Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ume Kbubu, RSIA Suku Dawan (Timor) Tinggal Kenangan

2 November 2019   18:34 Diperbarui: 2 November 2019   21:56 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Bulat (Ume Kbubu) Suku Dawan (Timor) | Instagram James Kase

Pro-kontra Ume Kbubu sebagai tempat bersalin Suku Dawan terjadi sejak kasus ISPA yang mendominasi beberapa penyakit di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan. Kini, Ume Kbubu sebagai tempat bersalin hanya tinggal kenangan.

Ume Kbubu atau yang biasa dikenal dengan Rumah Bulat adalah bangunan untuk tempat tinggal Orang Timor khususnya Suku Dawan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Berdasarkan namanya, rumah ini berbentuk bundar dan meruncing ke atas seperti kerucut. Umumnya atap Ume Kbubu terbuat dari alang-alang, dinding dari bambu dan fondasi dari susunan batu.

Biasanya Ume Kbubu juga digunakan sebagai tempat memasak sesajian, memasak makan baru atau makanan pertama hasil panen, dan lainnya. Selain itu, Ume Kbubu juga berlaku sebagai gudang penyimpanan makanan.

Bukan hanya itu, Ume Kbubu juga menjadi tempat ritual-ritual adat Suku Dawan seperti pernikahan, persembahan sesajian kepada arwah leluhur dan sebagainya.

Namun sejak zaman dahulu pun Ume Kbubu menjadi satu-satunya tempat bersalin para ibu hamil. Bahkan, selama proses pemulihan pun ibu dan anak tidak diizinkan untuk keluar dari Ume Kbubu. Itulah alasan mengapa saya menyebutnya sebagai Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA).

Di dalam Ume Kubu disediakan sebuah batu pelat yang digunakan sebagai tempat duduk ibu hamil menjelang persalinan. Ibu hamil akan duduk layaknya jongkok sambil menunggu bayi keluar. Biasanya, di belakang ibu hamil, ada suaminya, dukun atau seseorang yang duduk sebagai sandaran ibu hamil.

Selain itu, terdapat tiang yang dinamakan ni enaf digunakan sebagai sandaran pengganti suami, dukun atau seseorang ibu hamil selama proses persalinan.

Pasca persalinan, air panas yang tengah mendidih di Tunaf atau tungku diambil untuk memandikan atau mengompres seluruh tubuh sang ibu.

Bukan hanya itu, Hala atau tempat tidur juga sudah disediakan untuk proses pemulihan pasca melahirkan. Di atas tempat tidurlah perempuan menjalani proses pemanggangan (se'i dalam bahasa Dawan).

Tugas suami adalah menyediakan bara api di kolong tempat tidur untuk menjaga kestabilan suhu di dalam rumah terutama di tempat tidur.

Proses ini berlangsung selama empat hari. Setelah itu, barulah ibu diizinkan untuk turun dari tempat tidur tetapi proses pemulihan tetap berjalan hingga 40 hari barulah ibu diizinkan untuk beraktivitas secara normal.

Karena saya dilahirkan melalui proses demikian maka saya bertanya kepada ibu saya dan beberapa dukun serta ibu-ibu yang sudah pernah menjalani proses tersebut.

Menurut pengakuan mereka, perempuan yang baru saja melahirkan bisa mengalami peningkatan jumlah sel darah putih yang sangat berbahaya sehingga suhu ruangan harus tetap panas atau tidak boleh dingin.

Selain itu, bayi kecil yang belum bisa beradaptasi dengan lingkungan baru harus melalui proses transisi dengan menjaga kestabilan suhu ruangan seperti dalam rahim.

Sepanjang proses pemulihan, sang ibu hanya boleh diizinkan mandi air hangat dan bayi pun demikian. Agar proses pemulihan lebih cepat, sang ibu pun diberikan ramuan tradisional untuk dikonsumsi.

Persalinan dan proses pemulihan pasca persalinan seperti yang saya ceritakan ini sudah dilakukan sejak zaman dahulu sebelum rumah sakit, dokter dan obat-obatan modern dikenal.

Metode persalinan ini pun tetap berlaku meski rumah sakit dan puskesmas sudah tersebar dimana-mana. Selain alasan geografis atau jarak tempuh yang cukup jauh, orang Dawan lebih nyaman dengan metode tersebut.

Pada tahun 90-an hingga 2008, Indonesia mengalami tren kematian ibu dan anak. Menurut pandangan beberapa ahli kesehatan, struktur Ume Kbubu yang tertutup dan tidak memiliki ventilasi menyebabkan polusi asap bertambah padat. Akibatnya, merusak kesehatan terutama di pernapasan pada bayi.

Pada tahun 2004, kasus ISPA menjadi penyakit terbanyak yang ditangani puskesmas. Dari 14 Kabupaten di NTT, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan yang merupakan markas suku Dawan tercatat sebagai dua kabupaten teratas dengan kasus ISPA terbanyak.

Karena itu, penelitian dilakukan oleh Marylin Junias dan Budiyono di Desa Obesi dan Neonbesi Kecamatan Mollo Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur, untuk mengetahui Pengaruh Faktor Fisik Rumah Adat Suku Dawan terhadap Kejadian ISPA pada Bayi.

Dalam jurnalnya tersebut di atas, Marylin Junias dan Budiyono menghasilkan kesimpulan bahwa faktor fisik rumah adat Ume Kbubu berperan sebagai faktor predisposisi terhadap kejadian ISPA pada bayi.

Penelitian ini menimbulkan pro-kontra karena mayoritas masyarakat Suku Dawan tidak mendukung upaya pemerintah. Namun, kini usaha pemerintah menemui titik terang. Ume Kbubu yang merupakan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Suku Dawan hanya tinggal kenangan.

Salam!

Sumber ilustrasi: Instagram James Kase

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun