Indonesia, tantangan ini semakin nyata dengan pelanggaran rutin di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Natuna Utara oleh kapal-kapal asing, termasuk milik China.Â
Laut China Selatan menjadi salah satu kawasan dengan sengketa paling rumit di dunia, melibatkan klaim kedaulatan dari berbagai negara. BagiMeskipun secara resmi Indonesia tidak mengakui adanya sengketa di wilayah ini, klaim sepihak China berdasarkan peta sembilan garis putus-putus (nine-dash line) sering kali berbenturan dengan kedaulatan wilayah Indonesia.
Hingga kini, pemerintah Indonesia lebih mengedepankan pendekatan diplomasi, baik melalui ASEAN maupun forum internasional seperti PBB, untuk meredakan ketegangan. Pendekatan ini bertujuan menjaga stabilitas kawasan tanpa memicu konflik yang lebih besar.
 Namun, langkah diplomatik sering kali dinilai tidak cukup tegas oleh sebagian pihak, terutama mengingat pelanggaran di Natuna Utara terus terjadi. Peningkatan patroli maritim dan pengerahan armada militer telah dilakukan, tetapi tetap dibatasi agar tidak dianggap sebagai bentuk provokasi.
Indonesia kini menghadapi dilema strategis: apakah diplomasi cukup untuk mempertahankan kedaulatan, atau perlu mengambil langkah yang lebih berani dengan menunjukkan kekuatan di lapangan?Â
Di satu sisi, konfrontasi militer dapat mempertegas sikap Indonesia, tetapi juga berisiko memicu eskalasi konflik dengan negara-negara lain di kawasan. Di sisi lain, diplomasi membutuhkan waktu panjang dan kesabaran, sementara ancaman terhadap wilayah maritim terus berlanjut.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan yang seimbang, demi menjaga kedaulatan nasional sekaligus mencegah ketegangan yang berpotensi merusak stabilitas kawasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H