Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Timor, Hoaks Ini Berkuasa Selama Berabad-abad

24 September 2019   16:09 Diperbarui: 24 September 2019   16:34 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: koran-jakarta.com

Saya menjadi gerah dengan hoaks karena berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat yang peduli dengan maraknya hoaks tetapi tidak ada dampaknya. Misalnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia yang secara aktif dan peduli memberikan klarifikasi akan hoaks hingga melakukan literasi media, baik di kalangan masyarakat hingga jurnalis dan sebagainya pun masih saja terjadi.

Dilansir dari Kompas, Belasan orang menjadi korban jiwa dan puluhan lainnya luka-luka dan sejumlah bangunan terbakar hangus akibat penyebaran hoaks oleh orang yang tidak dikenal.

"Boleh dikatakan sebaran berita hoaks tersebut lah yang memicu kejadian-kejadian yang ada di sana. Saat ini sedang ditangani," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Divisi Polri, Jakarta Selatan, Senin (23/9/2019).

Pelajaran dari hoaks yang menjelma menjadi mitos di Pulau Timor

Di Pulau Timor, khususnya di Timor Tengah Selatan terdapat sebuah hoaks yang menjelma sebagai sebuah mitos musiman yang dipercaya oleh semua orang. Hoaks tersebut akan mulai beredar pada bulan September hingga bulan Februari dan Maret setiap tahunnya.

Pada bulan-bulan tersebut beredarlah sebuah kabar yang menakut-nakuti masyarakat bahwa terdapat sekelompok orang yang sedang melakukan operasi penangkapan orang. Mereka dinamakan Kase Hake atau yang biasanya dikenal dengan istilah OPK (Orang Potong Kepala).

Kabar ini tidak beredar melalui internet tetapi beredar dari mulut ke mulut dan sampai dengan saat ini sumber atau orang yang menyebarkannya tidak diketahui. Umur hoaks inipun tidak diketahui sampai dengan saat ini. Menurut beberapa orang, hoaks ini merupakan mitos yang sudah ada sejak dulu kala tetapi saya memilih menyebutnya sebagai hoaks.

Hal tersebut merupakan himpunan kepercayaan masyarakat yang tidak didukung oleh sebuah fakta tetapi oleh narasi-narasi yang meyakinkan. Karena itu, hal tersebut pun sulit dikategorikan sebagai mitos atau hoaks karena jika kita melihat pada pengertian mitos dan hoaks yang sebenarnya, kita menemukan sebuah kesulitan untuk memahami hal tersebut.

Mitos menurut Ahimsa-Putra adalah cerita yang aneh dan seringkali sulit dipahami maknanya atau diterima kebenarannya oleh masyarakat karena kisah didalamnya tidak masuk akal atau tidak sesuai dengan realita kehidupan. Meski demikian, mitos-mitos itu dapat dipercaya oleh sekelompok masyarakat.

Sedangkan hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Menurut Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja dibuat untuk menyesatkan banyak orang. Informasi tersebut "dijual" sebagai kebenaran untuk sebuah kepentingan.

Dari sini saya pun bingung mengkategorikan hal tersebut tetapi saya memilih menyebutnya hoaks yang menjelma sebagai mitos. Beginilah cerita lanjutannya.

Pada bulan September hingga bulan Maret terdapat sekelompok orang yang beroperasi mencari anak kecil dan juga orang dewasa untuk mengambil kepala atau organ tubuhnya. Tentunya ini menakutkan bagi orang yang mendengarnya.

Ironisnya, kabar ini dipoles dan diceritakan oleh semua orang dengan penuh keyakinan. Bahkan, mereka yang bercerita mencoba menciptakan sebuah kejadian yang terjadi di desa tetangga.

Contoh, baru saja terjadi penangkapan salah satu anak dari bapak A dan dicari-cari tapi belum ditemukan. Atau anak dari bapak B telah hilang seminggu yang lalu dan sampai dengan saat ini tidak ditemukan.

Kejadian ini diceritakan dengan penuhi drama dan intonasi suara yang sangat meyakinkan. Setelah dicek kebenarannya, ternyata tidak. Kemudian orang yang menceritakan hal tersebut ditanya darimana ia tahu, dia akan menyebutkan beberapa orang yang menceritakan kejadian itu. Kalaupun terus ditelusuri, tidak akan ditemukan siapa yang menyebarkannya.

Tetapi kebanyakan yang terjadi adalah kebenaran dari hal tersebut tidak dipastikan oleh masyarakat setempat sehingga secara tidak langsung mereka mempercayai kejadian fiktif tersebut.

Ada beberapa yang memilih percaya dan hati-hati karena menganggap bahwa keberadaan orang potong kepala bukan cerita bohong tetapi benar-benar ada di dunia ini.

Akibatnya, aktivitas masyarakat di luar rumah menjadi berkurang. Misalnya pekerjaan di kebun akan berkurang, tanaman-tanaman tidak dikunjungi.

Ironisnya, hoaks yang ceritanya tidak pernah berubah dari dulu hingga saat ini masih dipercayai oleh masyarakat, padahal kejadian-kejadian fiktif yang biasanya diceritakan tidak pernah terjadi.

Saya sendiri sudah terbiasa dengan hal tersebut sudah 24 tahun tapi tidak pernah melihat dengan mata bahwa ada seseorang yang kepalanya atau organ tubuhnya diambil oleh orang potong kepala.

Malah yang terjadi setelah beredar kabar tersebut adalah hasil-hasil kebun sudah dicuri orang seperti singkong, pisang, kelapa dan sebagainya. Bahkan, setelah berakhirnya era penyebaran hoaks tersebut, angka kehamilan diluar nikah semakin tinggi.

Dari sinilah saya menyimpulkan bahwa ini adalah benar-benar hoaks yang sudah menjelma sebagai mitos yang dipercayai oleh masyarakat. Akan tetapi, sudah banyak masyarakat yang sadar akan hal ini sehingga penyebaran kabar ini tidak begitu masif seperti yang dulu.

Berdasarkan cerita ini, terdapat dua hal yang membuat mitos ini tidak ada yaitu faktor ekonomi dan pendidikan.

Dengan memproduksi hoaks seperti cerita di atas, seseorang dapat mencuri dan menambah penghasilannya. Dengan mempercayai hoaks, tidak akan membuat penyebaran hoaks berhenti.

Mempercayai hoaks hanya membawa kerugian bagi diri sendiri. Oleh karena itu, bagi saya tidak ada cara terbaik untuk menghentikan selain kita tidak mempercayainya.

Salam!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun