Tak heran, antrian yang lama mengakibatkan anak-anak sering terlambat sekolah atau jika tidak, dipastikan mereka tidak mandi.
Selama hampir setengah tahun, masyarakat sekitar dipaksa untuk membeli air minum yang dijual oleh beberapa mobil angkutan barang (Pick up) dengan harga Rp 2.500/liter untuk keperluan makan, minum, mandi dan cuci. Karena kondisi itu, mereka terpaksa harus berada dalam sebuah antrian yang memakan waktu cukup lama dan meninggalkan banyak pekerjaan demi segelas air minum.
Â
Akibatnya jika hujan dan banjir, mata air akan tertutup oleh banjir dan masyarakat menunggu sampai banjir selesai, dan setelah itu barulah mereka membuat sebuah mata air yang baru. Jika curah hujan berkepanjangan, maka air hujan digunakan untuk keperluan mandi bahkan makan dan minum.
Oleh karena itu, ada beberapa bantuan untuk pembuatan sumur bor. Awalnya, keberadaan air dideteksi menggunakan geolistrik. Setelah mendapatkan titik air, pengeboran mulai dilakukan pada bulan November dengan kedalaman 70-an meter, namun yang terjadi kesia-siaan.
Â
Rencana kedalaman akan mencapai 100 meter tetapi pekerjaan masih mandek karena air untuk pengeboran harus diambil dari Kota Soe dengan jarak kurang lebih 50-an KM.
Â