Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Papua, Timor, dan Pelajaran untuk Indonesia

6 September 2019   07:08 Diperbarui: 6 September 2019   07:58 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi: Orang Timor (Atoin Meto) di bagian atas, Orang Papua di bagian bawah.

Orang Dawan di Timor dan Orang Papua itu hampir sama. "Tuk-tuk, met-metan ma nak pua kif

Mengatakan orang Papua seperti monyet mengusik hati kecil saya. Ya, selain saya membenci diskriminasi, saya merasa kembaran saya dihina.

Bukan rahasia lagi jika ciri-ciri orang Indonesia Timur tidak beda jauh dengan orang Papua. Bahkan ada yang sama seperti suku Dawan di Timor.

Deskripsi orang Papua diceritakan oleh Edo Kondologit melalui lagu "Tanah Papua" yaitu:

Hitam kulit keriting rambut aku papua

Hitam kulit keriting rambut aku papua.

Dua kalimat dalam lirik lagu itu menggambarkan orang Papua yang sebenarnya. Sedangkan ciri-ciri orang Dawan Timor atau yang biasanya disebut Atoin Meto adalah "tuk-tuk met-metan ma nak pua kif".

"Tuk-Tuk" atau "Tuk-tuka" berarti pendek-pendek, "Met-metan" berarti hitam-hitam, dan "Nak Pua Kif" berarti rambut seperti pinang yang baru berbunga (keriting).

Jadi, Ciri-ciri Atoin Meto adalah bertubuh pendek, berkulit hitam dan berambut keriting. Sebenarnya bukan hanya ketiga ciri ini yang bisa menggambarkan orang Timor, ciri lainnya adalah "Pan Bena" yang berarti hidung pesek tetapi ciri-ciri ini tidak terlalu umum seperti "Tuk-tuk met-metan ma nak pua kif".

Kalau tidak percaya, kira-kira ciri-ciri penulis sangat tepat untuk menggambarkan orang Dawan di Timor yang sebenarnya.

Dokumen Pribadi: Orang pertama dari bagian kiri adalah penulis
Dokumen Pribadi: Orang pertama dari bagian kiri adalah penulis

Menarik, orang Dawan itu cenderung memuji orang yang berkulit hitam. Ya, biasanya dibilang "Met-met amas-masat".

"Met-met" sama artinya dengan met-metan dan "amas-masat" yang berarti cantik, manis atau ganteng. Sama halnya seperti ucapan hitam manis. Keren kan? Siapa yang bilang putih manis, tidak ada.

Melalui tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan satu hal bahwa ujaran rasialisme untuk mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur adalah sesuatu yang menyakiti hati orang Papua dan termasuk saya yang memiliki ciri-ciri yang sama seperti orang Papua.

Izinkan saya tidak menggunakan kata mereka (Papua) lagi tapi kita (Timor dan Papua). Kami diibaratkan seperti "Monyet" bukan manusia. Pelaku rasialisme ini berlaku seolah-olah ia adalah Tuhan yang memiliki kemampuan menciptakan manusia sesuai dengan keinginannya. Menertawakan bahkan menghina ciptaan manusia yang lain berbeda dari dirinya.

Mereka menganggap manusia yang sempurna adalah mereka yang diciptakan dengan kulit berwarna putih, berhidung mancung, berambut lurus dan sebagainya.

Padahal sebagai manusia yang merasa diri sebagai ciptaan tidak memiliki otoritas untuk mengklaim dirinya lebih baik dari orang lain karena kesempurnaan itu adalah milik Sang Pencipta.

Seharusnya manusia itu bersyukur bahwa Pencipta mampu menciptakan ribuan manusia yang sangat beragam dan disitulah letak keindahannya. Sebuah lukisan tidak akan indah jika semua berwarna hitam atau putih tetapi lukisan itu kelihatan indah jika ada kombinasi warna meskipun hanya hitam dan putih.

Itulah yang diciptakan Tuhan. Tujuannya adalah untuk tidak saling menghina tetapi saling melengkapi untuk mencerminkan atau memperlihatkan sebuah keindahan yang dapat dinikmati oleh orang lain.

Manusia yang paham tentang hal ini tidak akan terjebak dengan ujaran-ujaran rasialisme. Malah mereka akan merasa terusik dan tersinggung dengan ujaran-ujaran tersebut.

Miris, beberapa manusia intelektual bahkan mereka yang mengklaim dirinya lebih taat kepada Tuhan terjebak dalam pikiran sesat mereka dimana menganggap diri mereka lebih baik dari orang lain.

Oleh karena itu, saya hanya mau bilang bahwa mau pintar menghargai orang lain, menerima keberadaan orang lain, jangan sekolah, datang di Papua atau Suku Dawan di Timor.

Saya tidak mengatakan bahwa suku lainnya tidak mengajarkan itu tetapi saya hanya mau bilang pada para pelaku rasialisme bahwa yang mereka hina bisa mengajarkan tentang cara menghargai orang lain.

Karena itu, berhentilah mengklaim diri lebih sempurna dari orang lain. Mari kita hidup harmonis dalam sebuah perbedaan karena berbeda itu indah.

Sebagai ciptaan, kita harus sadar bahwa tidak ada yang berbeda di mata Sang Pencipta. Kaya atau miskin, jelek atau ganteng, hitam atau putih dan sebagainya. Yang ada adalah manusia yang diciptakan dengan sempurna dari segala jenis ciptaan.

Salam!!!

Kupang, 06 September 2019

Neno Anderias Salukh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun