"Ada apa, Mi?" tanya abah tiba-tiba.
"Enggak apa-apa, Bah. Cuma tadi ummi lihat anak kita itu melamun, gak biasanya."
"Apaan si Mi, orang gak ngelamun," bantahku.
Abah hanya tersenyum lembut menatapku, dan seraya beliau berkata. "Nanti malam, keruang abah bersama ummimu."
Lho ada apa abah memintaku datang bersama ummi di ruangan abah lagi, hatiku semakin tak keruan. Kuharap bukan karena keterlambatanku mengajar anak-anak hari ini.
****
Malam yang ditunggu telah tiba, hatiku semakin resah mondar-mandir dalam bilik sudah seperti kitiran. Duhai hati, berdzikirlah dan tenanglah tak akan terjadi apa-apa dengan badan yang penuh dosa ini. Serahkanlah pada Allah, biar tenang. Aku tak henti-henti menenangkan hati yang tengah bergemuru, karena kerisauan tadi pagi tak bisa membuatku tenang. Bahkan dzikirku pun terpental, tak bisa menahan rasa gemuru hatiku sendiri.
Terlihat ummi yang tengah duduk di sofa menungguku keluar kamar, dengan rasa berat aku pun berkata siap pergi bersama ummi ke tempat abah.
"Tak perlu gugup begitu, lihat tanganmu semua dingin," tegur ummi melihat wajahku yang pucat.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman, duhai ummi andai kau tahu betapa takutnya anakmu ini pasti engkau akan memelukku erat.
Langkahku terhenti ketika melihat ustad Ali berada di ruangan abah dan, sebentar ... aku mengenal siapa yang duduk di sebelah ustad Ali. Ada apa ini? Aku tak paham dengan ini semua.
"Mengapa ada ustad Ali, di sana Mi?" tanyaku pelan.