
Keputusan Jokowi merupakan kembalinya harapan yang sempat hilang. Ya, Pasca kemenangan Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres kemarin, Jokowi bertekad merangkul setidaknya beberapa anak muda dalam kabinetnya. Bahkan ia pernah mengatakan bahwa terdapat menteri yang berusia dibawah 30 tahun.
Akan tetapi, setelah pembentukan kabinet, nama yang paling muda dalam jajaran menteri hanya Nadim Makarim dengan usia 35 tahun. Nadim disebut mewakili kaum milenial di kabinet Jokowi.
Angela Tanoesoedibjo yang mendampingi Whisnutama di Kementerian Pariwisata pun usianya sudah beranjak kepala tiga. Padahal, sebetulnya publik menantikan anak muda berusia dibawah 30 tahun menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju.
Rupanya wacana menteri berusia di bawah 30 tahun yang menuai polemik dipertimbangkan oleh Jokowi. Beberapa orang tidak menyetujui wacana menteri berusia di bawah 30 tahun dengan alasan belum cukup pengalaman untuk menjabat sebagai menteri.
Disisi lain, tidak sedikit juga yang mendukung kaum milenial menguasai kabinet. Mereka percaya bahwa di tangan milenial, ada perubahan dalam birokrasi dan sebagainya, terutama program-program yang berpihak pada rakyat.
Dengan semangat muda, kaum milenial dipercaya mengatasi minimnya pengalaman yang ada dalam diri mereka sehingga keraguan yang datang dari beberapa tokoh politik dan masyarakat tidak akan terjadi.
Bagi penulis, Jokowi mempertimbangkan hal ini secara matang. Ia pernah mengatakan bahwa pengalaman itu sangat penting dalam sebuah kepemimpinan.
"Saya cerita sedikit, betapa pentingnya pengalaman dari sebuah kepemimpinan. Pengalaman penting itu adalah memimpin keluarga. Semua kepemimpinan harus dimulai dari bagaimana kita kelola dan manage keluarga. Nah urusan ini saya punya pengalaman," ungkap Jokowi
Hal ini tidak berarti milenial seperti staf khusus yang telah dipilih oleh Jokowi tidak memiliki pengalaman kepemimpinan dan pengalaman kerja. Di bagian awal artikel ini kita sudah tahu pengalaman mereka mendirikan yayasan, pengalaman berorganisasi, mendirikan perusahaan sturup dan sebagainya. Saya kira cukup untuk duduk di kabinet.
Akan tetapi, menjadi menteri sangatlah tidak mudah, mengurus jutaan orang Indonesia adalah hal yang gampang-gampang sulit. Ini bidang pemerintahan yang membutuhkan pengalaman yang lebih banyak dan lebih lama meskipun hanya berkecimpung di dunia marketing dan properti.
Nadim Makarim, bagi beberapa orang, keputusan Jokowi yang sangat sulit meski ia sudah sukses bersama Go-jeknya. Jokowi hanya percaya bahwa Nadim Makarim bisa melakukannya dengan ilmu brilian yang ia miliki. Nadim sendiri mengaku akan mengunakan waktu 100 hari pertama untuk mendengar dan belajar dari orang-orang yang sudah ada di kementerian yang ia pimpin.
Angela Tanoesoedibjo dikasih kesempatan sebagai Wamen untuk belajar tentang dunia pemerintahan.
Tentunya, Jokowi dan kita semua tidak menginginkan semua menteri atau sebagian besar dari mereka memulai dari nol. Akan tetapi, Jokowi percaya dan menjadikan Nadim Makarim sebagai percobaan karena dalam sejarah Indonesia tidak pernah ada yang melakukannya. Jika percobaan ini sukses, kedepannya pemerintahan harus dikuasai oleh anak muda untuk negara yang lebih baik.
Jokowi memilih menumpuk milenial di Staf Khusus Kepresidenan ada maksud tersendiri. Ia ingin pengalaman di dunia pemerintahan lebih banyak sehingga mereka disiapkan untuk masa depan.
Siapa tahu mereka akan menjadi menteri atau presiden pada waktu-waktu berikutnya? Ini modal utama yang ditanamkan oleh Jokowi untuk generasi muda sehingga kedepannya tidak ada keraguan dari masyarakat dan siapapun itu jika anak muda diberikan kesempatan menguasai pemerintahan.
Jokowi mempersiapkan mereka untuk mengenal dan belajar tentang dunia pemerintahan selama berada di kantor staf khusus kepresidenan. Kendati demikian, negeri ini akan mengalami transformasi kepemimpinan dimana kepentingan negara dikelola oleh kaum milenial
Salam!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H