Hati-hati! Meski pro-kontra, era kebiri sudah dimulai di Indonesia.
Kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan jumlah laporan kekerasan pada 2018 mencapai 406.178 kasus, naik 16,5% dibanding jumlah laporan pada 2017 yang berjumlah 392.610 kasus.
31 persen di antaranya mengalami kekerasan seksual inses yang paling banyak pelakunya adalah pacar, ayah kandung, ayah tiri, suami. Bahkan yang paling miris adalah terdapat 58 kasus dilakukan oleh kakak kandung sendiri.
Khusus untuk kekerasan seksual terhadap anak meningkatkan setiap tahun. Pada tahun 2016, LPSK mencatat ada peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak sebanyak 25 kasus, lalu meningkat pada 2017 menjadi 81 kasus, dan puncaknya pada 2018 menjadi 206 kasus.
Khusus untuk permohonan perlindungan dan bantuan hukum tindak pidana kekerasan seksual pada anak pun meningkat. Pada 2016 terdapat 35 korban, lalu meningkat pada 2017 sejumlah 70 korban, dan sebanyak 149 korban pada 2018.
Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa pada tahun 2019 memiliki peluang untuk melampaui angka tahun 2018 karena permohonan perlindungan bantuan hukum sampai dengan bulan Juni sebesar 78 korban.Â
Artinya, rata-rata permohonan bantuan hukum yang masuk adalah sebanyak 13 permohonan sehingga untuk melampaui angka 149 bukan suatu hal yang mustahil.
Meski belum pasti benar angka tersebut meningkat atau menurun, tidak dapat dipungkiri  pemerkosaan pasti ada.
Hal yang menarik untuk dikaji adalah data kasus kekerasan terhadap perempuan sejak tahun 2007 yang hanya 25,522 kasus kemudian meningkat pada tahun 2008 dan malah meningkat secara signifikan pada tahun 2009. Meski menurun pada tahun 2010, angkanya masih lebih besar dari tahun 2007 dan 2008.
Terlepas dari faktor kasus yang tidak dilaporkan atau disembunyikan, pada tahun 2010, kasus kekerasan terhadap perempuan memulai sebuah fase kehidupan yang baru dimana angka kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat setiap tahunnya hingga tahun 2015 dengan jumlah kasus sebanyak 321,752.
Hal ini sangat mengkuatirkan sehingga pemerintah meninjau kembali UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang tidak memiliki pengaruh terhadap menurunnya angka kekerasan terhadap perempuan.
Tak tanggung-tanggung Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menarik, Perppu ini mengatur tentang kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pelaku dikebiri secara kimiawi dimana akan dilakukan lewat suntikan menggunakan obat yang akan menekan kadar hormon testosteron yang nantinya akan mematikan libido atau dorongan seksual seseorang.
Selain itu, dilakukan pemasangan alat deteksi elektronik sehingga pergerakan pelaku bisa dideteksi setelah keluar dari penjara. Perppu ini akhirnya disahkan menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak.
Rupanya Perppu yang akhir disahkan menjadi UU membawa sedikit efek jera atau perubahan terhadap pola pikir para predator seks. Buktinya pada tahun 2016, kekerasan terhadap perempuan menurun dari 321.752 pada tahun 2015 menjadi 259.150.
Akan tetapi, sejak pengesahan UU Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak tidak pernah mengeluarkan tanduk kebirinya. Menurut penulis, hal ini berakibat pada kekerasan terhadap perempuan yang kembali meningkat bahkan melebihi tahun 2015 dengan jumlah kasus sebanyak 348.447. Angka ini terus-menerus meningkat pada tahun 2018 bahkan tahun 2019 terancam lebih banyak sebagaimana yang saya sudah jelaskan.
Dilansir dari Kompas.com, seorang pemuda berumur 20 tahun dengan nama Muh Aris melakukan perkosaan terhadap 9 anak gadis di wilayah Kabupaten dan Kota Mojokerto, Jawa Timur. Hal bejat tersebut dilakukan sepanjang tahun 2015 hingga tahun 2018.
Bekerja sebagai tukang las, pemuda tersebut selalu mencari korban untuk melakukan aksi nekatnya di tempat sepi yang kemudian salah satu aksinya terekam CCTV.
Kejadian pada tanggal 26 Oktober 2018 inilah merupakan aksi terakhirnya karena ditangkap polisi. Terdakwa divonis bersalah oleh PN Mojokerto  melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan dituangkan dalam Putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk, tertanggal 2 Mei 2019 dengan tuntutan hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan dan kebiri kimia.
Namun, putusan perkara perkosaan yang menjerat Aris sempat naik banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya. Akan tetapi, malapetaka datang, mata ganti mata, kejahatan harus dihukum dan dipangkas. Pengadilan Tinggi Surabaya menjatuhkan putusan yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Mojokerto.
Vonis hukuman pidana 12 tahun penjara dan kebiri kimia bagi predator anak itu tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019.
Menurut Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu, Putusan PT Surabaya sudah inkrah dan tidak dapat diganggu-gugat oleh siapapun.
"Putusannya sudah inkrah. Kami segera melakukan eksekusi,"Â kata Nugroho Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).
Terlepas dari penolakan Ikatan Dokter Indonesia yang tidak ingin melakukan kebiri kimia, Muh Aris akan menjadi orang pertama di Indonesia yang dikebiri akibat pemerkosaan.
Apakah hal ini akan mengurangi angka pemerkosaan pada tahun ini? Berdasarkan penjelasan awal dalam tulisan ini, jika benar bahwa penurunan angka kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2016 dikarenakan UU baru terkait perlindungan anak maka dipastikan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan akan menurun pada tahun 2019.
Akan tetapi, apakah hal tersebut memiliki efek jangka panjang bahkan sampai dengan akhir zaman? Jawabannya tidak dapat dipastikan. Berkaca dari negara-negara Eropa yang sudah menerapkan hukum kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual maka jawabannya pun masih menimbulkan dilema.
Dilansir dari Hello Sehat, yang mengutip data dari ABC News, sebuah penelitian di Jerman terkait dengan kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual, menunjukkan rata-rata tingkat pengulangan kembali bagi narapidana yang telah menerima tindakan kebiri hanya sebanyak tiga persen jika dibandingkan dengan mereka yang tidak dikebiri, yaitu risiko 46% lebih tinggi untuk mengulangi tindak kejahatannya.
Sedangkan dari Medical Daily, kurang dari 10 persen atau 60 dari 626 pasien yang menerima kebiri kimiawi melaporkan kembali melakukan kejahatan seks lima tahun kemudian sejak menerima perlakuan tersebut. Selain itu, dua penelitian terpisah di Korea Selatan menyatakan bahwa 38 pasien penerima kebiri kimiawi melaporkan penurunan dalam frekuensi dan intensitas dorongan seksual, frekuensi melakukan masturbasi dan fantasi seksual.
Oleh karena hal tersebut, hukum kebiri menuai pro kontra. Khususnya dari kalangan dokter menilai hukum kebiri tidak memberikan dampak perubahan perilaku terhadap pelaku kekerasan seksual.
Menurut Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Udayana, Wimpie Pangkahila bahwa pemberian antiandrogen harus dilakukan secara terus-menerus karena jika dihentikan, fungsi ereksi laki-laki akan muncul lagi.
Sedangkan menurut Untung Suseno Sutardjo, hukuman yang lebih pantas adalah hukuman yang mampu mengubah perilaku mereka karena kebiri tidak merubah perilaku seksual seseorang.
Dari kalangan politisi pun tidak kalah berkomentar soal hal tersebut. Menurut Fahri Hamzah, hukuman yang paling tepat untuk pelaku kekerasan seksual adalah mengebiri otaknya bukan kelaminnya karena kelamin yang paling besar adalah otaknya.
Sedangkan menurut Ahok, penjara seumur hidup tanpa remisi adalah hukuman yang paling tepat untuk para predator seks.
Dan masih banyak kontra dari beberapa kalangan terkait dengan kebiri kimia ini. Akan tetapi, penerapan kebiri kimia akan segera rampung. Oleh karena itu, kita menyimak apa yang akan terjadi setelah ini.
Salam!!!
Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat; Lima; Enam; Tujuh; Delapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H