"saya terima nikah dan kawinnya Putri Mandalawangi Binti Haji Muhaemin dengan maskawin seperangkat alat salat dan Emas sebanyak sepuluh gram dibayar tunai". SAAAAAAAAH..... Hatiku bergetar ketika seseorang yang baru ku kenal dekat lima bulan lalu sekarang telah menjadi suamiku, menyempurnakan separuh agamaku, berikrar janji bersama-sama menuju sakinah, mawaddah dan warohmah, satu visi dan misi yaitu berkumpul di surgaNya nanti.
     Suamiku bernama Surya Kencana, Putra tunggal dari bapak H. Suparman seorang petani cengkeh dan kapol yang sukses di daerahku. Pertemuan kami awalnya dari perbincangan dua keluarga, kami diberikan waktu untuk saling mengenal namun keputusan semua tergantung kami, para orang tua tidak pernah memaksa dan pada akhirnya akupun mau menerimanya. Alasan yang pertama adalah karena dia mau menerima keluargaku terutama kakak perempuanku, dan karena dia lulusan pesantren yang sama denganku, akupun sedikit mengetahui karakternya dan sejujurnya akupun dulu menyukainya namun tak pernah kuungkapkan dan aku tampakan padanya.
     Sebulan pernikahan kami diuji dengan kenyataan aku sakit TB (Tubercolusis) pada usus dan harus segera di oprasi. "Mas, aku nggak mau dioprasi. Pake obat aja. Dulu waktu kuliah Kak Alpian juga TB paru, sekarang udah sehat. Asal pengobatannya tuntas". Aku mencoba meyakinkan suamiku. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan kamipun memutuskan untuk pengobatan saja tanpa perlu operasi. Dokter menjelaskan bahwa pengobatan ini selama enam bulan selanjutnya dilanjutkan menjadi sembilan bulan, minum obat tak boleh terlewat satu haripun, karena jika terlewat harus mengulangi kembali dari nol dan juga usahakan untuk menunda kehamilan sampai pengobatan ini selesai. Selama sembilan bulan lamanya suamiku selalu sabar mendampingi dan menguatkan aku supaya bersabar dan selalu kuat, dia menjadi PMO atau Pengawas Menelan Obat, agar aku tidak lupa. Setelah sembilan bulan terlewati akhirnya aku dinyatakan sehat oleh dokter.
***
     Lima tahun setelah pengobatan Tb-ku selesai, bertepatan dengan ulang tahun pernikahan kami yang ke enam, Alhamdulillah aku dinyatakan positif hamil. Usianya baru lima minggu. Bahagia tiada tara, apalagi keluarga besar suamiku yang memang sudah lama menunggu kehadiran cucu dari putra tunggal mereka. Sore itu saat kami duduk bersama di taman belakang rumah sambil menikmati indahnya senja, aku mulai percakapan dengan suamiku "Kamu pengennya anak laki-laki atau perempuan, Mas?". Sambil merangkulku "Laki-laki sama perempuan sama saja dek, yang penting kamu sehat dan adik bayinya juga sehat, tanpa kurang sesuatu apapun" Jawabnya. Akupun tersenyum sambil memikirkan nama bayi yang indah untuk anak kami. Padahal usia kandunganku baru lima minggu tapi jauh sebelum aku hamil. Kami memang sudah memikirkan nama untuk anak kami jika aku hamil nanti. Berhubung aku ingin sekali mempunyai anak perempuan aku sudah menyiapkan nama yang indah yaitu Rinjani.
"Maaas, kesini sebentar, cepet mas" Aku panik, kenapa ada darah keluar saat aku mau buang air kecil pagi ini. Tak berselang lama suamiku datang melihatku, diapun dengan siaga mengajaku ke dokter kandungan yang selama ini selalu mendampingi kami  sejak program hamil tahun lalu. Satu jam perjalanan akhirnya kami sampai di tempat praktek dokter Nanang Sp.Og. setelah pemeriksaan USG (Ultrasonografi) intra vagina, dokter memberitahukan bahwa aku keguguran dan harus melaksanakan tindakan kuret. Betapa sedih dan hancurnya hatiku, tak kuasa aku menahan tangis. Menangisi kepergian calon bayiku yang sudah kutunggu selama enam tahun ini. "Sudahlah dek, diri kita milik Allah, ini kehendak Allah, kita tak bisa apa-apa, Allah tau yang terbaik untuk kita, bersabarlah" Suamiku menenangkan. Tak lama hanya tiga puluh menit tindakan kuretpun selesai. Dokter menyarankan kami untuk kontrol seminggu lagi. Setelah itu kami pulang dan istirahat untuk memulihkan diri.
Seminggu pacsa tindakan kuret ternyata ada satu lagi sel telur yang berada diluar rahim (Kehamilan Ektopik atau KET) dan harus dilaksanakan operasi untuk pengangkatan sel telur itu. "Aku nggak mau dioperasi mas, aku takut, mau darimana lagi biayanya, kemarinkan habis untuk kuret, maafkan aku selalu menyusahkanmu mas", Dengan berlinang air mata aku berbicara pada suamiku. "Yang penting kamu sehat kembali, masalah uang bisa dicari, yang penting kamu mau ya di operasi dek?" Suamiku membujukku sambil memelukku, kurasakan hatinya menangis, matanya terpejam dan aku tahu meski tak berlinang air mata dalam batinnya dia menangis. Setelah pergulatan batin yang hebat akhirnya aku minta waktu seminggu untuk menguatkan hati memantapkan diri untuk melakukan tindakan operasi. Sambil suamiku ikhtiar untuk biaya operasi yang tidak kecil ini.
Tindakan operasipun dilaksanakan, hampir tiga jam aku berada di ruang operasi, dokter memberitahukan bahwa aku membutuhkan empat kantung darah karena HB ku turun drastis. Pasca masa pemulihan tiga hari di Rumah Sakit. Dokter sudah menyarankanku pulang. Namun sebelum pulang kamipun mendapatkan berita yang mengejutkan bahwa Saluran Tuba fallopi sebelah kanan harus diangkat. Ini dikarenakan sel telurnya telah pecah dan menyebabkan kerusakan pada organ itu. "Tapi saya masih bisa hamilkan dok?" Tanyaku pada dokter. "Jangan berkecil hati mba, masih ada tuba fallofi yang sebelah kiri insyaalloh mba bisa hamil. Namun untuk sekarang ini, mba harus menunda kehamilan sampai satu  atau satu setengah tahun untuk bisa hamil lagi". Itu yang dokter katakan.
***
Dua tahun berselang setelah operas bedah cessar pengangkatan sel telur yang ada di tuba fallofi, kami berencana menjalankan program hamil yang kedua langkah pertama adalah melakukan cek HSG (Histerosalpingografi) untuk melihat apakah saluran tuba fallofi yang tersisa tidak ada penyumbatan, bersama dengan itu suamiku juga harus Analisis sperma di labolatorium. Semua kami lakukan demi sang buah hati. Tentang segala biaya yang tidak kecil ini, kami pasrahkan semua pada Allah Yang Maha Kaya. Insya Allah dimudahkan.
Allah memang sangat menyayangi kami, Allah ingin kami semakin kuat. Hasil tes sperma suamiku menderita teratozoospermia adalah kondisi dimana adanya bentuk yang tidak normal pada sperma. Hal ini menambah penyebab kami kesulitan mendapatkan keturunan. Dalam kodisi ini kekuatan sperma untuk membuahi ovum sangat lemah. Kondisi ini memang bisa disembuhkan makan makanan bergizi, olahraga teratur, minum vitamin dan tidak terlalu kecapean saja, karena suamiku tidak merokok, tidak minum kopi dan hal-hal lain yang bisa menyebabkan kondisi seperti itu.