Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mencari Hukuman yang Pantas untuk Bupati Kudus

27 Juli 2019   20:45 Diperbarui: 27 Juli 2019   20:46 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhammad Tamz, pemimpin Kabupaten Kudus ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi jual beli jabatan yang menjerat dirinya. Jual beli jabatan yang terjadi di lingkungan pemerintah Kabupaten Kudus ini melibatkan Plt Sekretaris Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan dengan Bupati Tamzil dengan tujuan memuluskan karier Akhmad Sofyan.

Diduga, Akhmad Sofyan menyiapkan uang sebanyak Rp.250 juta untuk menyogok Bupati Tamzil. KPK berhasil mengamankan uang senilai Rp 170 juta itu merupakan bagian dari uang Rp 250 juta yang diberikan.

Rupanya, uang sebanyak Rp 250 juta tersebut diberikan atas permintaan Mantan Bupati Kudus periode 2003/2008 ini untuk membayarkan mobil Terrano miliknya yang masih belum lunas.

Ternyata, kasus korupsi yang sedang dijalani oleh pria kelahiran 16 Agustus 1961 ini bukan baru pertamakalinya. Ketika baru setahun menjabat sebagai Bupati Kudus pada periode 2003/2008, ia terlibat dalam kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004.

Akan tetapi, kasus tersebut baru terungkap pada tahun 2013 saat ia mencalonkan diri lagi sebagai Bupati Kudus. Kejaksaan Negeri Kudus mengendus adanya korupsi yang dilakukan oleh Tamzil saat masih menjabat sebagai Bupati Kudus. 

Mantan Calon Gubernur Jawa Tengah ini dijerat sebagai tersangka dan ditahan pada September 2014. Atas dasar perbuatannya tersebut, ia divonis bersalah dengan hukum 1 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. 

Lulusan Universitas Diponegoro ini pun menghuni penjara di Lapas Kedungpane, Semarang dan dibebaskan secara bersyarat pada bulan Desember 2015.

Bagi Tamzil, Eks Napi bukan aib dan bukan halangan untuk kembali berkiprah di dunia politik. PPP, Hanura dan PKB tidak ragu mencalonkannya bersama Hartopo sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Kudus periode 2018/2023.

Ironisnya, kasus korupsi yang menjerat dirinya tidak menjadi batu sandungan dalam kesuksesannya di Pilkada serentak tahun 2018. Bersama Hartopo, Tamzil berhasil memenangkan Pilkada Kabupaten Kudus dengan perolehan suara sebesar 42,51% dan mengalahkan empat pasangan calon lainnya.

Kini, belum setahun menjabat sebagai Bupati, ia harus berhadapan dengan hukum karena kasus yang sama.

Yang lebih parahnya adalah keputusan PPP, Hanura, dan PKB untuk mendukung Napi korupsi tersebut. Kelihatannya partai lebih mementingkan kekuasaan di prmerintahan dari pada melihat track recordnya.

Ini adalah pelajaran penting kepada partai-partai politik dalam menggaet mantan terpidana korupsi karena sulit bagi seseorang untuk melupakan garam yang ia pernah cicipinya. Memungkinkan untuk mengulangi hal yang sama bukan hal yang mustahil.

Salah satu hal yang unik adalah kedua kasus korupsi yang menjerat dirinya dilakukan setelah kurang dari setahun masa jabatan. Hal ini merupakan indikasi kuat bahwa satu-satunya tujuan Tamzil adalah untuk memperkaya dirinya.

Hal ini juga merupakan sebuah ketamakan yang menutupi rasa takutnya terhadap hukum yang pernah ia jalani. Sepertinya penjara bukan menjadi efek jera tetapi menjadi stimulus untuk berani melakukan hal itu lagi. Saya teringat dengan sebuah kalimat sindiran dari komedian SUCI 4, Abdur Arsyad. Ia mengatakan bahwa pencuri di Jakarta ditangkap, masuk TV dan masuk penjara dengan fasilitas mewah.

Atas kasus yang dilakukan oleh Bupati Kudus ini dinilai sebagai kasus korupsi yang terulang lagi. Oleh karena itu, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, tuntutan hukuman mati dapat dikenakan terhadap Tamzil karena sudah dua kali terjerat kasus korupsi.

"Apakah nanti ada hukuman khusus? Ini sebenarnya sudah kita bicarakan tadi pada saat ekspos karena memang kalau sudah berulang kali, bisa nanti tuntutannya sampai dengan hukuman mati," kata Basaria dalam konferensi pers, Sabtu (27/7/2019).

Meski kemungkinan tuntutan hukuman mati terhadap Tamzil masih dalam pengembangan, apakah hukuman mati baginya boleh dilakukan?

Menurut penulis, kasus yang sama sudah dilakukan sebanyak dua kali padahal ia pernah menjalani hukuman penjara dan dukungan parpol untuk terjun kembali ke dunia politik perlu dipertimbangkan.

Buktinya, kasus korupsi tidak bisa menghalanginya untuk terus berkarir di dunia politik karena partai politik yang diharapkan menghasilkan figur yang terbaik tidak melihat korupsi sebagai sebuah masalah yang serius. Partai politik malah memelihara kejahatan di pemerintahan.

Oleh karena itu, bukan hal yang mustahil jika ia akan kembali ke dunia politik selepas dari penjara dan melakukan korupsi lagi.

Untuk itu, bagi penulis hukuman mati terhadap Tamzil adalah sebuah hukuman yang tepat sebagai upaya membasmi korupsi.

Jika tidak, Tamzil bisa saja menjadi panutan bagi orang lain untuk berani korupsi. Toh, hukumannya hanya penjara dengan fasilitas mewah kemudian menjadi pejabat lagi. Manfaatnya bisa menjadi efek jera bagi para koruptor yang lain.

Salam!!!
Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat; Lima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun