Aktivis 98 digadang-gadang akan mengisi kabinet Kerja Jilid II milik Jokowi dan Ma'aruf. Oleh karena itu, politisi seperti Adian Napitupulu disebut akan mewakili aktivis 98 untuk menduduki kursi menteri Jokowi. Alasan lainnya adalah Adian merupakan seorang politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang merupakan partainya Jokowi.
Selain itu, pria kelahiran Manado ini dinilai telah berkorban dan berjuang secara mati-matian untuk memenangkan Jokowi-Ma'aruf dalam Pilpres 2019 kemarin. Perjuangannya seringkali terlihat di layar kaca dalam acara Mata Najwa dan Indonesian Lawyer Club (ILC).
Melihat gaya perpolitikan dalam pembagian jatah menteri di Indonesia, bukan hal yang mustahil jika Adian Napitupulu masuk dalam kabinet. Berbeda partai sekalipun masih masuk dalam bursa pencalonan apalagi Adian yang berjuang untuk memenangkan Jokowi-Ma'aruf.
Dilansir dari kompas.com, Adian mengaku sempat ditawari oleh Presiden Joko Widodo menjadi menteri pada kabinet Jokowi-Ma'aruf. Dalam pengakuannya, Adian menceritakan pertemuannya dengan Jokowi pada tanggal 13 Agustus 2019 membahas permintaan Jokowi untuk mengisi kabinetnya. Akan tetapi, Adian secara tegas menolak permintaan Jokowi.
"Sudah (bertemu Jokowi), diminta jadi menteri. Saya empat kali bilang, 'ampun Pak Presiden saya tidak punya talenta jadi birokrat, saya tidak punya talenta jadi menteri',"Â kata Adian saat ditemui di Denpasar, Bali, Sabtu (21/9/3019).
Adalah sebuah hal yang aneh ketika membaca pengakuan Adian. Pasalnya, banyak politisi yang identik dengan imbalan jabatan setelah mendukung seseorang bahkan beberapa partai pun meminta jatah menteri karena sudah berjuang habis-habisan untuk Jokowi.
Pelajaran penting untuk politik Indonesia
Mungkin beberapa menilai penolakan Adian adalah sebuah pencitraan politik, saya memandang hal tersebut sebagai sebuah pelajaran penting bagi dunia perpolitikan Indonesia saat ini.
Pertama, mendukung tanpa syarat.
Janji politik selalu identik dengan mendukung dengan syarat. Terlepas dari visi misi partai politik yang mewujudkan keadilan sosial di Indonesia, mendukung dengan syarat pasti ada.
Setiap kali pilpres atau pilkada, terdapat banyak partai yang tidak memiliki kader untuk maju sebagai calon presiden atau kepala daerah dan juga tidak memenuhi syarat untuk mengajukan calon sendiri.