Bambang Widjojanto yang pernah melawan otoriteritersme Menantu Prabowo karena kasus pelanggaran HAM diharapkan menjadi pahlawan kesuksesan Prabowo menduduki kursi presiden RI.
BPN menunjuk Bambang Widjojanto (BW) sebagai Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi atas gugatan terhadap hasil pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Penunjukan BW menjadi sorotan publik mengingat BW memiliki track record yang luar biasa.
Bambang Widjojanto atau akrab di media dengan inisial BW dilahirkan di Ibukota Jakarta pada tanggal 18 Oktober 1959. Bambang Widjojanto pernah di drop out oleh Universitas Indonesia (UI). Kala itu, ia mengambil jurusan Sastra Belanda.
Kejadian ini bukanlah sebuah kegagalan total bagi BW. Ia kemudian kuliah dan memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Jayabaya. Bermodalkan gelar Sarjana Hukum, BW bergabung dalam Yayasan  Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sebagai pengacara yang memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang digusur, dipinggirkan, diPHK, dan keseharian pelanggaran atas hak-hak asasi mereka.
Ia pernah memimpin YLBHI selama lima tahun menggantikan Adnan Buyung Nasution. Salah satu kesuksesan kepemimpinannya adalah ketika YLBHI menjadi salah satu Yayasan Hukum yang menentang keras otoriteritersme Orde Baru dan menyumbangkannya pada tahun 1998.
BW benar-benar dikenal sebagai aktivis kemanusiaan. Ia berjuang menentang korupsi dan berbagai pelanggaran HAM. Kemudian ia mendirikan sebuah Non-Goverment Organitation (NGO) yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Organisasi tersebut bernama ICW (Indonesia Corruption Watch).
Selain itu, karena kasus penculikan, penghilangan orang dan kasus kekerasan di Aceh, Papua, Tanjung Priok, Timor Timur, Maluku, Sambas, Sampit dan Poso di bawah rezim Soeharto, ia mendirikan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan yang disingkat KontraS. Tujuannya agar membongkar praktik kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan.
Tak heran, perjuangannya untuk kemanusiaan, pada tahun 1993, ia memperoleh penghargaan Kennedy Human Rights Award.
Tidak berhenti menambah ilmu, ia kemudian melanjutkan studi Magister di Program Postgraduate, School of Oriental and Africand Studies, London University dan Doktor Ilmu Hukum di Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.
Mantan dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini pernah menjadi Panitia seleksi calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 154/2009), anggota pembentukan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Tim Pembentukan Regulasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwas Pemilu).