Setya Novanto Merasa Tidak Berada dalam Penjara ketika ia kedapatan berpelisiran di sebuah toko. Saya tidak perlu mengulang pengantar saya dalam tulisan saya tersebut tentang rasa skeptis saya terhadap hukum. Toh, semua sudah tahu dan merasa skeptis seperti saya.
Di bulan Juni saya menulis sebuah artikel dengan judul Drama Baru:Jika kasus Setya Novanto difilmkan, saya berani mengatakan bahwa dia adalah aktor yang paling menjengkelkan. Berbagai akting aneh dan tak masuk akal dilakonkan seperti sakit atau tabrak tiang listrik dan berpelisiran. Lebih parahnya lagi, hukum masih memiliki belas kasihan padahal sebetulnya hukum tahu tentang apa yang dilakukan oleh Setya Novanto sekedar drama. Saya berani membuktikan itu jika ada yang tidak sepakat dengan argumen ini. Saya sarankan baca perjalanan Setya Novanto dari sejak diduga korupsi hingga kasus pelesiran bulan Juni lalu.
Diakhir tulisan tersebut, saya jujur bahwa "Masyarakat Indonesia sudah capek melihat hukum di negeri ini".
Saya menduga akan ada drama baru dan mengajak pembaca menyimak proses selanjutnya setelah Setya Novanto dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur akibat pelesiran di sebuah toko tadi tanpa sepengetahuan petugas lapas.
Memang tujuan pemindahan Setya Novanto dari Rutan Gunung Sindur ke Lapas Sukamiskin untuk kepentingan pembinaan, berdasarkan Surat Keputusan Kakanwil Kemenkum HAM Jawa Barat nomor W11.PK.01.04.03-7417 tertanggal 12 Juli 2019. Tapi apakah akan ada efek jera?
Saat ini, Setya Novanto dikembalikan ke lapas Sukamiskin dikarenakan telah memenuhi tiga kriteria yang menjadi syarat pemindahan kembali ke lapas Sukamiskin. Pertama, telah menjalani tindakan disiplin dan ia perlu mendapat pembinaan lebih lanjut di Sukamiskin; Kedua, Setya Novanto telah memenuhi syarat substantif dan administratif; Ketiga, Setya Novanto telah menunjukkan itikad baik dan adanya perubahan perilaku.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas merupakan hasil penelitian kemasyarakatan (Litmas) oleh pembimbing kemasyarakatan dari Bapas Klas II Bogor dan rekomendasi dari sidang tim pengamat pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jabar tanggal 10 Juli 2019.
Akan tetapi berbeda dengan pengakuan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkum HAM Jabar Abdul Aris, bahwa alasan pemindahan Setya Novanto karena merasa tidak nyaman dengan Napi yang lain.
"Pertama, stres, kedua cemas, ketiga ketakutan. Dua malam itu tak bisa tidur karena ketakutan karena di situ lingkungan teroris semua. Lingkungannya beda, nuansanya beda. Ketika masuk ke lingkungan yang kita tahu itu teroris, itu membuat waswas. Apalagi seseorang yang istilahnya belum pernah kumpul di situ," kata Aris.
Bagi penulis, ini aneh. Mengapa? Pertama, Pembinaan Setya Novanto dilakukan dengan cara membuatnya stres, cemas dan ketakutan dan dia tahu bahwa itu hanya sementara waktu, bagaimana mungkin ia bertobat? Dari mana mereka bisa mengukur tingkat stresnya? Bukankah stres, cemas dan ketakutan bisa disengaja kan?
Kedua, antara stres, cemas dan ketakutan, semuanya dikategorikan sebagai sebuah perubahan perilaku? Dan manakah yang termasuk itikad baik?Â