Bloon, seringkali dianggap sebagai kritik atau hinaan tetapi banyak belum tahu ada apa dibalik bloon yang dipakai untuk mengkritik atau menghina orang lain.
Dilansir dari TribunJateng.com, pemilik akun Twitter @narpatisuta mengomentari pidato Jokowi menyampaikan visi misi Indonesia 5 tahun ke depan.
Dalam cuitannya, ia mengatakan bahwa Jokowi Bloon karena Jokowi dianggap sok mengajari sopan santun.
"Si bloon @jokowi ini sok mengajari sopan santun. Pakai dalih budaya timur segala utk tutupi ketidakbecusannya. Asal anda tau, kami sangat hargai persahabatan. Kami hangat dlm masyarakat. Namun, jangan minta kami santun terhadap presiden bloon seperti anda!," tulis @narpatisuta.
Cuitan tersebut mengundang reaksi netizen. Akan tetapi, pemilik akun tersebut tetap bersikeras dan menganggap hal tersebut adalah kritik terhadap presiden.
"Yg gaduh itu cuma cebong bloon seperti anda, knp saya yg diciduk? Saya tak pernah memfitnah. Saya hanya menghina, krn presiden bloon juncto muka tebal memang harus dihina sehina-hinanya!," tulis @narpatisuta.
Nah, apakah cuitan seperti ini merupakan sebuah pelanggaran hukum karena menghina Presiden?
Pertama, kita melihat ini dari sudut pandang kritikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kritikan berarti pendapat seseorang dalam bentuk kecaman atau tanggapan disertai dengan uraian pertimbangan baik dan buruknya pendapat orang lain. Nah, terkadang kritikan dari seseorang mengandung kenyataan pahit yang tak enak didengar dan bahkan bisa menyayat hati kita. Inilah yang kemudian membuat orang sulit membedakan sebuah kritikan dan hinaan.
Akan tetapi, kritik seharusnya mengandung unsur bantuan melalui kata-kata yang disampaikan. Artinya ada solusi yang ditawarkan tetapi seringkali banyak pengkritik yang tidak memberi solusi. Hal ini juga mempengaruhi seseorang dalam membedakan hinaan dan kritik.
Karena pada dasarnya, hinaan bertujuan untuk melecehkan; mempermalukan; merendahkan; atau apa pun itu dilakukan oleh penghina asalkan orang yang dihina merasa kecil hati, rendah diri, tidak dihormati, dan bahkan tidak berguna.
Kedua, Kita melihat dari sudut pandang penggunaan kata. Bloon adalah bahasa gaul atau bahasa ABG yaitu ragam bahasa Indonesia nonstandar yang sering digunakan oleh anak muda. Bloon merupakan bentuk tidak baku dari kata beloon yang merupakan adjektiv atau sebuah kata sifat yang berarti bodoh, tolol atau dungu.
Kata ini sering digunakan sebagai ejekan, makian, umpatan, tudingan, pelecehan, penistaan, penghinaan dan lain-lain dari seseorang kepada orang lain.
Oleh karena itu, kata-kata dari si pemilik akun @narpatisuta bisa dikatakan merupakan sebuah kritikan. Akan tetapi, dasar argumentasinya dalam membangun kritikan tidak ada. Bahkan, unsur tawaran solusi tentang apa yang dikritik tidak ada.
Jika memang dasar argumentasinya adalah ketidakbecusan Jokowi dalam mengurus negara maka pertanyaannya adalah manakah yang tidak becus?
Nah, karena itu, cuitan tersebut merupakan sebuah kritikan yang tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat ditambah lagi dengan penggunaan kata bloon sehingga menimbulkan reaksi dari netizen yang menganggap hal tersebut adalah hinaan.
Namun, mengkategorikan sebuah kritikan sebagai sebuah hinaan tergantung dari persepektif masing-masing orang. Ada yang menganggap sebuah kritikan yang memiliki dasar argumentasi yang kuat dan mengandung solusi sebagai hinaan.
Berbeda dengan orang lain yang menganggap hinaan adalah sebuah kritikan untuk dirinya menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, cuitan tersebut kembali pada Jokowi, apakah ia menganggap itu sebagai sebuah kritikan atau hinaan?Â
Menarik, Kaesang membalasnya dengan tawaran Pisang untuk pemilik akun tersebut.
"Sang Pisangnya Kakak," tulis Kaesang.
Gibran pun juga menuliskan cuitan dengan jawaban santai.
"Ya pak maaf pak," tulis Gibran
Artinya bahwa mereka menganggap itu adalah sebuah kritik atau angin yang berhembus dan berlalu.
Akan tetapi, cuitan tersebut bisa dijerat oleh undang-undang jika dianggap menghina presiden. Baru-baru ini sebuah akun Facebook milik seorang warga Blitar, Jawa Timur (Jatim), viral setelah mengunggah foto-foto yang menghina Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi).
Atas perbuatannya, Tersangka dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).Â
Terlepas dari apa yang dikatakan melalui akun facebook dan twitter soal kritik atau hinaan terhadap Jokowi. Kita harus belajar untuk mengkritik dengan cara yang tepat. Membangun argumentasi yang kuat dan memberi solusi tanpa harus mengungkapkan kata-kata kasar yang merendahkan orang lain. Toh, "gado-gado bisa dimakan tanpa sambal."
Salam!!!
Referensi: Satu, Dua, Tiga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H