Memiliki nilai estetika dan ekonomis yang tinggi, inilah yang menjadi alasan pakaian tenunan hanya digunakan dalam ritual-ritual adat dan acara-acara resmi walaupun ada beberapa yang masih menggunakannya sehari-hari.
Seringkali pertanyaan yang muncul ketika mengenakan pakaian tenunan adalah "Hom altam hem nao neu me?"
Altam berasal dari kata dasar alat yang berarti adat. Dalam dialeg dan tenses bahasa Dawan khususnya, m sebagai tambahan dan pelengkap. Juga dalam beberapa kata, ada pertukaran dua huruf terakhir seperti kata alat, t dan a bertukar posisi (saya akan bahas di lain waktu).
Pertanyaan di atas berarti "Anda pakai adat untuk ke mana? Atau untuk apa?" Pertanyaan ini menunjukkan kepada kita bahwa mengenakan pakaian ada hanya untuk acara-acara adat dan acara-acara resmi lainnya. Sebab itu, tenunan Amanuban dihargai cukup mahal selain nilai estetika dan ekonomis juga relatif sulit dalam pembuatannya.
Jenis tenunan Amanuban bukan hanya satu tetapi terdapat tiga jenis tenunan yaitu Saeb/Buna, Lotis/Sotis dan Futus. Perbedaannya bukan pada motifnya tapi terletak pada cara pembuatannya karena motif dengan imajinasi dapat memodifikasi menjadi model motif yang baru.
SAEB (BUNA)
Benang yang digunakan untuk mengikat bermacam-macam warna tergantung selera penenun. Ada warna merah, putih, biru, hijau, kuning dan lain sebagainya. Sedangkan benang dasarnya berwarna hitam. Biasanya, semua warna digunakan dalam satu tenunan sehingga kebanyakan mereka menyebut tenunan Amanuban adalah kain pelangi.
Oleh karena teknik pembuatannya yang relatif sulit dan membutuhkan durasi waktu yang cukup lama, Saeb atau Buna merupakan tenunan Amanuban yang yang memiliki nilai jual paling mahal. Ada yang dihargai dengan jutaan rupiah per lembar.
Dalam sebuah sarung atau selimut (Saeb), biasanya dibuat dari tiga potong kain tenunan. Dua kain dengan model motif dan ukuran yang sama sedangkan salah satunya berbeda motif dan ukuran. Biasanya, yang satu ini memiliki ukuran lebih besar dan posisinya ada di bagian tengah diapit oleh dua model yang sama tersebut yang disebut dengan kain induk.
Dua lembar kain dibuat dengan benang dasar berwarna pelangi tergantung selera penenun lalu diselingi dengan satu-satu rangkaian motif yang berwarna-warni sedangkan kain induk dengan benang dasar hitam dipenuhi dengan Saeb atau ikatan benang yang lain.