Menarik, Perbaikan materi gugatan Pilpres bisa mendiskualifikasi Paslon Jokowi-Ma'aruf.
BPN Prabowo-Sandi menggugat hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 24 Mei 2019. Sebanyak 51 bukti dinilai sebagai tindakan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif telah diserahkan.
Harapannya adalah melalui jalur hukum MK, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Ma'aruf didiskualifikasi dan melantik Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Sandi pada Oktober nanti.
Setelah menerima berkas, MK memberikan kesempatan kepada Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi untuk menambah bukti-bukti sebagai dasar hukum untuk proses selanjutnya.
Pada tanggal 10 Juni 2019, BPN mengajukan permohonan perbaikan materi gugatan. Termasuk beberapa dokumen tambahan bukti untuk memperkuat dugaan mereka.
"Sesuai dengan peraturan MK terutama Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2019, maka kami menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukan perbaikan," kata Ketua Tim Hukum, Bambang Widjojanto
Perbaikannya adalah tambahan argumentasi tentang posisi Ma'aruf Amin yang sedang menjabat dalam struktur Bank Syariah atau pegawai BUMN. Hal ini dinilai telah melanggar Pasal 227 huruf P Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Pasal tersebut menyatakan bahwa bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menyertakan surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.
Yang dipermasalahkan adalah Ma'aruf Amin tidak menyerahkan dokumen pengunduran diri dan sesuai dengan informasi yang diterimanya, Ma'aruf Amin masih berada dalam struktur organisasi Bank Syariah.
Tentunya, ini merupakan pelanggaran pemilu. KPU dinilai melolong Ma'aruf Amin dengan dokumen pendaftaran yang tidak lengkap dan benar bahwa hal inipun dapat dinilai sebagai kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif.
"Di kolom D-nya itu apakah sudah menandatangani pengunduran diri sebagai karyawan atau pejabat dari BUMN, ternyata beliau tidak memberi contreng. Katanya belum. Kok sampai sekarang belum juga," ucap mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
BPN menganggap pelanggaran ini merupakan pelanggaran yang serius untuk dipertimbangkan secara matang sehingga berakibat pada diskualifikasi Jokowi-Ma'aruf.Â
Masyarakat awam pun menilai hal ini sebagai sebuah pelanggaran karena benar-benar melanggar undang-undang Pemilu. Oleh karena itu, tak heran jika TKN ketakutan dengan materi gugatan tersebut.
TKN meminta agar MK menolak penambahan dalil materi dan materi permohonan sengketa Pilpres yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi.Â
Jika tidak ketakutan maka dasar hukum yang digunakan oleh TKN adalah valid. Dasar hukumnya adalah Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan MK Nomor 5/2018 Tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilu tidak memberi kesempatan bagi pemohon.
Menurut wakil ketua TKN, Arsul Sani, Peraturan MK Nomor 1/2019 tidak secara eksplisit mengatur pemohon boleh mengubah materi permohonan yang telah diajukan pada waktu pengajuan permohonan gugatan hasil Pilpres pada 21-24 Mei 2019 kecuali gugatan hasil legislatif. Pemohon dapat mengubah dalam waktu 3x24 jam setelah permohonan diberikan.
Oleh karena itu, TKN akan membuat surat permohonan kepada MK untuk menolak perbaikan materi oleh BPN. Dalam permohonan tersebut, TKN meminta MK membuat keputusan sela untuk memutuskan materi perbaikan itu masuk dalam agenda persidangan atau tidak. Arsul pun berharap hal yang sama dilakukan oleh KPU dan Bawaslu sebagai pihak termohon.
"Itu menurut kami perlu dipertimbangkan untuk diputuskan lebih dulu. Tidak perlu sampai dengan menunggu pemeriksaan pokok perkara dan kemudian putusan di tanggal 28 Juni," ujar Arsul
Disisi lain, menurut Bambang Widjojanto, permohonan penambahan materi perbaikan oleh BPN didasarkan pada Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2019 dimana BPN menggunakan hal mereka secara konstitusional untuk menambah dan memperbaiki gugatan mereka.
Oleh karena itu penulis menilai bahwa jika benar Ma'aruf Amin masih menjabat dalam struktur organisasi Bank Syariah dan tidak melengkapi dokumen pendaftaran termasuk surat pengunduran diri dari Bank Syariah maka hal ini menjadi salah satu yang ditakutkan oleh KPU dan TKN karena tidak ada dasar hukum untuk membantah selain mencegah argumentasi itu masuk dalam persidangan.
Apakah ini sebuah ketakutan?
Mari kita menyimak.
Referensi: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H