Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentingnya Kajian Mendalam tentang "Sertifikat Menikah"

16 November 2019   08:39 Diperbarui: 16 November 2019   11:59 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sertifikat sebagai salah satu syarat menikah menarik untuk diterapkan, tetapi ...

Bukan hanya mencari kerja, sertifikat pun sedang diperbincangkan oleh Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) untuk dijadikan sebagai salah satu syarat untuk menikah. Aturan yang akan diberlakukan pada tahun 2020 ini bukan sertifikat komputer atau sertifikat Bahasa Inggris tetapi sertifikat kursus tentang kehidupan berumah tangga.

Pasangan yang akan menikah diwajibkan mengikuti kelas kursus atau bimbingan pra-nikah supaya mendapatkan sertifikat yang selanjutnya dijadikan syarat perkawinan.

Tujuan pemerintah menerapkan aturan tersebut adalah untuk mengupgrading atau mengolah pengetahuan dan wawasan terkait kehidupan pernikahan termasuk bagaimana menjadi pasangan berkeluarga.

"Jadi sebetulnya setiap siapa pun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga," kata Menko PMK Muhadjir saat ditemui di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019) lalu.

Salah satu hal yang menjadi sorotan Kementrian PMK terkait dengan program tersebut adalah masalah kesehatan terutama stunting dan juga perlu penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PBHS). Memang di Indonesia, stunting merupakan salah satu masalah serius yang belum dapat diselesaikan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Global Nutrition Report pada tahun 2016 tercatat jumlah balita stunting sebanyak 36,4 persen dari seluruh balita di Indonesia.

Nah, peran orang tua sangat penting dalam menangani masalah stunting karena stunting tidak bisa ditangani lagi bila anak memasuki usia dua tahun. Artinya bahwa, pasangan suami-istri disiapkan untuk menghindari stunting .

Bukan hanya stunting, banyak masalah kesehatan yang perlu diselesaikan dalam ranah rumah tangga termasuk PBHS dalam rumah tangga yang masih jauh dari kesempurnaan.

Misalnya, persalinan harus dibantu oleh petugas kesehatan, mengikuti program keluarga berencana, balita diberikan ASI, sarapan pagi dan sikat gigi sebelum tidur, cuci tangan pakai sabun dan sebagainya.

Belum lagi, masalah-masalah lainnya yang memungkinkan terjadinya perceraian. Seperti masalah finansial, pola pengasuhan anak, masalah seks, masalah waktu berduaan, masalah pembagian peran dan sebagainya.

Nah, kursus pra-nikah yang mencakup seluruh komponen tersebut diharapkan setidaknya menjawab problem-problem yang sedang dihadapi di Indonesia termasuk problem yang mengancam cinta yang sudah diikat.

Sehingga, upaya pencegahan bukan hanya dilakukan dengan memberikan bantuan tetapi memberikan pencerahan kepada seluruh masyarakat tentang pentingnya kehidupan dalam pernikahan.

Namun, perlu diperhatikan bahwa kasus hubungan seks sebelum menikah di Indonesia terbilang marak. Karena itu, tidak sedikit perempuan hamil sebelum menikah. Memang laki-laki akan bertanggungjawab atas perbuatannya dan siap menjadi seorang ayah, tetapi sertifikat tidak lagi menjadi syarat pernikahan.

Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga pun juga disebabkan oleh pernikahan yang tidak siap sehingga bukan tidak mungkin mereka yang menikah karena "kecelakaan" hamil diluar nikah menuju rumah tangga yang berantakan sehingga pemerintah perlu memperhatikan hal ini. Memang bukan tentang sertifikatnya tetapi kursus pra-nikah tidak dapat dilakukan.

Oleh karena itu, kursus pra-nikah ini bukan hanya diberlakukan bagi pasangan calon suami-istri tetapi harusnya diberlakukan juga bagi mereka yang terlanjur menjadi suami-istri tetapi belum melewati tahapan kursus pra-nikah.

Artinya bahwa program pemerintah bukan tentang sertifikat tetapi tentang bagaimana mempersiapkan pasangan suami-istri menjalani sebuah kehidupan berumahtangga.

Oleh karena itu, sebelum penerapan, program tersebut harus dikaji lebih lanjut agar menjawab seluruh persoalan-persoalan dalam rumah tangga.

Mungkinkah sertifikat ini menjadi syarat berpacaran agar jangan terjadi hal seperti yang saya sebutkan di atas? Tentunya tidak juga tetapi setidaknya program ini mencakup semua orang.

Apakah dengan penerapan program tersebut, masalah stunting berkurang? Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dijadikan sebagai prioritas utama? Persoalan-persoalan yang mengancam keutuhan rumah tangga akan hilang?

Belum tentu, tetapi setidaknya ada kajian yang mendalam sehingga ada dampak yang dirasakan dari program yang kira-kira akan merugikan negara myliaran bahkan triliun rupiah.

Jangan sampai program hanya menghabiskan uang negara tetapi tidak membawa dampak yang signifikan.

Salam!!!

Neno Anderias Salukh

Referensi: Kompas.com dan alodokter.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun