Rumah Bu Ida bersebelahan dengan rumah kami, Akses ke jalan raya terhalang rumah Pak Haji Ade, dan di kanan kiri terhalang rumah Pak Haji Andi, dan Pak Haji Jalil. Satu-satunya akses jalan, adalah melewati halaman rumah kami yang ditanami bermacam pohon. Praktis, rumah Bu Ida terkepung.
Entah benar atau tidak, rumah Bu Ida ternyata berhantu. Hal itu diketahui, karena Bu Ida sering bercerita mengalami hal-hal yang menakutkan kepada ibuku.
"Ketika sedang masak, tiba-tiba ada yang memegang tengkukku, Cess, dingin sekali!" ujarnya.
Atau,
"Tiba-tiba melihat yang ada melintas, sekejap, lalu hilang!"
Hiy...
Makanya aku jarang sekali ke rumah Bu Ida, kalau tak terpaksa karena disuruh Ibu mengantarkan makanan pesanan. Itu pun dengan cepat dilakukan. Terburu-buru, aku akan pamitan.
Takuuut!
Ardi, kakak Nugi, sekaligus teman sekelasku, mengatakan tak berani ke kamar mandi sendiri, karena pernah kran terbuka sendiri, dan air mengucur deras saat dia di kamar mandi. Setelah itu, dia selalu ditungguin Bu Ida atau Nugi.
Duh, berani sekali itu hantu, beraksi secara terang-terangan! Hehe
"Tolong...!" tiba-tiba kami mendengar teriakan Bu Ida.
Tak lama kemudian, ia keluar bersama Nugi dan Ardi. Wajah mereka sangat pucat dan panik. Kami yang sedang duduk-duduk setelah menggoda Nugi, kontan menjadi ketakutan.
Kak Bari menghentikan lukisan layangannya, dan menghampiri Bu Ida.
"Ada apa, Bu?"
"Ii...itu, wajan di dapur bergerak-gerak sendiri!"
"Hah?" aku dan adikku sangat terkejut dan takut. Kami segera masuk ke dalam rumah. Kak Bari dan Teh Dini menemani Bu Ida di luar.
"Masak, sih, Bu?" tanya Kak Bari dengan nada tak percaya.
"Ayo, sini. Kita lihat saja!" Bu Ida menuntun A Bari dan Teh Dini.
Kulihat dari lubang jendela kamar, mereka pergi ke rumah Bu Ida. Beberapa saat kemudian, kulihat A Bari dan Teh Dini berlarian, dan langsung masuk ke dalam rumah. Eh, ternyata, Nugi ikut juga!
"Gimana, A?" tanyaku cemas. Kulihat wajah mereka pucat. Badannya menggigil ketakutan.
"Bener, deh!" Kak Bari gemetar.
"Apa?" tanyaku penasaran.
"Ada han...hantu!" bisiknya.
"Hiiii!" aku dan Ati berpelukan. Duh, takutnya hantu mengejar ke rumah kami.
"Tadi Teteh liat sendiri, wajan di rumah Bu Ida bererak-gerak terus, padahal apinya padam!" Teh Dini bergidik ngeri.
"Jadi, kalau begitu, benar, ya, cerita mereka!" aku bergumam.
"Iya! Banyak kejadian aneh!" bisik Teh Dini.
"Kita baca ayat Kursi saja seperti kata Pak Ustad, biar hantu gak mengejar kita!" ajak A Bari.
Dengan gemetar, kami bertiga membaca ayat Kursi bersama-sama, sampai lambat laun, hati kami merasa tenang. Nugi dan Ati hanya melihat apa yang kami lakukan.
"Nah, Nugi, baca saja ayat Al-Qur'an, biar hantunya hilang!" ujarku.
Nugi menatapku dengan tatapan polosnya.
"Hantu takut ayat Al-Quran, Teh?" tanyanya.
"Iya, mereka akan terbakar!"
Nugi dan Ati mengangguk-angguk.
"Iya, Teh!" katanya dengan mata berbinar.
Tak lama kemudian, dia sudah asyik bermain dengan Ati, seolah terlupa dengan hantu yang menakutkan itu.
Hai, hantu, jangan pernah kau perlihatkan dirimu pada kami!
Kami tak mau melihatmu!
Sungguh!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H