Oktober setelah hujan halaman sekolah basah, rumput digenangi air sisa hujan, lapangan volly menjadi becek hanya sisa pasir yang getinggin terlihat mengkilap di timpa cahaya matahari agar redup, karena sisa awan masih bergelayut di menutupi cahayanya. terasa sejuk cuaca sepenggalah pagi waktu itu. Dering hp memanggilku ada sebuah nama yang tak asing, meski baru beberapa bulan menjadi akrab di hpku yang sederhana buatan Cina hadiah dari ulang tahunku yang ke-40, usia segitu katanya usia puber ke entah, tapi bagi saya ini adalah puber kedua, suara di balik hp meningatkan bahwa hari itu ada pertemuan. "Kamu dimana " kata Bagas, Bagas adalah seorang pria separuh baya yang bekerja di sebuah instansi pendidikan sekolah menenga atas. " saya disini di dekat dekat warung, bapak dimana ? " tanyaku sambil celingukan mencari Bagas. " Aku disebrang jalan pake mobil hitam avanza " suara bagas menerangkan keberadaannya. "o iya, saya lihat mobil bapak, sebentar saya kesana " jawabku gembira, entah apakah ada yang memperhatikanku atau tidak,karena aku bergitu girang melihat sebuah mobil avanza yang parkir sejurus mataku menyebrang lapangan volly dan jalan. Langkahku sampai pada mobil hitam avaza, tiba-tiba pintu terbuka, bagas mempersilahkan masuk kedalam mobil, jujur tubuhku mengigil saat itu, karena baru pertama kali aku bertemu dengan seorang laki-laki yang baru aku kenal beberapa bulan dan itu pertama kalinya aku janjian ketemu selain teman-temanku di kantor.Tiba-tiba ada rasa yang lainsaat melihat matanya yang tajam memberi isyarat agar aku segera duduk, keberanianku mulai jalan untuk memasuki mobil itu dan duduk bersebalahan dengannya di depan. Darahku perlahan berdesir, gugup campur galau dan malu merambati seluruh tubuhku, salah tingkahpun terjadi ketika tangannya menyentuh tanganku sambil mengucap kata perkenalan. " kita kemana ?' tanyanya " terserah bapak " jawabku " kita keliling kota ya sambil cari makanan, makanan apa yang kamu suka?" " terserah bapak saja " " oke kita, keliling saja dulu ya " " iya " mobilpun meluncur pelan, menjajaki jalan yg masih basah selepas hujan tadi malam, aku seperti dipaku kursi, sementara tubuhku tak mau diam di serang debar,dalam perjalanan Bagas bertanya melirikku. " kamu guru ya " " bukan, saya ibu rumah tangga, di sekolah itu saya mengantar anak sekolah " " kukira guru, karena kamu tadi saya perhatikan keluar dari ruang guru, baju kamu bagus warna hijau " " ini warna biru pa " kalimatku menimpali perkataanya. " itu warna hijau, bukan biru, kamu juga tinggi padahal perkiraanku kamu pendek " " hanya seratus enam lima, ga tinggi ah masih rata-rata " " ya segitu sih tinggi di banding istriku " katanya sambil senyum duuuh senyum itu bikin dag dig dug seperti bunyi bedug saat magrib. Obrolanpun semakin akrab, Bagas menceritakan siapa dia, dari mana asalnya dan bekerja dimana, beberapa kelokan dan lampu merah terlewati sambil terus menuangkan pembicaraan demi pembicaraan, hingga waktu diam-diam mengintip dengan cepat menuju siang, semua tak terasa bahkan kilometerpun ikut berjalan menikmati pertemuan pertamaku dengannya. Aku melirik jam tanganku, aaaah jarumnya macet di angka sembilan,tersentak ingataku pada sekolah yg kutinggakan tadi, bingung itulah yang terjadi bercampur panik, jangan-jangan jam pulang sudah sampai di bel sekolah. " kamu kenapa " tanya Bagas " jamku mati, sekarang jam berapa ya, anakku apakah sudah selesai sekolahnya hari ini, jam sebelas lebih tiga puluh waktunya " "di depanmu ada jam, coba lihat saja" ah sebentar lagi kalau gitu, karena angka menujukan pada angka sebelas, akupun segera mengusulkan pada Bagas untuk kembali ke sekolah, dengan wajah agak kecewa dia mencoba memahami perkataanku. " oke, kita balik kesekolah " katanya Mobilpun beralih arah, sejenak kami diam seperti di pasung keheningan, hanya suara deru mobil yang masih setia menjalankan tugasnya, pas pada kelokan jalan sebelum sampai sekolah, di pinggir dekat pagar pembatas lahan mobil berhenti, aku bingung mengapa berhenti di situ padahal jarak masih beberapa ratus meter lagi.mungkin mogok sepertinya, atau aku turun disini agar tak kelihata orang lain karena aku jalan dengan seseorang, serba salah menjadi nominasi perkiraan.Tiba -tiba Bagas menghampiriku tangannya meraih pengaturan kursi yang aku duduki, akhirnya rebahlah kursi yang kududuki, tak lama kemudian tangannya memeluk wajahku, astaga !! bibirnya yang sedari tadi diam langsung melumat bibirku hingga hampir kehabisan nafas, aaaaah aku seperti di ketok kaget dan aneh hingga hanya terpana merasakan ciumannya entah berapa menit itu terjadi. " maafkan aku, aku tak tahan melihat bibirmu, maafkan kehilafanku " katanyadengan nada menyesal Marahku tak sanggup keluar hanya air mata menetes, entah itu bahagia atau entah.... Duuuh Gusti maafkan aku kataku dalam hati, campur sari itulah yang terjadi. Bagas segera mengembalikan kursiku pada semula, dia terlihat gugup namaun senyumnya tak lepas, seperti ada sesuatu, mungkin sama seperti yang aku rasakan.Mobilpun melaju kembali tepat di depan sekolah berhenti, dan akupun bergegas keluar suara lirih terdegar dari bibir bagas. " maafkan aku ya " mulutku terkunci, hanya anggukan yang kuperliahtkan padanya.Bagas segera meninggalkanku yang masih berdiri di pinggir jalan, gumanku perlahan betanya " Tuhan ciuman itu telah mendewasakan dosaku " sebuah sesal yang menyenangkan, Duuuuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H