Namun, penulisan "Awas Racun" menunjukkan bahwa ada rasa kasih dan perhatian dari pemilik tanaman kepada pemilik sapi. Artinya bahwa ia tidak berencana membunuh sapi tersebut.
Akan tetapi, akhirnya sapi tersebut harus mati karena keracunan. Siapa yang disalahkan. Jika konteksnya perencanaan pembunuhan maka pemilik tanaman disalahkan tetapi jika konteksnya merawat tanaman maka pemilik ternak harus menerima kenyataan.
Sapi hanyalah seekor ternak yang tidak dapat mengontrol dirinya sendiri. Ia membutuhkan peternak untuk menggembalakannya.
Namun, tweet dari Ustad Tengku bisa dikaitkan dengan Pilpres walaupun analogi ini sedikit membingungkan dan tidak cocok dengan kasus pilpres saat ini ataukah mungkin, tergantung perspektif masing-masing orang.
Dasar dihubungkan dengan sengketa Pilpres adalah tweet yang mendukung diskualifikasi Jokowi-Ma'aruf.
"Persoalan Sengketa Pilpres 2019 Itu Sebenarnya Tidak Sulit untuk Diselesaikan. Tinggal MK Perintahkan Audit Forensik Sistem Pusat Data dan IT KPU BERES... Jika KPU dan TKN Menolak Diaudit, ya Mahkamah Konstitusi Tinggal DISKUALIFIKASI Pasangan 01. S E L E S A I" bunyi tweet akun Twitter@ustadtengkuzul.
Nah jika analogi Ustad Tengku Zulkarnain tentang sapi dikaitkan dengan Pilpres maka sebetulnya Ustad Tengku adalah seorang pendukung Prabowo-Sandi yang skeptis terhadap Mahkamah Konstitusi.
Analogi ini rupanya merujuk pada KPU dan Bawaslu sebagai pelaksana pemilu serta pihak terkait yang membuat regulasi Pemilu bahwa mereka berusaha mencuci tangan dari masalah tersebut padahal seharusnya KPU dan Bawaslu serta pihak terkait bertindak sebagai pencegah.
Analogi ini juga dapat dipandang sebagai seorang pendukung Jokowi-Ma'aruf karena analogi sapi adalah peserta pemilu. Namun, apakah analogi ini bertujuan menyinggung KPU ataukah Hakim? Penulis pun tidak tahu.
Akan tetapi, analogi tersebut memang sangat menarik untuk diikuti terlepas dari siapapun dan berapa banyak yang tersakiti karena bagaimanapun ada sisi positifnya yaitu ada upaya perbaikan sistem demokrasi.