Musim 2018-2019 merupakan musim pahitnya Real Madrid. Pasalnya, Madrid telah kehilangan dua trofi yaitu Liga Champion dan Copa Del Rey. Untuk menjuarai La Liga pun masih dianggap sangat mustahil mengingat Real Madrid masih menempati peringkat ketiga dengan selisih poinyang cukup besar dengan yaitu 13 poin.
Madrid memulai musim dengan baik tetapi setelah beberapa pertandingan, Madrid harus puas berbagi poin dengan Bilbao. Musibah datang lagi setelah berselang satu pertandingan dengan Bilbao, Madrid ditekuk Sevila dengan skor telak 3:0. Sevila sepertinya membawa sebuah kutukan bagi Real Madrid, hasil imbang dan kekalahan identik dengan Madrid setelah itu.
Madrid tidak stabil lagi di La Liga. Hasil yang diperoleh adalah Imbang dan Menang yang silih berganti. Tidak ada konsistensi kemenangan dalam diri Real Madrid. Bahkan, klub-klub papan bawah pun merusak mimpi Madrid meraih trofi musim ini.
Sebuah keputusan yang tak lasim dilakukan oleh presiden Real Madrid, Fioentina Perez yaitu memecat sang pelatih, Julen Lopetegui pada akhir Oktober 2018 setelah kalah 5:1 dari Barcelona kemudian menunjuk Santiago Solari untuk menangani Madrid.
Awal menangani Madrid, hasil yang diperoleh sepertinya menjanjikan bahwa Madrid telah menemukan performanya kembali. Akan tetapi, tidak konsistensinya Madrid dua kali harus mengakui kepiawaian CSKA Moskow di Liga Champion dan beberapa pertandingan Liga lainnya Madrid harus puas dengan hasil imbang atau kalah. Di akhir Februari dan awal Maret adalah saat dimana Madrid seakan kehilangan segalanya, kehilangan trofi CDR di tangan Barcelona dan Liga Champion di wakil Bealanda, Ajax Amsterdam.
Hal yang sama lagi dilakukan oleh Fiorentina Perez, kembali memecat Solari dan mencari pengganti lain. Setelah melalui beberapa percakapan, Perez berhasil membujuk Zidane yang Notabenenya baru melepas madrid musim lalu. Zidane diharapkan mengembalikan stabilitas tim untuk mengakhiri musim dengan baik dan akan mengawali musim depan dengan performa tim yang sudah stabil.
Zidane dipercaya akan mendongkrak kembali madrid dan kembali berjaya. Alasannya adalah di tangan Zidane, Madrid menjadi satu-satunya tim yang mampu bermain dengan baik di Liga Champion. Buktinya, menjadi tim pertama yang menjuarai Liga Champion tiga kali berturut-turut.
Kembalinya Zidane ke Madrid selain untuk mengembalikan stabilitas tim, ia kembali karena Cinta.
"Saya kembali karena presiden memanggil saya dan saya mencintainya dan juga club ini" ujar pria berkepala plontos itu.
Diharapkan karena cinta, Zidane memberikan segalanya agar tim menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Di tangan Zidane, Madrid sudah menjalani lima pertandingan. Pertama melawan celta vigo dengan skor 2:0, kedua melawan Huesca dengan skor 3:2, ketiga harus tunduk kepada Valencia dengan skor 2:1, keempat  dengan susah payah menudukan Eibar dengan skor 2:1 dan tadi pagi harus puas berbagi poin dengan Leganes.
Hasil selama Zidane menangani Madrid ini masih jauh dari ekspektasi. Madrid belum konsiten dan belum menemukan keseimbangan tim. Leganes yang di atas kertas di bawah real Madrid, hari ini membuktikan bahwa saat ini Madrid selevel dengan club-club papan bawah liga spanyol.
Madrid masih membutuhkan waktu untuk kestailan tim. Bagi Madrid, Musim ini tidak perlu trofi. Trofi terbaik adalah mengembalikan kestabilan permainan, keseimbangan tim dan lebih dari itu mengembalikan kejayaannya Madrid karena Madrid yang sebenarnya bukanlah Madrid saat ini.
Halla Madrid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H