Generasi muda merupakan generasi harapan bangsa. Peran generasi muda sangat berpengaruh terhadap kehidupan masa depan sebuah bangsa.
Jika sebuah bangsa memiliki generasi muda yang rusak maka bangsa itu pula akan hancur dan sebaliknya jika bangsa tersebut memiliki generasi muda yang baik maka bangsa tersebut akan terus jaya.
Artinya mati atau hidup, maju atau tertinggal, hancur atau semakin kokoh sebuah bangsa ada di dalam genggaman generasi muda
Namun, generasi muda khususnya generasi muda Indonesia tidak terhindar dari pengaruh budaya dan pergaulan sehingga generasi muda tumbuh dalam suatu kehidupan berbudaya yang tak terdidik dan dunia pergaulan yang sangat bebas.
Baca juga : Buleleng sebagai Kota Pendidikan
Akibatnya generasi muda tumbuh menjadi individu yang tak berkarakter dan menjadi penjajah atas bangsanya sendiri. Hal ini membuktikan kepada kita untuk tidak memungkiri kata-kata Presiden Republik Indonesia yang pertama, Bung Karno bahwa "Perjuangan saya lebih mudah karena melawan penjajah tapi perjuangan anda akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri".
Pada umumnya, yang menjadi pemeran utama masalah-masalah di Indonesia adalah generasi muda dan generasi yang telah melewati situasi generasi muda itu sendiri. Contohnya: korupsi, narkoba, teroris dan lain-lain.
Hampir semua kasus korupsi yang melibatkan orang-orang hebat di Indonesia seperti kasus korupsi proyek Hambalang senilai Rp. 706 Miliar, kasus korupsi Century senilai Rp. 7,4 Triliun dan kasus korupsi e-KTP senilai Rp. 2,3 Triliun.
Selain itu, terdapat beberapa kasus narkoba yang melibatkan pihak-pihak elit di Indonesia diantaranya kasus narkoba yang melibatkan oknum polisi di Sukabumi.
Baca juga :Â Pelajaran dari Corona
Masalah yang paling besar dihadapi saat ini adalah termasuk terorisme. Kasus rentetan pengeboman Surabaya, Sidoarjo hingga Jambi menunjukan adanya pengecut atau penghianat dari bangsa sendiri yang membawa paham terorisme untuk menghancurkan bangsa sendiri.
Masalah-masalah di atas menunjukkan bahwa aplikasi pendidikan karakter di dunia pendidikan sampai dengan detik ini belum mampu menunjukkan output yang signifikan, sebagaimana dengan apa yang dimaksudkan dalam tujuan pendidikan nasional.
Yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Indonesia sedang dalam keadaan darurat dan menuju ambang kehancuran. Kehadiran negara terlihat lebih kuat cenderung menangani melalui sistem pertahanan  dan keamanan serta hukum. Namun, masih ada saja pengkhianat dan pengecut bangsa.
Baca juga : Pelajaran dari Tragedi Pulau Paskah, Catatan dari "Easter Island: Unsolved"
Hal ini tidak berarti negara mengesampingkan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan tetapi masalah-masalah di atas menunjukan bahwa metode yang diterapkan tidak memiliki kekuatan batin yang menjadi bahan komitmen bagi seseorang yang akan bertumbuh menjadi generasi muda harapan bangsa.
Masalah Umum Pendidikan Karakter Di Indonesia
Tenaga Pendidik
Pendidikan Karakter di Indonesia pada umumnya dititikberatkan pada guru Pendidikan Agama dan guru Bimbingan Konseling. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hanyalah sebuah formalitas dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan juga RPP menjadi beban kerja yang lebih bagi seorang guru. RPP dipersiapkan dengan baik hanya untuk atasan tahu bahwa mereka mengajar sesuai dengan RPP tetapi dalam eksekusinya.
jauh berbeda dari rencana. Akibatnya tidak ada efek atau pengaruh terhadap siswa melalui apa yang disampaikan oleh guru.
Belum lagi masalah dari guru Pendidikan Agama dan guru Bimbingan Konseling. Jika peran guru Pendidikan Agama sebatas menerapkan teori dana guru  Bimbingan Konseling sebatas menangani masalah tanpa adanya suatu tindakan follow up, dipastikan bahwa kehadiran mereka juga hanyalah sebuah formalitas.
Orang Tua
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi punya dampak yang sangat besar bagi pembentukan karakter siswa. Dengan adanya zaman modernisasi ini, kehidupan remaja bahkan anak-anak sangat kehidupan remaja bahkan anak-anak sangat  memprihatinkan. Kasus hamil di luar nikah, pemerkosaan, pornografi, narkoba dan lain-lain tidak terlepas dari pengaruh teknologi.
Terdapat kasus lain dimana siswa memukul guru karena HP. Hal ini menunjukan bahwa adanya penanaman karakter tidak menghargai dalam diri siswa.
Begitupun pada umumnya, siswa sering di bela oleh orang tua. Akibatnya, guru memilih untuk melepas tangan (tidak mendidik lagi) dari siswa. Ini menjadi masalah besar dalam penerapan Pendidikan Karakter. Tidak adanya sinergi antara orang tua dan pihak sekolah
Pendidikan karakter merupakan pengaruh yang diberikan oleh seseorang dalam pembentukan perilaku baik itu di sekolah, di rumah maupun lingkungan sosial masyarakat.
Pendidikan karakter di sekolah adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang guru, mampu mempengaruhi karakter seorang siswa.
Guru turut serta dalam proses pembentukan watak siswa. Hal ini mencakup banyak hal tentang keteladanan seorang guru baik itu perilaku, cara berbicara, hidup bertoleransi, berintegritas dan lain-lain yang berkaitan dengan karakter.
Hal yang sama untuk pendidikan karakter di keluarga merupakan segala sesuatu yang dilakukan oleh orang tua yang mampu mempengaruhi pembentukan karakter anak dalam rumah tangga.
Sekolah dan orang tua harus bersinergi, bahu-membahu membangun pendidikan karakter yang baik di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H