Polemik ini terus berlanjut dan memanas sampai dengan tahun 2015. Kemudian negara-negara anggota tetap dewan keamanan PBB berhasil mencapai kesepakatan dengan Iran yang akan membatasi program nuklir dengan ketentuan adanya keringanan sanksi ekonomi. Kesepakatan ini akhirnya mengakhiri negosiasi yang cukup alot selama lebih dari satu dekade.
Namun, berkuasanya Trump menggantikan posisi Barack Obama menarik diri secara sepihak dan kembali memberlakukan sanksi ekonomi kepada Iran. AS memasukkan Garda Revolusi Iran ke dalam daftar kelompok teroris dan mencabut keringanan beberapa importir minyak Iran sehingga negara-negara yang sebelumnya masih membeli minyak Iran tidak bisa lagi mendapatkan pasokan minyak. Menurutnya, kesepakatan tahun 2015 tidak efektif.
Keputusan Trump menciptakan ketegangan dengan Iran karena keputusan tersebut berimbas pada jatuhnya nilai mata uang Iran ke rekor terendah, ditambah meningkatnya tingkat inflasi tahunan menjadi empat kali lipat.Â
Kemudian Iran pun memilih untuk tidak taat pada beberapa kesepakatan pada tahun 2015. Alasannya adalah untuk apa taat pada kesepakatan tersebut jika hukum ekonomi masih diberlakukan.
Lalu dimanakah posisi Rusia?
Posisi Rusia sebagai mitra Iran sejak 1990an menjadi bukti bahwa mereka ada di pihak Iran. Akan tetapi, disisi lain Rusia merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang menandatangani kesepakatan tahun 2015.
Rusia di antara dilema dan galau karena secara ekonomi, mereka mendapatkan keuntungan dari mitra pengembangan nuklir sehingga negosiasi dengan Amerika Serikat yang terjadi pada tahun 2015 merupakan salah satu negosiasi yang dipengaruhi oleh Rusia.
Setelah AS menarik diri sepihak dan memberlakukan sanksi ekonomi kepada Iran berakibat pada terganggunya mitra ekonomi dan pengembangan nuklir Iran. Kerugian Iran adalah kerugian Rusia.
Ketegangan Iran dan AS akhir-akhir ini merujuk pada peperangan setelah beberapa Kapal Perang AS dikerahkan ke Timur Tengah sebagai wanti-wanti terhadap serangan Iran kepada negara-negara sekutu AS seperti Arab Saudi.
Walaupun dalam pernyataan para petinggi dari kedua negara tersebut menyatakan ketidakinginannya untuk melakukan perang tetapi mereka siap jika salah satu dari antara mereka memulai.
Posisi Rusia jika terjadi perang
Rusia diantara dilema dan galau akan sulit membuat keputusan. Menjadi negara yang netral juga susah mengingat Rusia pernah dituduh sebagai salah satu negara yang membantu kemenangan Trump tetapi akhir-akhir ini Rusia tidak menyetujui vonis hukum AS terhadap salah warga negaranya.