Mohon tunggu...
Nenk Mawar
Nenk Mawar Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Saya hanyalah penulis receh yang tengah berperang dengan pena dan menggoreskan kata-kata

Hidup hanya sekali, buatlah hidupmu berwarna. Jangan engkau menyia-nyiakannya tetap semangat apapun keadaannya keep fighthing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ilmuku Untuk Kampung Halamanku

14 Juni 2020   21:08 Diperbarui: 14 Juni 2020   21:23 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu banyak impian yang ingin aku capai, bahkan bukan saja membahagiakan keluargaku saja. Tapi, aku pun ingin membangun sebuah pendidikkan di kampung halamku. Meskipun aku tahu, itu semua tak akan mungkin terjadi.


Keluargaku sendiri memang sangat membutuhkanku, begitu pula anakku yang berbeda dengan anak-anak sebayanya. Keinginan hanyalah sebuah hayalan, namun aku mempunyai niat. Setidaknya aku harus bisa meneruskan kuliahku, dengan begitu ilmu yang aku dapat bisa dibagikan.

"Jangan memaksakan diri, Ratih. Jika memang tidak bisa, anak dan keluargamu membutuhkan biaya," saran Sri teman seperjuanganku."Mending, kau kirim saja uang itu untuk perobatan anakmu. Dari pada uangmu, dihambur-hambur buat sekolah lagi. Toh, umurmu sudah tidak muda lagi."

Aku tidak bisa melawan kata-katanya, walaupun dia tak memberi semangat untukku. Tapi dia teman baikku, meskipun pada akhirnya aku lebih memilih jalanku sendiri. Ia pasti memberi dukungan.

"Tak pikir-pikir dululah."

Benar memang katanya, umurku sudah tak lagi muda. Bahkan mungkin semangatku kurang bergairah seperti anak-anak muda yang berada di sampingku, cekikikan sambil menikmati semangkuk bakso. Tapi, tidak ada yang tidak mungkin. Jika aku benar-benar dalam menjalaninya, pasti anak muda pun kalah dengan semangatku. Aku tersenyum melirik anak-anak itu.

"Dirimu ini sudah cape kerja, masa mau ditambah beban untuk memikirkan pelajaran. Apa yo ndak mumet, Rat?"

"Yo mbuh, tapi yo nek kita niat pasti iso toh Sri?"

Sri menatapku lekat cukup lama, lalu perlahan ia menghembuskan napas yang sedikit kesal. Namun aku tahu, kekesalannya tak akan lama. Mungkin ia sedikit syok dengan pertanyaanku tadi.

"Bagaimana dengan suamimu?"

"Entah. Semoga saja dia mendukungku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun