Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kalau Dipotong Gaji, Karyawan PLN Mau Makan Apalagi?

7 Agustus 2019   18:35 Diperbarui: 7 Agustus 2019   20:34 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemadaman listrik yang terjadi di Jabodetabek dan sebagian Pulau Jawa sejak Minggu (4/8/2019) sampai dengan Senin (5/8/2019) mengakibatkan kerugian besar di kalangan masyarakat dan juga PT PLN (Persero).

Oleh karena itu, PT PLN (Persero) harus membayarkan ganti rugi sebesar Rp 839,88 miliar kepada 21,9 juta pelanggannya menggunakan APBN. Akan tetapi menurut Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan, perseroan tidak bisa mengandalkan dana dari APBN untuk membayarkan ganti rugi tersebut sehingga salah satu cara untuk membantu APBN adalah dari potongan gaji karyawan.

"Enak saja kalau dari APBN ditangkap, enggak boleh. Makanya harus hemat lagi, gaji pegawai dikurangi," kata Djoko seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Selasa (6/8/2019).

Alasannya adalah kejadian tersebut merupakan kesalahan perseroan dan bukan tanggung jawab negara.

Saya sepakat dengan pengamat energi dari Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara bahwa kejadian ini bukan semata-mata kesalahan karyawan PLN karena manajemen PLN dan pemerintah pun berperan penting dalam manajemen PLN.

Bahkan menurutnya, kontribusi pemerintah jauh melebihi PLN apalagi karyawan-karyawanya.
Kontribusi penguasa itu justru lebih besar dibandingkan dengan PLN.

"Saya bilang. Ada oligarki antara penguasa dan pengusaha yang tidak bisa dilawan PLN," kata Marwan.

Selain alasan tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa pemotongan gaji karyawan adalah sebuah keputusan yang tidak tepat. Mengapa?

Misalnya pegawai Grade 1 mendapatkan gaji rata-rata sebesar Rp 1.800.000,- per bulannya, lalu gajinya dipotong lagi. Bayangkan, ia harus menghidupi keluarganya dengan segala bentuk kebutuhan. Oke, mungkin yang memiliki gaji setinggi delapan juta bisa dipotong tapi kita tidak tahu sebesar apa kebutuhan dan tanggung jawabnya.

Akan tetapi, menurut informasi terbaru, bukan gaji pokoknya yang dipotong tetapi insentif atau tunjangan yang akan dipotong. Pertanyaannya? Pemberian insentif untuk karyawan atas pertimbangan apa? Kesejahteraan? Lalu dipotong. Ini tidak adil.

Pos Kota News
Pos Kota News
Lebih ironisnya, mereka yang memiliki pendapatan lebih besar dari mereka menuntut ganti rugi. Padahal, rata-rata kerugian itu tidak mengurangi modal hanya mengurangi keuntungan dan pendapatan pada saat kejadian.

Kita tidak bisa mengalahkan Pak Marwan atas pendapatnya tentang pemotongan gaji karyawan PLN karena mereka dimarahi oleh presiden bahkan dicaci maki oleh publik.

Bagi saya, pendapatnya adalah bentuk sakit hati. Ia hanya mau menunjukkan bahwa PLN bertanggungjawab atas kelalaiannya karena mereka diserang oleh media dan publik meski ia sebenarnya tidak rela gaji karyawan dipotong.

Oleh karena itu, bagi penulis tidak perlu kompensasi jika APBN tidak cukup. Lebih baik APBN digunakan untuk hal-hal yang lebih penting jika kompensasi bukan sesuatu yang wajib. 

Jika pada akhirnya, pemerintah menyetujui pemotongan gaji, maka saya sarankan agar pemerintah terkait juga harus rela gajinya dipotong biar adil. Jika tidak lebih baik bunuh saja karyawannya.

Publik juga seharusnya merefleksikan diri, ada sesuatu yang lebih penting daripada sekedar minta ganti rugi. Pernahkah kita berpikir bahwa karyawan-karyawan PLN taruhan nyawa demi kepentingan kita?

23 Juli 2017, Enam petugas PLN di Desa Tlogowaru, Kecamatan Merakurak, Mojokerto tersengat listrik saat mengganti tiang listrik beton yang sudah usang di desa setempat.

Terbaru, 20 Juni 2019, di Cipinang Jaya, Jatim, petugas PLN Kesetrum SUTET, Tersangkut Satu Jam.

Bukan hanya itu, jika saya mau menuliskan semua kejadian serupa maka Artikel ini akan selesai.

Janganlah egois, tidak ada manusia yang sempurna. Pasti ada kelalaian dalam melaksanakan tugasnya. Lebih baik kejadian ini daripada suap dan korupsi tapi hanya segelintir orang yang berkomentar.

Ah, lupakan saja pendapat receh ini.

Salam!!!

Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun