Oleh: Rosidah Binti Musa
Seharusnya aku tidak membuat tulisan atau bisa dibilang sindiri begini, tapi apalah boleh buat ketika suara tak lagi didengar maka tulisanlah yang pada akhirnya berkobar.Â
Kau tahu, lisanku terasa berbui bila berulangkali memberimu peringatan bukan hanya sekali bahkan berulangkali. Ingin rasanya aku berkata lelah, tapi tidak baik ketika kawan terjerumus dalam ketidak baikkan terus aku meninggalkanmu dengan keburukkan.Â
Pantanglah bagiku untuk meninggalkan begitu saja, bisa kau lihat aku ini bukan hanya ingin menjadi sahabat di dunia kalau bisa bersama-sama diakhirat nanti, Aamiin.
"Lis sampai kapan kau mainan game itu?" tanyaku padanya.
"Kenapa emang? Kau mau ikutan main, apa?"
Kau lihat? Ketika aku tanya jawabnya dia mengajakku untuk bersama terjerumus dalam permainan yang membodohkan generasi muda dan lalai pada kewajiban sebagai hamba. Sangat menggeramkan bukan? Tapi aku masih sabar dan tidak terpancing olehnya.
"Apa enaknya sih mainan game pokemon? Perasaan nggak ada kebaikkan sama sekali deh, Lis."
"Itu katamu, karena kau terlalu katro Nissa."
"Menurutku itu sangat menyeramkan, kawan. Seharusnya kau bisa membayangkannya itu," jelasku padanya.
"Eleh, sok tau kau."