Mohon tunggu...
Neng Yayas Ismayati
Neng Yayas Ismayati Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menjejakkan sejarah

Seorang Ibu Guru Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antarmateri Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

22 September 2022   22:26 Diperbarui: 22 September 2022   22:28 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seringkali kita, sebagai guru atau pendidik,  berhadapan langsung dengan situasi yang mengharuskan kita bekerja dalam keadaan yang fokus namun sedikit demi sedikit kehilangan konsentrasi karena berbagai tekanan. Pun demikian halnya dengan murid-murid kita. 

Mereka juga sering dihadapkan pada situasi penuh dengan tantangan dan rintangan baik itu dalam proses penyesuaian diri dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain di sekitarnya. Selain tugas-tugas yang sifatnya akademik atau berasal dari sekolah, mereka juga harus menghadapi perkembangan dan perubahan fisik dan psikis dirinya sendiri termasuk yang berhubungan dengan pergaulannya dengan teman sebaya, perkembangan karakter diri, serta memikirkan masa depan.

Untuk dapat menghadapi berbagai tantangan yang beragam ini baik pendidik maupun murid memerlukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang cukup untuk dapat dijadikan bekal agar dapat menghadapi kehidupan pribadi dan sosialnya. Pembelajaran yang terjadi di sekolah harus mampu mendukung tumbuh kembang murid secara menyeluruh mulai dari aspek kognitif, psikomotor, serta sosial dan emosionalnya.

Sebelum mempelajari Modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional  saya berpikir bahwa Pembelajaran Sosial Emosional diterapkan hanya kepada murid yang mengalami permasalahan yang   berhubungan  dengan sikap atau prilaku mereka saja, sehingga penerapannya cukup dilakukan  di luar pembelajaran akademik.  Setelah mempelajari modul ini, saya belajar dan berusaha memahami bahwa ternyata pada hakikatnya Pembelajaran Sosial Emosional bertujuan untuk memberikan keseimbangan kepada individu serta mengembangkan potensi personal yang ddiperlukan  untuk meraih  kesuksesan.

Sebagai seorang pendidik saya harus dapat menggabungkan semua unsure tersebut dalam kegiatan pembelajaran sehingga murid  dapat belajar untuk mampu menempatkan diri secara efektif , sehingga guru berhasil  memenuhi kebutuhan belajar murid di sekolah.  Ketika seorang guru sudah memenuhi kebutuhan murid baik dari segi konten, proses, maupun produk yang dihasilkan dari kegiatan belajar tersebut secara tidak langsung guru sudah menerapkan pembelajaran sosial emosional di dalam kelasnya.

Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) merupakan suatu  hal yang sangat penting. Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) ini berisi kompetensi-kompetensi  yang diperlukan  murid  untuk dapat bertahan dalam masalah yang dihadapinya sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, serta  untuk mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang memiliki karakter baik.

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa  pengajaran budi pekerti tidak lain adalah menyokong perkembangan hidup anak-anak secara  lahir dan batin, dari sifat kodrati menuju arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran tersebut berlangsung sejak anak-anak hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan perkembangan jiwa mereka (Ki Hajar Dewantara dalam Mustofa, 2011).

Sebagai seorang guru/pendidik, kita dapat merancang rencana bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruang-ruangan yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah, keluarga dan yang lainnya,  sebagai ruang  pertukaran pengetahuan: pengetahuan tentang dunia,  pengetahuan tentang diri sendiri serta pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan kita. Dengan demikian, pengalaman-pengalaman tersebut dapat membantu murid  memahami jati diri mereka sendiri dan orang lain. Dalam hal ini, kita berbicara mengenai  anak secara utuh.

Pembelajaran Sosial dan Emosional merupakan  pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi tersebut memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah untuk dapat memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan serta  sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

Pembelajaran sosial dan emosional menurut kerangka CASEL memiliki tujuan untuk mengembangkan 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE), yaitu:

  1. memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri),
  2. menetapkan dan mencapai tujuan positif (manajemen diri),
  3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial),
  4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi), dan
  5. membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Dengan demikian, 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE) adalah:

  1. Kesadaran diri
  2. Pengelolaan diri
  3. Kesadaran sosial
  4. Keterampilan berelasi
  5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Kita dapat melaksanakan implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dengan 4 cara sebagai berikut.

  1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit
  2. Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
  3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
  4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.

Kesadaran penuh (mindfulness) merupakan  dasar untuk mengembangkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE). Kesadaran penuh (mindfulness) menurut Kabat-Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan bahwa  kesadaran yang muncul ketika seseorang sedang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat ini  dilandasi rasa keingintahuan  dan kebaikan. Secara saintifik, berlatih  mindfulness secara  konsisten akan memperkuat hubungan sel-sel saraf (neuron) otak yang berhubungan dengan fokus, konsentrasi, dan kesadaran.

Koneksi Antarmateri

Keterkaitan Materi PSE dengan Pembelajaran Berdiferensiasi

Well Being mengaitkan pembelajaran berdiferensiasi dengan materi pembelajaran sosial emosional. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada saat anak belajar dengan hati mereka terbuka maka akan terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Proses belajar merupakan suatu  anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita dapat menciptakan suatu kondisi yang mengizinkan semua anak mampu mengakses anugerah tersebut. Ketika Kompetensi Sosial-Emosional (KSE) anak atau murid berkembang, maka aspek akademik merekapun turut berkembang.

Hal tersebut tentu saja sejalan  dengan pembelajaran berdiferensiasi, yakni  serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Bagaimana cara seorang guru menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang” murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga mampu memastikan setiap murid di kelasnya mengetahui bahwa  akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya. Dukungan yang dimaksud dapat saja  berupa kesiapan sosial emosional mereka sendiri untuk mengikuti pembelajaran, serta bagaimana seorang guru mampu menanggapi atau merespon kebutuhan belajar mereka.

Sebagai seorang guru atau pendidik, tentu saja kita mengetahui bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik apabila  tugas-tugas yang diberikan kepada mereka sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu apabila  tugas-tugas tersebut berhasil memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan apabila  tugas tersebut  memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar). Dengan demikian maka ketiga  komponen tersebut sudah memenuhi kebutuhan belajar murid.

Apabila  kebutuhan belajar murid terpenuhi dan kesiapan sosial-emosionalnya tidak diabaikan, maka well being (kesejahteraan psikologi) murid  akan tercipta di dalam kelas, antarguru, sesama murid, serta  lingkungan sekolah pada umumnya.

Well being merupakan suatu  kondisi pada saat individu telah memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

Wellbeing yang optimal dapat terwujud dengan  ciri-ciri yang dapat terlihat sebagai berikut.

 

  • Kesehatan fisik serta mental yang lebih baik.
  • Memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) diri dalam menghadapi tekanan atau stress.
  • Terlibat dalam perilaku sosial yang baik dan lebih bertanggung jawab.
  • Meraih  prestasi akademik yang lebih tinggi.***

Sumber: Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional, Pendidikan Guru Penggerak, Calon Guru Penggerak Angkatan 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun