Pak Ambar tersenyum.
"Alhamdulillah, terima kasih, Bu, semoga rezekinya semakin bertambah," Pak Ambar meletakkan uang di kepalanya penuh rasa syukur.
"Amin," kuangkat kedua tangan mengamini doanya.
Berturut-turut,Bu Ade dan Bu yanti membeli masng-masing sebungkus. Senyum Pak Ambar semakin lebar. Uang dua puluh ribu dari kami, dipegangnya erat-erat.
"Terima kasih, Ibu-ibu, semoga rezekinya semakin berlimpah, assalamu'alaikum!" dia pun undur diri sambil menenteng kresek besar itu.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah, hati-hati, Pak. Semoga laris manis!" jawab kami.
Kutatap kepergian laki-laki tua dengan langkah diseret dan tertatih-tatih, dengan kostum kumal, yang itu-itu juga.
Sungguh hati ini merasa trenyuh! Bagaimana pun juga, dia adalah pensiunan guru SD tiga tahun yang lalu, tetapi hidupnya kelihatan kurang beruntung. Setiap hari, dia menjajakan citruk dan cireng ke sekolah-sekolah, bahkan sampai ke perumahan di kecamatan lain.
Apakah gaji pensiunan tak cukup? Ataukah ada hal lain yang membuatnya harus bekerja keras di usia tua? Akankah kami bernasib sama sepertinya saat pensiun nanti?
Pertanyaan itu berputar-putar di kepalaku. Kurasakan mataku tiba-tiba berembun...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H