Mohon tunggu...
NENING LATIFAH AL AMIN
NENING LATIFAH AL AMIN Mohon Tunggu... Guru - Hamba yang hina....

Penikmat buku dan senja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rinjani (Sebuah Nama)

17 Mei 2022   09:30 Diperbarui: 17 Mei 2022   09:57 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandung, Februari 2021...

"Kami ucapkan selamat sore dan selamat datang kepada seluruh penumpang kereta api Argo Parahyangan. Saat ini perjalanan anda telah sampai di stasiun Bandung. Bagi anda yang ingin mengakhiri perjalanan di stasiun Bandung, kami persilahkan untuk segera turun. Sebelum turun periksa dan teliti kembali barang bawaan anda, jangan sampai ada yang tertinggal ataupun tertukar didalam rangkaian kereta. Kami ucapkan terimakasih atas kepercayaan anda telah menggunakan jasa angkutan kereta api".  Alhamdulillah, tak terasa tiga setengah jam perjalanan dari Banjar ke Bandung membuatku tertidur pulas, suamiku bergegas membangunkanku dan bersiap untuk turun. Kamipun langsung menuju rumah Bibi yang terletak di daerah Sukajadi dengan menggunakan Gocar, untuk memudahkan kami agar langsung sampai ditempat tujuan tanpa naik turun angkot, karena dari stasiun ke rumah bibi harus menggunakan dua angkot dengan jurusan berbeda. Sesampainya dirumah bibi kami disambut oleh bibi dan anaknya yang pertama. Kebetulan bibiku juga dalam keadaan mengandung dan usia kandungannya menginjak usia tujuh bulan. Pamanku jika sore seperti ini mungkin dalam perjalanan pulang dari tempat kerjanya. "Besok jadi jadwal cek AMHnya La?" tanya bibiku. Akupun menjawab iya, dan aku sengaja berangkat sehari sebelumnya agar bisa beristirahat dulu sebelum pemeriksaan.

***

Banjar, Satu tahun yang lalu...

 "Mas, aku rela kalau kamu mau nikah lagi. Aku bukan wanita sempurna mas, aku belum bisa memberimu keturunan". Dengan berlinang air mata aku ungkapkan hal tersebut kepada suamiku. "Kamu harus punya keturunan, kamu anak satu-satunya bapak sama ibu. Siapa yang akan menjadi penerus kamu nanti mas". Suamiku hanya diam dan merangkulku. "Rumah tangga bukan sekadar tentang punya anak dek, bagaimanapun keadaan kamu aku akan tetap bersama kamu. Suka dan duka kita lewati sama-sama, kamu yang menemaniku dari awal sampai titik ini, urusan tentang anak kita serahkan saja sama Allah. Kita hanya diwajibkan ikhtiar, hasilnya terserah Allah saja. Kita ambil hikmah atas apa yang menipa diri kita saat ini, mungkin Allah punya rencana yang lebih indah". Dia mencium kepalaku, aku tau meski dia tak menampakan, dalam hatinya suamiku menangis.

Kali ini kesempatan kedua kucoba membujuk suamiku untuk menikah lagi "Mas, kamu mau ya nikah lagi? Kamu kenal Litta kan, sahabatku waktu SMA? Kamu udah beberapakali ketemu sama dia, dia belum menikah sampai sekarang, mau ya aku jodohkan sama dia? Atau kamu ada nggak perempuan yang kamu sukai? Ya mas ya, mau ya?". Mungkin kali ini aku terlalu banyak bicara sehingga emosi suamiku agak sedikit tersulut. "Sudahlah dek, kamu jangan maksa mas terus untuk nikah sama permpuan mana pun, ini tak akan merubah keadaan. Kamu kan tau juga hasil tes sperma mas menderita teratozospermia, bukan kamu saja yang Allah uji dek, tapi mas juga. Kita sama-sama nggak sempurna. Sudahlah jangan selalu menyalahkan diri sendiri. Pokoknya mas nggak mau nikah lagi titik". Diapun beranjak dari kursinya menuju kamar. Akupun merasa bersalah dan segera menghampirinya.  Kulihat dia sedang tertunduk lesu dengan memejamkan mata di ujung jendela kamar. "Maafkan aku mas, aku hanya ingin kamu punya anak saja, aku ingin ayah sama ibu punya cucu dan tidak memahami perasaanmu, maafkan aku ya mas". Dia tetap tak bergeming. Tak terasa airmataku juga luruh, dan akhirnya suamikupun kembali merangkulku dan membisikan kata-kata penguatan untuk kami berdua.

 Meskipun sambil becanda kucoba terus sampai tiga kali kesempatan kusampaikan niat agar suamiku menikah lagi, tetap saja jawabannya sama. Dalam hati aku bersyukur mendapatkan suami yang benar-benar mencintaiku dan menerimaku apa adanya. Akhirnya kamipun berencana mengadopsi anak. Namun saat kami mengusulkan akan mengadopsi anak, ibu mertuaku menolaknya. Alasanya takut kami tidak bisa menyayangi seperti anak sendiri, dan akhirya takut malah menjadi dosa. Mendengar keputusan itu kamipun tak bisa apa-apa. Aku hanya bisa pasrah. Aku sudah sangat bersyukur mendapatakn suami yang menerima aku apa adanya. Begitupun ayah dan ibu mertuaku yang menerimaku, walaupun sesungguhnya aku tak pernah tau isi hati mereka. Aku percaya bahwa mereka benar-benar tulus menyayangiku.

***

Banjar, Sepuluh Tahun yang lalu...

          Namaku Putri Mandalawangi, entah apa maksud dari nama itu. Yang pasti setiap orang tua selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, termasuk memberikan sebuah nama yang didalamnya mereka selipkan do'a dan harapan yang paling baik untuk kebahagiaan anaknya. Aku terbiasa dipanggil Lala. Aku terlahir dari tiga bersaudara, kakak tertuaku seorang perempuan, namun dia menderita cacat mental sejak lahir, meskipun usianya lima belas tahun lebih tua dariku namun perilakunya seperti anak usia tiga tahun. Kakak keduaku seorang laki-laki kami terpaut usia tiga belas tahun. Seorang yang lembut, penuh kasih sayang dan dewasa. Sedangkan aku yang paling cerewet, periang, namun sering tak kuasa menahan tangis bila melihat sesuatu yang menyedihkan.

          "saya terima nikah dan kawinnya Putri Mandalawangi Binti Haji Muhaemin dengan maskawin seperangkat alat salat dan Emas sebanyak sepuluh gram dibayar tunai". SAAAAAAAAH..... Hatiku bergetar ketika seseorang yang baru ku kenal dekat lima bulan lalu sekarang telah menjadi suamiku, menyempurnakan separuh agamaku, berikrar janji bersama-sama menuju sakinah, mawaddah dan warohmah, satu visi dan misi yaitu berkumpul di surgaNya nanti.

          Suamiku bernama Surya Kencana, Putra tunggal dari bapak H. Suparman seorang petani cengkeh dan kapol yang sukses di daerahku. Pertemuan kami awalnya dari perbincangan dua keluarga, kami diberikan waktu untuk saling mengenal namun keputusan semua tergantung kami, para orang tua tidak pernah memaksa dan pada akhirnya akupun mau menerimanya. Alasan yang pertama adalah karena dia mau menerima keluargaku terutama kakak perempuanku, dan karena dia lulusan pesantren yang sama denganku, akupun sedikit mengetahui karakternya dan sejujurnya akupun dulu menyukainya namun tak pernah kuungkapkan dan aku tampakan padanya.

          Sebulan pernikahan kami diuji dengan kenyataan aku sakit TB (Tubercolusis) pada usus dan harus segera di oprasi. "Mas, aku nggak mau dioprasi. Pake obat aja. Dulu waktu kuliah Kak Alpian juga TB paru, sekarang udah sehat. Asal pengobatannya tuntas". Aku mencoba meyakinkan suamiku. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan kamipun memutuskan untuk pengobatan saja tanpa perlu operasi. Dokter menjelaskan bahwa pengobatan ini selama enam bulan selanjutnya dilanjutkan menjadi sembilan bulan, minum obat tak boleh terlewat satu haripun, karena jika terlewat harus mengulangi kembali dari nol dan juga usahakan untuk menunda kehamilan sampai pengobatan ini selesai. Selama sembilan bulan lamanya suamiku selalu sabar mendampingi dan menguatkan aku supaya bersabar dan selalu kuat, dia menjadi PMO atau Pengawas Menelan Obat, agar aku tidak lupa. Setelah sembilan bulan terlewati akhirnya aku dinyatakan sehat oleh dokter.

***

          Lima tahun setelah pengobatan Tb-ku selesai, bertepatan dengan ulang tahun pernikahan kami yang ke enam, Alhamdulillah aku dinyatakan positif hamil. Usianya baru lima minggu. Bahagia tiada tara, apalagi keluarga besar suamiku yang memang sudah lama menunggu kehadiran cucu dari putra tunggal mereka. Sore itu saat kami duduk bersama di taman belakang rumah sambil menikmati indahnya senja, aku mulai percakapan dengan suamiku "Kamu pengennya anak laki-laki atau perempuan, Mas?". Sambil merangkulku "Laki-laki sama perempuan sama saja dek, yang penting kamu sehat dan adik bayinya juga sehat, tanpa kurang sesuatu apapun" Jawabnya. Akupun tersenyum sambil memikirkan nama bayi yang indah untuk anak kami. Padahal usia kandunganku baru lima minggu tapi jauh sebelum aku hamil. Kami memang sudah memikirkan nama untuk anak kami jika aku hamil nanti. Berhubung aku ingin sekali mempunyai anak perempuan aku sudah menyiapkan nama yang indah yaitu Rinjani.

"Maaas, kesini sebentar, cepet mas" Aku panik, kenapa ada darah keluar saat aku mau buang air kecil pagi ini. Tak berselang lama suamiku datang melihatku, diapun dengan siaga mengajaku ke dokter kandungan yang selama ini selalu mendampingi kami  sejak program hamil tahun lalu. Satu jam perjalanan akhirnya kami sampai di tempat praktek dokter Nanang Sp.Og. setelah pemeriksaan USG (Ultrasonografi) intra vagina, dokter memberitahukan bahwa aku keguguran dan harus melaksanakan tindakan kuret. Betapa sedih dan hancurnya hatiku, tak kuasa aku menahan tangis. Menangisi kepergian calon bayiku yang sudah kutunggu selama enam tahun ini. "Sudahlah dek, diri kita milik Allah, ini kehendak Allah, kita tak bisa apa-apa, Allah tau yang terbaik untuk kita, bersabarlah" Suamiku menenangkan. Tak lama hanya tiga puluh menit tindakan kuretpun selesai. Dokter menyarankan kami untuk kontrol seminggu lagi. Setelah itu kami pulang dan istirahat untuk memulihkan diri.

Seminggu pacsa tindakan kuret ternyata ada satu lagi sel telur yang berada diluar rahim (Kehamilan Ektopik atau KET) dan harus dilaksanakan operasi untuk pengangkatan sel telur itu. "Aku nggak mau dioperasi mas, aku takut, mau darimana lagi biayanya, kemarinkan habis untuk kuret, maafkan aku selalu menyusahkanmu mas", Dengan berlinang air mata aku berbicara pada suamiku. "Yang penting kamu sehat kembali, masalah uang bisa dicari, yang penting kamu mau ya di operasi dek?" Suamiku membujukku sambil memelukku, kurasakan hatinya menangis, matanya terpejam dan aku tahu meski tak berlinang air mata dalam batinnya dia menangis. Setelah pergulatan batin yang hebat akhirnya aku minta waktu seminggu untuk menguatkan hati memantapkan diri untuk melakukan tindakan operasi. Sambil suamiku ikhtiar untuk biaya operasi yang tidak kecil ini.

Tindakan operasipun dilaksanakan, hampir tiga jam aku berada di ruang operasi, dokter memberitahukan bahwa aku membutuhkan empat kantung darah karena HB ku turun drastis. Pasca masa pemulihan tiga hari di Rumah Sakit. Dokter sudah menyarankanku pulang. Namun sebelum pulang kamipun mendapatkan berita yang mengejutkan bahwa Saluran Tuba fallopi sebelah kanan harus diangkat. Ini dikarenakan sel telurnya telah pecah dan menyebabkan kerusakan pada organ itu. "Tapi saya masih bisa hamilkan dok?" Tanyaku pada dokter. "Jangan berkecil hati mba, masih ada tuba fallofi yang sebelah kiri insyaalloh mba bisa hamil. Namun untuk sekarang ini, mba harus menunda kehamilan sampai satu  atau satu setengah tahun untuk bisa hamil lagi". Itu yang dokter katakan.

***

Dua tahun berselang setelah operas bedah cessar pengangkatan sel telur yang ada di tuba fallofi, kami berencana menjalankan program hamil yang kedua langkah pertama adalah melakukan cek HSG (Histerosalpingografi) untuk melihat apakah saluran tuba fallofi yang tersisa tidak ada penyumbatan, bersama dengan itu suamiku juga harus Analisis sperma di labolatorium. Semua kami lakukan demi sang buah hati. Tentang segala biaya yang tidak kecil ini, kami pasrahkan semua pada Allah Yang Maha Kaya. Insya Allah dimudahkan.

Allah memang sangat menyayangi kami, Allah ingin kami semakin kuat. Hasil tes sperma suamiku menderita teratozoospermia adalah kondisi dimana adanya bentuk yang tidak normal pada sperma. Hal ini menambah penyebab kami kesulitan mendapatkan keturunan. Dalam kodisi ini kekuatan sperma untuk membuahi ovum sangat lemah. Kondisi ini memang bisa disembuhkan makan makanan bergizi, olahraga teratur, minum vitamin dan tidak terlalu kecapean saja, karena suamiku tidak merokok, tidak minum kopi dan hal-hal lain yang bisa menyebabkan kondisi seperti itu.

Betapa terkejutnya aku ternyata hasil pemeriksaan HSG saluran tuba fallofinya tersumbat. Setelah UGS penyebabnya adalah kista di ovarium yag menekan ke saluran tuba fallofi dan akhirnya harus dioperasi cessar lagi. Saat itu aku merasa benar-benar merasa bukanlah wanita seutuhnya, bukan wanita yang sempurna yang tak bisa segera memberikan keturunan kepada suaminya. Namun dengan kesabaran suamiku, dia yang selalu memberiku kekuatan. Aku berhasil melewati fase ini yaitu dua kali operasi cessar.

Akhirnya dokterpun memberikan penjelasan tentang kodisiku. Peluang untuk bisa hamil sangatlah kecil karena organ-organ reproduksi sudah tidak ada, pada opersai cessar pertama tuba fallofi kanan diangkat, sedangkan pada oprasi cessar kedua tuba fallofi dan indung telur (ovarium) sebelah kiri sudah diangkat, jalan satu-satunya adalah dengan bayi tabung.

Bayi tabung bukanlah hal yang mudah. Ketika kami diskusikan kepada keluarga ada sebagian yang tidak mengijinkan terutama Kak Alpian kakak laki-lakiku dengan alasan hukum menurut agama. Kemudian masalah biaya dari awal sampai aku dinyatakan positif, hasil surveyku ke Bandung kala itu, biaya bayi tabung berkisar antara 70-80 juta. Belum lagi segala kemungkinan bisa terjadi sampai proses melahirkan, karena dari pemeriksaan awal kandunganku lemah. Namun kita tak pantang menyerah terus berusaha dan tetap semangat berikhtiar sampai Allah menjawab semua do'a -- do'a kami.

***

          Bandung, Februari 2021... 

Hari ini aku berada di rumah bibiku di Bandung sedang bersiap-siap untuk pemeriksaan awal untuk proram bayi tabung. Kamipun segera berangkat menemui dokter yang memang sudah dijadwalkan utuk bertemu dan berkonsultasi. Serangkaian pemeriksaan dengan segala harapan terbaik semoga aku memang benar-benar bisa melaksanaan program bayi tabung. Namun kembali betapa terkejutnya aku hasil pemeriksaan hormon AMH-ku menunjukan nilai yang sangat kecil. Jadi kemungkinan peluang kesuksesan program ini juga kecil. Saat itu aku tak tahu lagi harus berkata apa, kaki lemas, aku tak kuasa lagi untuk berdiri, airmataku berderai tanpa bisa kuhentikan. Suamikupun terisak, baru kali ini aku melihat airmatanya berlinang. Selama ini dia selalu kuat. Dokterpun masih memberikan kami harapan bahwa kita coba saja, kita ikhtiarkan saja, Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

Akhirnya kamipun pulang ke Banjar dengan segala rasa yang berkecamuk dalam hati. Aku telah memasrahkan hidupku pada suamiku, dan suamikupun tetap dengan segala keteguhan hantinya. Bahwa kita akan tetap besama selamanya sampai maut memisahkan. Dia tidak berniat untuk mencari istri lain, cukup hanya aku.

Rinjani tinggalah sebuah nama yang belum tertulis kisahnya. Rinjani tetap menjadi sebuah do'a yang kami langitkan kepada sang pemilik kehidupan. Rinjani tetap menjadi harapan atas kehadirannya melengkapi kebahagiaan kami, kebagaiaan keluarga besar kami. Jika bukan Rinjani, masih ada nama lain yang kami tunggu kehadirannya, Jika seorang laki-laki, aku akan memberikannya nama Agung.

***

Ujian setiap orang memang berbeda-beda dan salah satu ujian rumah tangga adalah anak. Sesungguhnya ujian diberikan kepada seorang hamba adalah untuk meningkatkan derajatnya. Kesabaran dan keikhlasan adalah penilaian yang sedang Allah jalankan. Manusia hanya bisa berencana, namun Allah-lah Sang Penulis Takdir. Kami hanya bisa berikhtiar dan bertawakal. Ikhlas dan pasrah menerima takdir yang telah Allah gariskan untuk kita adalah sebaik-baik penerimaan terbaik seorang hamba. Jika kami memang ditakdirkan tidak memiliki keturunan kamipun ikhlas, hidup kami terus berjalan dan dalam setiap perjalan itu kami sertai dengan ibadah lain untuk kami persembahkan dan kelak akan kami petik diakhirat yang kekal abadi.

Untuk suamiku tercinta, terimakasih atas segala cinta dan limpahan kasih sayang yang telah kau berikan. Aku tak pernah menyangka kamu adalah orang yang Tuhan pilihkan untuk melengkapi separuh agamaku, menemani setiap langkahku, membimbingku dan menerima aku apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang aku miliki. Saat aku terjatuh sedalam-dalamnya, kamu adalah alasan mengapa sampai saat ini aku masih tetap berdiri tegak. Kamu yang menjadi sumber kekuatan untuk bangkit dan kembali menemukan arti hidup. Semoga Allah senantiasa selalu memberikan limpahan rahmatNya kepadamu. Aku mencintaimu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun