Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hari Hutan Sedunia Diabaikan, Ini Peringatan Banjir Sentani

23 Maret 2019   00:59 Diperbarui: 23 Maret 2019   01:14 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Iklim di dunia terus berubah bahkan tidak bisa diprediksi. Perubahan iklim mengakibatkan terciptanya sebuah pola cuaca baru yang bertahan beberapa dekade bahkan berjuta-juta tahun.

Perubahan ini terjadi akibat pemanasan global atau ulah manusia yang tidak terkontrol. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan ini didukung oleh beberapa badan sains internasional walaupun beberapa ahli tidak menyetujuinya.

Selain itu, perubahan iklim pun diakibatkan oleh ekploitasi hutan secara liar. Hutan yang seharusnya berperan menghilangkan karbondioksida sebagai salah satu akibat dari pemanasan global malah digunduli.

Akibatnya, bukan hanya pemanasan global yang terus meningkat, akan tetapi erosi dan banjir merajalela dimana-mana bahkan sekarang menjadi momok yang menakutkan. Bahkan, ribuan keanekaragaman hayati terancam punah.Kini, banyak korban jiwa akibat longsor dan banjir sebagai bentuk bayar harga manusia terhadap tindakannya kepada alam.

Ekploitasi hutan secara liar merupakan salah satu bentuk kerusakan lingkungan hidup yang seharusnya tidak boleh terjadi karena peran lingkungan yang aman dan sehat sangat vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan hutan merupakan sumber kehidupan paling besar di dunia.

Oleh karena itu, berdasarkan prinsip peri kemanusiaan dan mencintai alam yang dijunjung tinggi oleh dunia maka United Nation sebagai lembaga atau organisasi internasional sepakat untuk melindungi hutan dan melestarikannya. 

Salah satu bentuknya adalah menetapkan 21 Maret sebagai Hari Hutan sedunia dalam resolusi PBB pada tanggal 28 November 2018.

Alasannya, setiap tahun sebanyak 13 Hektare Hutan yang ditebang. Luas ini sebanding dengan luas Negara Inggris. Jika Kondisi ini terus dibiarkan maka suatu saat kawasan hutan akan habis maka tidak bisa dibiarkan terjadi begitu saja sehingga PBB mengambil inisiatif tersebut.

Tujuannya adalah untuk peringatan bahwa hutan memiliki peran vital bagi kehidupan manusia yang layak dilestarikan dan meningkatkan kesadaran manusia untuk terus menjaga dan memelihara hutan.

Peringatan Hari Hutan sudah kita lewati. Namun, Peringatannya di Indonesia seakan hilang ditelan bumi. Tak ada satupun kita yang sadar untuk merayakannya. Saya saja baru tahu ketika Banjir Sentani dikaitkan dengan hutan sehingga saya tertarik untuk membaca artikel-artikel tentang hutan. 

Lalu seorang kompasioner menulis tentang hutan. Ini menunjukan bahwa upaya pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan rasa memiliki dan memelihara hutan masih minim bahkan tidak ada.

Bahkan pers juga tidak menulis tentang hutan. Hanya ada beberapa pihak yang sadar untuk memperingatinya melalui tulisan-tulisan kecil. Mungkinkah Peringatan Hari Hutan dilenyapkan oleh berita-berita politik seakan peringatan hari hutan tidak penting bagi kita.

Akibatnya kita harus diperingatkan oleh banjir Sentani, Papua. Banjir yang memakan puluhan korban jiwa dan harta benda. Proses evakuasi pun masih terus dilakukan untuk mencari korban-korban hilang. Sedangkan yang luka-luka dibawa ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan medis.

Perlu diketahui, berdasarkan laporan BMKG, Banjir ini merupakan Banjir Bandang yang diakibatkan oleh penebangan hutan di area pegunungan yang menghabiskan puluhan hektar. 

Sepotong komentar yang dilontarkan oleh seseorang dengan nama akun Rulan dalam tulisan Bendung Alami, Penyebab Utama Banjir Bandang Sentani bahwa "Kisaran tahun 1990an, ketika berwisata ke Air Terjun, saat melalui kaki gunung, kami melewati banyak pohon. Mulai 2001an, sepanjang kaki gunung yanh terihat kebanyakan adalah kebun.
Tidak ada lagi peresapan secara alami.
Akar akar pohon yang menjadi topangan dan yang juga menjadi salah satu alur peresapan sudah ditebang dan dijadikan kebun. Pohon juga sudah berkurang di sepanjang aliran sungai. Ini seperti memperlancar aliran air.

Untuk area Waena, jika tidak segera mendapat penaggulangan, maka kami seakan tinggal menunggu "waktu untuk dihabisi", karena di kaki gunung, dan maupun pada kemiringan bukit, bermunculan kebun kebun.

Selain itu, ditambah dgn pembangunan perumahan dll, yg tidak memperhitungkan area area peresapan, tutup sana sini, timbun sana sini.
Hal di atas adalah sisi negatif tentang kondisi hutan di daerah Sentani, Papua.

Dalam tulisan Magfirah dalam situs Dongeng Geologi, ia mengatakan bahwa "Pembalakan menjadi salah satu faktor penyebab banjir bandang, jika potongan kayu yang tertumpuk akibat pembalakan hutan terseret oleh arus dan turut membendung aliran. Namun, menariknya jika kita perhatikan kondisi vegetasi pada sepanjang pegunungan Cycloop, pada lokasi terdampak (Sentani dan Doyo Baru) lokasi vegetasi masih relatif rimbun jika dibandingkan pada daerah bagian timur (Waena). Jika seandainya intensitas curah hujan pada  sepanjang sisi pegunungan serupa, maka kawasan Waena akan terkena dampak, bahkan lebih parah. Untungnya, Peg. Cycloop di kawasan Waena selain memiliki morfologi lereng yang lebih landai, lembah -- lembah nya terbuka (tidak ada bendung alam). Aliran menjadi mudah mengalir sehingga kecepatan aliran relatif lambat.
Ini yang merupakan sisi positifnya namun masih terjadi banjir yang begitu besar.

Hutan yang seharusnya mengatur dan menyimpan air tanah sudah tak berfungsi. Akibatnya, tanah jenuh terhadap air yang dihasilkan dari curah hujan yang tinggi mengalir memenuhi permukaan tanah dengan volume yang cukup besar.

Hasil eksploitasi ini menguntungkan beberapa pihak yang tak sebanding dengan pihak yang dirugikan. Hasilnya, pasti dinikmati oleh para kapitalis yang memanfaatkan minim kesadaran masyarakat tentang peran pentingnya hutan dalam kehidupan manusia.

Belajar dari peristiwa ini, maka mengandalkan Undang-undang perlindungan hutan saja tidak cukup sehingga perlu adanya bentuk upaya lain untuk melindungi hutan.

Pertama, perlu upaya pemerintah untuk memperingati Hari Hutan Sedunia agar meningkatkan kesadaran masyarakat memelihara dan melestarikan hutan dengan cara menetapkannya sebagai hari libur nasional selayaknya hari buruh.

Kedua, Sosialisasi pentingnya pemeliharaan hutan pun harus dilaksanakan sampai dengan pelosok-pelosok sehingga mereka tidak mudah diperdaya oleh para kapitalis untuk mengambil hasil hutan secara besar-besaran.

Ketiga, Pemerintah mewajibkan kepada semua pemerintah desa untuk membuat Perdes tentang hutan. Perdes akan lebih kuat dibandingkan dengan undang-undang karena Perdes dibuat berdasarkan musyawarah-mufakat oleh Kepala Desa dan Masyarakat melalui Musdes sehingga perlindungan oleh masyarakat itu sendiri.

Keempat, Kerja Polisi Kehutanan harus lebih extra lagi dalam menjaga dan mengamankan hutan lindung. Bila perlu dengan adanya Perdes, setiap desa ditetapkan beberapa Polisi Kehutanan sesuai ukuran hutan yang dimiliki oleh desa untuk bersinergi dengan masyarakat dalam menjaga hutan.

Kelima, Wajib kepada setiap daerah untuk melakukan reboisasi terhadap hutan-hutan yang terlanjur dieksploitasi oleh pihak yang tak bertanggung jawab.

Keenam, Wajib untuk setiap desa untuk menanam pohon di kawasan air dan sungai serta lereng-lereng gunung dan terutama untuk spot-spot yang rawan longsor.

Untuk mewujudkannya, perlu ada sinergitas yang kuat antara Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah Desa bahkan RT juga sinergitas antara Pemerintah dan Masyarakat.

Mari kita menjaga hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budi daya tanaman pertanian pada lahan hutan, penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global.

Dan juga, Mari kita wujudkan Negara Indonesia sebagai negara yang bebas bencana akibat ulah manusia dan negara yang bebas kerusakan lingkungan hidup.

Selamat Hari Hutan 21 Maret yang telah berlalu
Selamatkan Bumi
Selamatkan Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun