Mohon tunggu...
Neni Komalasari
Neni Komalasari Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Pengembang dan Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgenitas Edukasi Isu Politik Uang

8 Mei 2023   06:28 Diperbarui: 8 Mei 2023   06:28 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyimak isu peta politik dari tahun ke tahun saat tiba kampanye menjadi sebuah hal yang menarik. Untuk tahun 2023 saat ini isu primordial dengan perbedaan agama, ras, golongan, suku dan budaya tidak begitu dipermasalahkan. Pada saat ini isu ini tidak menjadi populer. Yang meresahkan dan menjadi isu dari tahun ke tahun di peta kampanye adalah isu politik uang, pemilih menjual suara demi uang. Ini merupakan sebuah isu besar yang belum ada titik cerah dan jalan keluarnya. Di Indonesia kental sekali dengan isu politik uang. 

Hal ini jika tidak bisa diatasi akan membuat dari tahun ke tahun setiap pemilu akan diselubungi dengan sejumlah politikus yang memainkan uang. Imbasnya Ini akan menjadikan para kandidat membutuhkan sejumlah modal yang cukup besar bahkan fantastis. Jumlah ini jika dilihat kekuatan seperti tidak mungkin, namun kenyataanya bisa dilakukan dan faktanya terjadi.

Di Indonesia sejumlah praktik politik uang pada saat ini sudah sampai pada tahap krusial dan berbahaya. Menurut Agustino (2009) faktor yang menjadi penyebab terjadinya praktik politik uang di Indonesia antara lain disebabkan oleh sudah mentradisi, haus kejayaan, lingkungan yang mendukung, hukum yang bisa dibeli, lemah iman, masyarakat miskin, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik, dan kebudayaan.

Di Indonesia hanya sedikit proses politik baik antar elit politik maupun antar elit dan rakyat banyak yang tidak dipengaruhi dengan transaki berkompensasi uang. Uang layaknya menjadi gejala yang lumrah, sejumlah praktek uang menjadi hal yang wajar dan membumi. Para kadidat wakil rakya berebut pemilih dan memberikan mereka uang agar mau memilihnya. Para kadidat tersebut berani mengeluarkan sejumlah uang dalam jumlah banyak sebab mereka berpikir setelah mereka berkuasa uang yang mereka gunakan akan kembal lagi.

Nah, pemikiran seperti inilah yang menginisiasi mereka untuk melakukan tindakan menyalahgunakan kekuasaan dan hak rakyat. Mereka mengumpulkan sejumlah kekayaan tanpa bertindak benar atau salah. Mereka akan menghalalkan segala cara agar uang modal kampanye kembali lagi dalam waktu secepatnya. Tentu saja politik uang ini telah mengajarkan rakyat memiliki mentalitas yang jelek dan ini tentu saja merusak.

Lalu, bagaimana caranya agar hal ini bisa diminimalisir?  Caranya adalah memberikan edukasi dan menjadikan para pemilih menjadi orang yang rasional. Jika para pemilih telah menjadi pemilih yang rasional, maka politik di Indonesa tidak perlu lagi harus menggunakan modal dalam jumlah besar. Bagaimanapun juga uang memang diperlukan, tapi tidak akan menjadi terlalu besar. Bahkan jika masyarakat di Indonesia telah terdidik menjadi pemilih yang rasional, maka masyarakat malah akan ikut berpartisipasi menjadi penyumbang.

Jika rakyat menggunakan transaki jual beli suara, ini artinya rakyat memilih tidak berdasarkan pemikiran visi, perjanjian dan keterampilan kandiat melainkan sebab alasan adanya imbalan uang. Tentu saja hal ini menodai efektivitas kepemimpinan, mereka kedepannya tidak akan melakukan perbaikan bagi kesejahteraan rakyat sebab yang akan terjadi adalah mereka akan berpikir untuk melakukan korupsi untuk menutupi biaya mereka yang telah mereka keluarkan untuk para pemilih.

Pengaruh politik uang akan menyebabkan negara tergadai atau terjual secara tidak langsung kepada pihak yang tidak memiliki komitmen bagaimana menyejahterakan rakyatnya. Hal ini disebabkan adanya "investor politik" masuk ke ranah para kandidat dengan membiayai sejumlah kampanye mereka. Para investor inilah yang pada akhirnya ketika kandidat yang dimaksud berkuasa mereka akan menjadi pengendali utama pada pekerjaan di ranah-ranah tertentu untuk kemakmuran usahanya. Tentu saja ini berbahaya, para pemimpin tidak akan pro rakyat sebab mereka sudah dikendalikan oleh sejumlah golongan yang memiliki kepentingan pribadi.

Oleh sebab itu sangat penting pendidikan politik diberikan kepada rakyat, sebab jika tidak politik uang akan terus ada tumbuh dan berkembang di Indonesia. Mentalitas rakyat harus dibangun dengan mencerdaskannya melalui pengetahuan tentang pengaruh politik uang yang sebetulnya menjadikan rakyat sebagai objek para elite politik. Sebetulnya kekuatan partai politik dan sejumlah organisasi masyarakat memilik peran besar untuk menyebarkan wacana edukasi pendidikan politik seperti ini, agar rakyat tidak menjadi lahan subur sebagai alat kampanye sejumlah elit politik yang menjadikan politik uang sebagai kendaraannya untuk mencapai kepentingan pribadi.

Para pemilih di Indonesia sebetulnya terbagi menjadi dua, pemilih idealis yang memiliki ciri mereka mempunyai ideologis tersendiri dan pemilih pragmatis yang harus digerakan dengan menggunakan sejumlah uang. Pemilih pragmatis inilah yang harus diedukasi. Pemilih pragmatis ini jumlahnya sangat banyak, walaupun tidak terlihat namun praktek politik uang bisa dirasakan, sebab dari tahun ke tahun setiap hajatan politik di Indonesia belum terbebas dari sejumlah praktek politik uang. Lalu bagaimana alternatif solusinya? 

Untuk menekan atau menghilangkan sejumlah praktek politik uang dalam pemilu, hal yang paling mungkin dilakukan adalah dengan cara para kandidat melakukan sosialisasi diri dengan visi misi yang mereka punyai untuk mempengaruhi pilihan masyarakat. Melalui cara dan upaya seperti ini semoga kandidat yang hanya menggunakan kekuatan modal besar tanpa memiliki visi misi dan komitmen yang jelas akan memiliki ruang dan gerak yang nyaris tidak dimiliki lagi. 

Kuncinya adalah berikan edukasi tanpa batas kepada masyarakat agar mereka menjadi pemilih dengan tipikal idealis beridiologis, jangan mau diperalat menjadi orang bodoh bagi sejumlah elit politik yang memiliki kepentingan untuk pribadinya, bukan untuk kesejahteraan yang pro rakyat. 

Bukankah rakyat juga menginginkan para wakilnya tidak korupsi? Tidak mengeruk hak yang seharusnya adalah untuk kesejahteraan rakyat? Silahkan pemilih memilih, mau menjadi alat mereka? Atau menjadi pemilih yang cerdas untuk memilih kandidat yang pro terhadap kesejahteraan rakyat tanpa bermain politik uang. Pilihan para pemilih tentunya menjadi landasan dan acuan bagaimana kualitas pemimpin Indonesia di masa yang akan datang.

Sumber Acuan:

Agustino, Leo. (2009). Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun