Bagi penulis, Jokowi menyadari betapa pentingnya kabinet Zaken dan pembentukan kabinet dengan cara seperti di atas dapat merusak citranya sebagai presiden
Akan tetapi, inilah resiko yang harus diambil oleh seorang politikus partai. Bagaimanapun itu, masa depan partai lebih diutamakan dari pada membentuk sebuah pemerintahan yang bebas dari istilah politik dagang sapi atau apapun semacam itu.
Jokowi pun tak tanggung-tanggung mengatakan kepada seluruh anggota partai bahwa ia akan memprioritaskan PDI-P dalam jajaran kursi kabinet.
"Yang jelas (kursi menteri untuk PDI-P) pasti yang terbanyak. Itu jaminan saya," kata Jokowi ketika berpidato di acara Kongres ke-V PDI-P di Hotel Grand Inna Bali Beach, Kamis (8/8/2019).
Permintaan Megawati dan jawaban Jokowi mengandung makna tersirat dimana sebagai salah satu strategi persiapan figur dan regenerasi kader dalam tubuh partai.
Memberikan kesempatan kepada kader partai untuk menduduki kursi menteri adalah kesempatan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan membangun sebuah popularitas dan reputasi baik dari masyarakat.
Ya, Puan Maharani yang dinilai oleh publik sebagai salah satu menteri yang gagal dalam pemerintahan Jokowi menjadi evaluasi bagi partai sehingga memberikan kesempatan kepada seluruh kader PDIP untuk membangun karakter kepemimpinan, menguji integritas dan etos kerja.
Memang kursi menteri bukan arena uji coba atau panggung sandiwara tetapi sekali lagi ada kepentingan politik yang harus dilakukan.
Saya teringat dengan kata-kata Abraham Lincoln bahwa "Hampir semua orang dapat menanggung kemalangan, tapi jika Anda ingin menguji watak manusia, coba beri dia kekuasaan."
Ia, inilah yang dipertimbangkan oleh Jokowi dan Megawati. Selain kursi kabinet, Pimpinan Parlemen pun akan jadi milik PDI-P. Hal ini terlihat dari penyampaian media yang hanya membahas perebutan kursi MPR. Sedangkan DPR hampir tidak diangkat dalam berita dalam beberapa waktu terakhir. Kalaupun diangkat, nama Puan Maharani dan PDI-P yang selalu dibicarakan.
Nah, inilah strategi PDI-P dalam menghadapi kontestasi pemilu, pilpres 2024 dan keberlanjutan kejayaan partai setelah era Megawati dan Jokowi berakhir. Memang halus tapi kurang tepat.