Mohon tunggu...
Neni Hendriati
Neni Hendriati Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 4 Sukamanah

Bergabung di KPPJB, Jurdik.id. dan Kompasiana.com. Hasil karya yang telah diterbitkan antara lain 1. Antologi puisi “Merenda Harap”, bersama kedua saudaranya, Bu Teti Taryani dan Bu Pipit Ati Haryati. 2. Buku Antologi KPPJB “Jasmine(2021) 3. Buku Antologi KPPJB We Are Smart Children(2021) 4. Alam dan Manusia dalam Kata, Antologi Senryu dan Haiku (2022) 5. Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun (2022) 6. Buku Tunggal “Cici Dede Anak Gaul” (2022). 7. Aku dan Chairil (2023) 8. Membingkai Perspektif Pendidikan (Antologi Esai dan Feature KPPJB (2023) 9. Sehimpun Puisi Karya Siswa dan Guru SDN 4 Sukamanah Tasikmalaya 10. Love Story, Sehimpun Puisi Akrostik (2023) 11. Sepenggal Kenangan Masa Kescil Antologi Puisi (2023) 12. Seloka Adagium Petuah Bestari KPPJB ( Februari 2024), 13. Pemilu Bersih Pemersatu Bangsa Indonesia KPPJB ( Maret 2024) 14. Trilogi Puisi Berkait Sebelum, Saat, Sesudah, Ritus Katarsis Situ Seni ( Juni 2024), 15. Rona Pada Hari Raya KPPJB (Juli 2024} 16. Sisindiran KPPJB (2024). Harapannya, semoga dapat menebar manfaat di perjalanan hidup yang singkat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kenapa, sih, Kamu Suka Ngotot?

4 Februari 2023   06:30 Diperbarui: 4 Februari 2023   06:37 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Bruk!"
Ada sesuatu menubruk pintu! Hal itu sangat mengagetkan kami yang sedang dicekam ketakutan.
Kami berlima diam saja meringkuk di pojokan, tak berani bergerak.
Mungkinkah hantu dari rumah Nugi mendatangi rumah kami?
Oh, tidaaak!
"Din!" tiba-tiba kudengar suara Ibu memanggil.
"Ibu!" kami sangat gembira, dan buru-buru bangkit.
Tetapi Ibu tampak terduduk di lantai. Barang belanjaan tergeletak di sana, bahkan sebagian  berceceran.

Duh, kenapa?
"Ibu sakit?"tanyaku cemas.

Cepat-cepat kami membantu Ibu berdiri. A Bari membereskan belanjaan Ibu, dan membawanya ke dapur.
"Iya, sedikit pusing!" ujarnya lemah.
"Belum makan, ya, Bu?"
Ibu hanya mengangguk.
Kami memapah Ibu untuk duduk di tikar. Teh Dini bergegas mengambil air putih. Dengan hati-hati, Teh Dini membantu Ibu meminumnya. Ibu minum sedikit, dan bersandar ke dinding.
Kami memandangi Ibu yang pucat dengan khawatir.
"Ibu makan, ya!" Teh Dini memberikan sepiring nasi goreng.
"Aih, kalian belum pada sarapan?" Ibu tampak kaget.
"Belum, Bu!" jawabku, sambil kupijit-pijit kakinya.
"Kalian makanlah!"
"Iya, Bu. Itu dimakan saja sama Ibu, ya!" ujar Teh Dini.
Kak Bari mengambil tiga piring nasi goreng di meja, dan meletakkannya di hadapan Ibu.
"Nugi, mau?" Teh Dini menawari Nugi yang tetiba menjadi pendiam.
Nugi mengangguk. Dua piring nasi goreng dibagi menjadi empat. Ibu dan A Bari mendapat bagian sepiring utuh.
Kami pun sarapan bersama dalam diam. Kulihat tangan Ibu gemetar, mungkin beliau salatri, karena telat makan.
"Ibu istirahat saja, nanti kami yang akan mengurusi di dapur," kata Teh Dini.
Ibu mengangguk. Selesai makan, beliau masuk kamar untuk beristirahat.
"Ana bantu Teteh ya!"
"Iya, Teh."
Teh Dini segera membuka belanjaan Ibu, lalu memotong-motong kangkung. Aku ditugasi mengiris kol. Sayuran itu kemudian dicuci bersih,  ditiriskan, dan direbus. Sayuran mentah pun disiapkan, untuk bahan karedok. Teh Dini sangat cekatan mengurus semua, termasuk menggoreng kacang tanah, dan menyiapkan bumbu lainnya. Bangun tidur nanti, Ibu bisa langsung berjualan, dan tidak perlu menunggu sore. Mudah-mudahandagangan Ibu laris.
Selesai tugas di dapur, kami duduk bertiga menunggui Ibu yang tampak terlelap. Nugi rupanya sudah pulang, dan A Bari sudah tak ada. Hu, dia pasti main layangan!
Ati menguap berkali-kali, Teh Dini pun mengajaknya untuk tidur.
Tiba-tiba aku teringat buah pepaya yang tergantung di pohon. Wah, baiknya pepaya itu kupetik saja buat Ibu. Tentu Ibu akan senang! Pikirku.
Meski Ibu dan Teh Dini melarangku, aku bersikeras untuk memetiknya. Mumpung hari Minggu! Hehe
Setelah menunggu keadaan cukup aman, diam-diam aku keluar. Dengan hati-hati, kuambil galah bambu, dan kuarahkan ke pepaya incaran. Pepaya yang sangat kecil, tetapi manis rasanya.  

Tampak sangat menggiurkan, tetapi entah mengapa...

'"Aw!" seakan ada yang menghentak, tiba-tiba peganganku terlepas.. Ujung galah meluncur deras mengenai  bagian atas bibirku. Aku terjatuh, dan ketika kupegang, ternyata ada darahnya! Seketika aku merasa panik.

"Ada apa?" Ibu terbangun mendengar teriakanku. Betapa terkejutnya Ibu  melihatku berdarah.

"Ya, ampun, kenapa ini?" suara ibu meninggi.

Aku hanya terdiam.

"Ana metik pepaya?"

Aku tergugu dan hanya mengangguk.

Ibu menggeleng-gelengkan kepala, seolah  tak habis pikir dengan kelakuanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun