Setiap kali melihat wajah Novel Baswedan, secara tak sengaja mata saya berlinang air mata. Bahkan saat menulis artikel ini, tak tanggung-tanggung mata saya harus berlinang air mata.
Mengapa saya harus menangis? Toh, Novel Baswedan bukan siapa-siapanya saya, hubungan darah pun tidak. Tidak, saya menangis karena dia berjuang untuk negara ini, dia berjuang untuk kebenaran dan dia berjuang untuk kita semua termasuk saya.
Ya, kiprahnya di KPK begitu manis untuk diceritakan kembali. Siapa yang tidak kenal dengan Muhammad Nazaruddin? Seorang pengusaha dan politisi dari Partai Demokrat yang terlibat dalam kasus korupsi besar-besaran Hambalang. Ia melarikan diri di Kolombia tetapi Novel Baswedan lah yang mengembalikannya di Indonesia dan dijebloskan ke dalam penjara.
Siapa juga yang tidak kenal artis yang kemudian menjadi politisi, Angelina Sondakh? Ia menjadi tersangka kasus korupsi dan suap terkait pembahasan anggaran proyek Wisma Atlet Palembang. Bang Novel lah yang mengungkapkan kasus ini.
Bukan hanya itu, Novel Baswedan menjadi momok menakutkan oleh para politisi dan pejabat negara. Setiap instansi dibongkar dan diobrak-abrik termasuk kepolisian. Jika saya mau runtut satu per satu keberhasilannya menjebak "tikus-tikus", Oh, sorry, maksudnya para politisi dan koruptor di Indonesia, artikel ini selesai hanya untuk membahas kiprahnya.
Novel Baswedan disiram dengan air keras oleh oknum tak dikenal setelah menunaikan salat subuh di Masjid Al-Ihsan. Lokasi masjid itu sekitar 4 rumah dari kediaman Novel di Jalan Deposito T Nomor 8, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakut.
Saat itu juga, Novel langsung menelepon Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
"Tadi pagi saya habis salat subuh, yasinan, di tengah-tengah itu saya melihat ada telepon dari Novel. Baru saya jawab setelah yasinan. Novel menyampaikan dia diserang dengan air keras," ujar Tito kepada wartawan setelah menjenguk Novel di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (11/4/2017).
Novel akhirnya harus mengalami gangguan penglihatan dan dirawat di Singapura. Setelah mengalami pemulihan, ia diundang di acara Mata Najwa. Sebagai seorang polisi, Ia mengatakan bahwa kasus yang menimpa dirinya dan kasus lain yang identik, jika tidak segera diungkap maka sulit diungkap seiring berjalannya waktu.
Masalah pengungkapan kasus ini ditarik ulur hingga 800 hari penyiramannya, 20 Juni 2019. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk Kapolri khusus untuk menangani kasus teror penyiraman air keras di wajah Bang Novel mulai bekerja.
TGPF dibentuk pada 8 Januari 2019 oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berdasarkan Surat Keputusan nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6/2019.
TGPF beranggotakan 65 orang dari berbagai unsur di antaranya praktisi yang menjadi tim pakar, internal KPK, serta unsur kepolisian yang mendominasi anggota tim. Tenggat waktu kerja yaitu jatuh pada 7 Juli 2019 atau enam bulan sejak dibentuk.
Kamis, 20 Juni 2019, Novel diperiksa oleh penyidik dan menggali beberapa informasi. Tujuannya bukan perayaan 800 hari penyiramannya tetapi untuk menguak kasus yang masih misterius ini.
Tadi malam sebelum saya tidur, seperti biasa saya harus membaca artikel-artikel di Kompasiana dan berita-berita di Kompas dan Media lainnya, saya senang karena setelah pemeriksaan Novel pada bulan lalu ditindaklanjuti oleh oleh TGPF.
Salah satu anggota TGPF mengatakan bahwa hasil investigasi kasus Bang Novel akan diumumkan pekan depan karena hasil investigasi sudah diserahkan kepada Kapolri, Jenderal Tito Karnavian. Syukur karena sudah melampaui batas waktu kerja.
Hasil investigasi tersebut dimuat dalam laporan yang terdiri dari 170 halaman disertai dengan 1.500 halaman lampiran. Dalam laporan tersebut, memuat fakta-fakta baru dan rekomendasi kepada kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini.
Menarik, dalam melakukan penyelidikan, TPGF benar-benar bekerja. Mulai dari peyilidikan awal di TKP hingga pemeriksaan saksi sampai ke Ambon dan Manado.
Menurut laporan Komnas HAM yang diperoleh dari salah satu anggota TGPF bahwa aktor dibalik penyiraman air keras di wajah Bang Novel adalah orang-orang intelektual. Kini, ada empat nama yang dicurigai tetapi belum diungkapkan oleh TGPF.
"Yang kami dapatkan informasinya dari teman-teman TGPF, mereka mendapatkan sesuatu yang penting, yang membuat celah kasus ini bisa naik ke atas. Apa itu dan sebagainya ya saya nggak etis kalau saya nyebut, biar teman-teman TGPF yang sampaikan ke publik, yang empat orang tersebut jejaknya sudah semakin terang dan itu bisa naik ke atas" kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa 9 Juli 2019.
Oleh karena itu, penulis menilai bahwa tarik ulur masalah ini tidak terlepas dari pengaruh besar keempat orang yang dicurigai. Mereka adalah orang-orang kuat di Indonesia. Untuk itu, hal ini adalah tantangan besar bagi Polri. Beranikah Tito Karnavian menangkap para pelaku?
Tetapi saya sendiri yakin dan berharap, kepolisian akan membongkar kasus ini karena ini tugas dan kewajiban Polri. Memang sulit tetapi hukum harus ditegakkan.
Jika pada akhirnya, kasus ini tidak diselesaikan maka keadilan dan hukum akan selalu menjadi tanda tanya di negeri ini.
Salam!
Referensi: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H