Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gelar "Putera Reformasi", Jokowi dalam Bahaya?

22 September 2019   21:36 Diperbarui: 23 September 2019   17:58 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Surat rencana pemberian gelar 'Putera Reformasi' kepada Jokowi. (ist)

Baru-baru ini Universitas Trisakti berencana memberikan gelar akademis, Doktor Honoris Causa kepada Presiden Jokowi. Hal tersebut diusulkan oleh Ikatan Alumni Universitas Trisakti.

"Sebenarnya usulan kami mau ngasih gelar ke Pak Jokowi doktor honoris causa," kata Sekjen Ika Usakti, Achmad Kurniawan, saat dimintai konfirmasi, Minggu (22/9/2019).

Akan tetapi, sebelum mendapatkan persetujuan dari kalangan terdekat seperti rektor dan pihak kampus Trisakti, beredar sebuah surat elektronik di media sosial bahwa Universitas Trisakti akan memberikan gelar Putra Reformasi kepada presiden Jokowi.

Surat berkop Universitas Trisakti bernomor 339/AK.15/USAKTI/R/IX/2019 ramai dibahas netizen. Surat tersebut ditujukan kepada Menteri Sekretaris Kabinet terkait rencana pemberian gelar "Putera Reformasi" kepada Presiden Jokowi.

Isi surat tersebut adalah "Dalam rangka peringatan Dies Natalis Universitas Trisakti ke-54, Presiden Jokowi akan diberi penghargaan sebagai Putera Reformasi atas karya dan keberhasilan dalam mendukung cita-cita gerakan reformasi yang diawali dari peristiwa 12 Mei 1998 di kampus Trisakti."

Namun, setelah dikonfirmasi oleh ikatan alumni Universitas Trisakti, mereka belum pernah mengusulkan gelar tersebut kepada rektor. Oleh karena itu, mereka mempertanyakan kebijakan rektor tersebut.

"Kami mempertanyakan sih, kenapa rektor bisa membuat surat ke presiden untuk penganugerahan 'Putera Reformasi'. Lalu, kami tegaskan itu bukan usulan ikatan alumni secara organisasi," ujar Kurniawan.

Meski demikian, belum ada konfirmasi jelas dari kampus terkait dengan surat tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa surat tersebut bisa berupa hoaks atau kekeliruan dari rektor.

Misalnya surat tersebut benar dari rektor maka benar bahwa hal tersebut adalah sebuah kekeliruan. Dugaan Kurniawan, Rektor Universitas Trisakti tidak membaca secara detail tentang surat usulan pemberian gelar Doktor Honoris Causa yang ditandatanganinya.

"Dies Natalies itu, 29 November 2019. Mungkin karena kesibukannya jadi tidak baca yang ditandatanganinya, mungkin dikiranya pemberian Doktor Honoris Causa," katanya.

Akan tetapi, jika pada akhirnya pihak kampus Trisakti mengkonfirmasi bahwa surat tersebut adalah hoaks maka ini adalah upaya gelap yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Perbuatan tersebut hanyalah sebuah cara untuk mengundang kritik publik, politisi dan aktivis untuk Jokowi. Pasalnya, posisi Jokowi saat ini sedang dalam situasi menuai kritik.

Pengesahan UU KPK yang didukung penuh oleh Jokowi menuai kritik dari berbagai elemen lapisan masyarakat. Jokowi dinilai mendukungnya koruptor melalui revisi UU KPK yang melemahkan KPK.

Selain itu, pengesahan RUU KUHP pun menuai pro-kontra karena pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap presiden sebagai kepala negara. Jokowi dianggap mendukung upaya pelemahan demokrasi di Indonesia secara tidak langsung, kebebasan berdemokrasi secara perlahan dicekik oleh para politisi.

Akan tetapi, sebelum revisi UU KPK dan RUU KUHP, masalah Papua sudah mengganggu Jokowi. Kasus ujaran rasialisme yang menimpa mahasiswa Papua berujung ricuh yang akhirnya menagih janji Jokowi untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Papua.

Kemudian yang terpenting dan selalu saja dikritik oleh lawan-lawan politik Jokowi adalah kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1998 yang masih menjadi tugas besar Jokowi untuk memenuhi janjinya.

Hampir lupa, kasus Novel Baswedan yang masih menjadi misteri hingga saat ini merupakan salah satu representasi kegagalan Jokowi dalam penanganan kasus pidana pada periode pertamanya.

Ia, Jokowi gagal dalam menangani kasus-kasus tersebut. Karena itu, gelar Putra Reformasi tidak tepat untuk Jokowi sehingga usulan yang tercantum dalam surat tersebut menjadi pemicu kritik yang lebih banyak kepada Jokowi.

Kritik tersebut langsung dilayangkan oleh Politikus Gerindra Andre Rosiade. Ia mengkritik surat Universitas Trisakti yang isinya bakal memberikan gelar 'Putera Reformasi' untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, Jokowi tidak layak mendapatkan anugerah tersebut.

"Mohon maaf, Pak Jokowi rasanya belum layak mendapatkan anugerah Putera Reformasi," kata Andre kepada wartawan, Minggu (22/9/2019).

Alasannya adalah seperti yang saya kemukakan di atas bahwa Jokowi belum memenuhi janji menuntaskan kasus Tragedi 12 Mei 1998.

"Pak Jokowi belum bisa melaksanakan janji beliau sejak 2014 mau menuntaskan kasus 12 Mei 1998. Sampai sekarang belum tuntas," jelasnya.

Selain itu, dukungan Jokowi terhadap revisi UU KPK dan membiarkan DPR membahas RUU KUHP merupakan semangat orde baru bukan semangat reformasi karena kebebasan berdemokrasi tidak ada lagi disana.

"Apalagi di zaman Pak Jokowi semangat reformasi makin menurun. Salah satu agenda reformasi adalah pemberantasan korupsi, tapi sekarang UU KPK direvisi. Lalu kebebasan berpendapat, orang yang kritis terhadap pemerintah cenderung terindikasi mudah dikriminalisasi," ujar Andre.

Sekali lagi jika benar bahwa surat ini adalah hoax maka saya pun menduga ini adalah strategi pelemahan pemerintahan Jokowi terutama partai politiknya PDI-P.

Kritik demi kritik akan mengalir, lawan politik memanfaatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi untuk merusak citranya dan partainya di depan publik.

Baca: Kelemahan PDI-P Bocor, "Peluru-peluru" Gerindra Mulai Dilepas

Atau jika surat tersebut merupakan surat yang benar-benar berasal dari rektor Universitas Trisakti maka lebih baik Jokowi menolak pemberian penghargaan Putra Reformasi tersebut bahkan gelar akademis Doktor Honoris Causa. Mengapa?

Masalah bangsa yang sedang kompleks akan dimanfaatkan oleh lawan-lawan politiknya untuk mengkritiknya secara habis-habisan. Masalah akan semakin besar, demonstrasi akan semakin tak terbendung.

Akan tetapi, meski tidak ada masalah pro-kontra soal UU KPK dan RUU KUHP maka saya tetap tidak menyetujui usulan pemberian gelar akademis Doktor Honoris Causa maupun putera reformasi sebelum kasus pelanggaran HAM 1998 dan kasus Novel Baswedan masih menjadi tanda tanya.

Salam!

Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun