Tanggal 16 Juli 2019, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Rapat tersebut untuk tindak lanjut pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia karena Indonesia termasuk negara yang darurat sampah.
Ya, berdasarkan data yang dihimpun dari Kompas.com dalam berita "Sampah Plastik Dunia dalam Angka", Indonesia menempati posisi kedua atau berada di Zona Merah dalam persoalan pengelolaan sampah.
Menurut Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI Dr Novrizal Tahar mengatakan produksi sampah nasional mencapai sekitar 65,8 juta ton pertahunnya di mana 16 persennya adalah sampah plastik.
Oleh karena itu, diharapkan segera adanya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah untuk mengurangi volume sampah di Indonesia. Selain itu, masyarakat diharapkan agar mengontrol penggunaan plastik untuk meminimalisir produksi sampah.
Dalam rapat tersebut, Jokowi tak segan-segan mengatakan bahwa rapat tentang sampah sudah dilakukan sejak ia menjadi walikota tetapi masalah ini tak kunjung selesai. Untuk itu, ia tegas untuk segera menyelesaikan persoalan sampah.
"Rapat terbatas mengenai sampah ini sudah kita lakukan seingat saya sudah 6 kali, sejak saya jadi wali kota. Saya ngomong apa adanya. Urusan sampah ini juga sudah ingin kita selesaikan, ingin kita kerjakan," kata Jokowi saat membuka rapat. Saat jadi gubernur juga sama, tetapi sampai sekarang, sampai hari ini saya belum mendengar ada progress yang sudah nyala dan jadi," kata Jokowi.
Terlihat dalam penyampaiannya, Jokowi tidak bermain-main sehingga untuk menindaklanjuti hal tersebut, Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pun tegas mengurus sampah khususnya sampah plastik yang mengancam ekosistem perairan laut Indonesia.
"Illegal fishing kita tenggelamkan! Pencuri ikan kita tenggelamkan! Sekarang pencuri ikan pergi, datangkan plastik. Sekarang pembuang sampah plastik ke lautan juga kita tenggelamkan!" seru Susi.
Demikianlah komentar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti setelah melakukan pawai Bebas Sampah Plastik Sekali Pakai yang dilakukan oleh Pandu Laut Indonesia bersama dengan 49 organisasi/lembaga lingkungan hidup di area car free day (CFD) Jakarta, mulai dari Bundaran HI hingga kawasan aspirasi Monas (21/07/19).
Harus diakui bahwa mayoritas masyarakat Indonesia belum sadar tentang sampah plastik. Dampak negatif sampah plastik belum sepenuhnya dipahami dan pentingnya ekosistem perairan sebagai masa depan bangsa belum juga disadari.
Ya, karena seruan untuk batasan penggunaan plastik bukan baru didengungkan. Ironisnya, penghasil sampah plastik terbanyak adalah kaum-kaum intelektual yang seharusnya sudah sadar tentang dampak negatif sampah.
Seruan Susi Pudjiastuti untuk menenggelamkan pembuang sampah plastik adalah kode keras. Masyarakat Indonesia yang membuang sampahnya ke laut sama seperti para pencuri ikan. Sudah tahu salah tapi masih buat, dihukum pun masih buat.
Susi memberi kode bahwa illegal fishing sudah tidak ada karena hanya satu cara yang ia lakukan. Tenggelamkan.
Oleh karena itu, ia tidak ragu untuk menenggelamkan pembuang sampah plastik ke laut jika tidak mengindahkan himbauan pemerintah. Mungkin dengan cara ditenggelamkan, masyarakat akan lebih sadar dan takut melakukan itu.
Ini sebenarnya bukan ancaman tetapi merupakan sebuah sindiran bagi kita bahwa apakah kita harus disamakan dengan pencuri ikan? Apakah kita harus diperlakukan seperti pencuri baru kita sadar?
Semoga dengan apa yang disampaikan oleh Menteri Susi Pudjiastuti. Masyarakat Indonesia sadar untuk mengelola sampah dengan baik dan menerapkan pola hidup tanpa plastik.
Salam!!!
Referensi: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H